VI. PENGAWETAN DENGAN GULA
A. Pre-lab
1.
Mengapa
gula dapat mengawetkan?
Karena gula mempunyai sifat hidrofilik yang berati mampu mengikat air
dengan baik. Konsentrasi tinggi gula mampu mengawetkan makanan karena
kemampuannya menyerap cairan internal mikroorganisme sehingga menyebabkannya
mengerut dan akhirnya mati. Ketika larutan garam atau gula konsentrasi tinggi
digunakan pada makanan, makanan akan terlindung dari invasi mikroba (Fellows, 2008).
|
2.
Sebutkan
tujuan dan fungsi pengolahan dengan gula!
Tujuan pengolahan prosuk pangan dengan gula adalah untuk
menghasilkan produk dengan daya simpan lama, memiliki struktur dan
tekstur tertentu seperti membentuk struktur matriks gel 3 dimensi pada selai, menaikkan
nilai jual sebagai bentuk diversifikasi. Fungsi pengolahan produk
pangan dengan gula supaya pertumbuhan
bakteri pembusuk terhambat karena makanan
yang dimasak dengan kadar sukrosa/gula pasir tinggi akan meningkatkan
tekanan osmotik yang tinggi (Fellows, 2008).
|
3.
Jelaskan
prinsip pengolahan selai buah?
Prinsip pembuatan selai
secara umum adalah pemanasan campuran dari hancuran buah (buah atau jenis
komoditi lainnya), pektin atau bahan pengental, gula,dan asam sehingga
diperoleh struktur gel (Herman, 2009).
|
4.
Apa
perbedaan jelly dan selai (jam)?
Selai merupakan campuran gula dengan buah / komponen
buah dengan konsistensi gel / kental. Sedangkan jelly adalah makanan yang
bersifat viskous / semi padat yang terbuat dari campuran yang mengandung gula
yang tidak kurang dari 45%, campuran tersebut dipanaskan hingga diperoleh
jelly akhir yang mengandung padatan larut tidak kurang dari 65% (Koswara,
2006) Selai atau jam adalah makanan setengah padat yang dibuat dari
buah-buahan dan gula pasir dengan kandungan total padatan minimal 65%.
Komposisi bahan mentahnya ialah 45 bagian buah dan 55 bagian gula. Selai atau
jam dibuat dari hancuran buah-buahan. Syarat selai yang baik adalah mudah
dioleskan dan mempunyai aroma dan rasa buah asli. Jelly adalah produk yang
terbuat dari sari buah dan dimasak dengan gula, yang berwarna jernih,
transparan dan cukup kukuh mempertahankan bentuknya apabila dikeluarkan dari
wadah. Zat pokok yang diperlukan pada pembuatan jelly adalah pektin, gula dan
asam (Utomo, 2010).
|
5.
Apa
peran gula pada proses pengolahan selai?
Gula bersifat untuk menyempurnakan
rasa asam, cita rasa juga memberikan kekentalan menambah stabilitas terhadap
mikroorganisme karena gula menurunkan ERH. Pada pembuatan selai atau jam,
gula merupakan pengental dan pengawet alami (Buckle, et al., 2007).
|
B. Tinjauan Pustaka
1.
Nanas
Buah
nanas selain dapat dikomsumsi dalam bentuk segar, dapat pula diolah lebih
lanjut menjadi berbagai bentuk olahan antara lain; sari buah, manisan, keripik,
data de pina, selai, dan lain sebagainya. Pada proses pembuatan selai, buah
nanas, berfungsi sebagai bahan baku dan sumber pektin. Buah anans yang berusia
muda mengandung cukup banyak pektin yang dapat membentuk tekstur serta gel pada
pembuatan selai (Syahrumsyah dkk. 2010).
2.
Asam sitrat
Asam sitrat mempunyai sumber karbon utama yaitu
glukosa selain itu asam sitrat termasuk salah satu asam organik yang
paling penting dan diproduksi dalam tonase selama proses fermentasi. Asam
sitrat dapat diproduksi secara kimiawi yaitu dengan cara fermentasi
menggunakan mikroorganisme (Cahyadi, 2008). Selain sebagai bahan pengawet pada
makanan, fungsi lain dari asam sitrat yaitu berfungsi sebagai bahan
pengemulsi, anti oksidan, anti koagulan darah, dan pengawet pada industri
makanan. Asam diperlukan pada pembuatan selai untuk menambah citarasa dan
pembentukan gel. Kandungan asam bervariasi pada jenis buah-buahan dan tingkat
kematangannya. Banyak buah-buahan yang mengandung cukup asam untuk pembentukkan
gel, namun ada buah-buahan yang harus ditambahkan asam untuk dapat terbentuknya
gel. asam sitrat berfungsi untuk
menekan jumlah sukrosa dan menyesuaikan pH (Widyanto, 2009).
3. Gula
Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan
rasa manis meskipun sifat ini sangatlah penting. Jadi gula bersifat untuk
menyempurnakan rasa asam, cita rasa juga memberikan kekentalan. Daya larut yang
tinggi dari gula, memiliki kemampuan mengurangi kelembaban relatif (ERH) dan
daya mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam
pengawetan pangan (Buckle, et al., 2007). Supaya terbentuk gel pektin
kadar gula yang tinggi dan asam harus ada dalam produk selai dan jeli. Selain
itu kadar gula yang tinggi dalam selai dan jeli juga menambah stabilitas
terhadap mikroorganisme karena gula menurunkan ERH (Buckle, et al.,
2007). Pada pembuatan selai atau jam, gula merupakan pengental dan pengawet
alami. Gula mengeraskan buah dan memberi rasa manis. Sebelum gula dibubuhkan,
buah harus dimasak sampai lunak dalam air yang banyaknya telah ditentukan. Bila
gula terlalu cepat dibubuhkan, buah akan segera mengeras (Tim TPC. 2012).
4. Pektin
Pektin merupakan bahan alami terkandung di dalam buah-buahan.
Kandungan pektin di dalam semua buah umumnya lebih tinggi pada saat buah
mengkal, dan menurun pada saat buah matang penuh dan lewat matang. Proses
pematangan buah melibatkan terjadinya pemecahan pektin, sehingga buah menjadi
lebih lembek. Pektin dapat menghasilkan struktur dan berbagai kekentalan selai
dengan pembentukan jaringan ikatan air dengan sari buah atau bubur buah.
Sebelum terbentukkanya gel, senyawa pektin tunggal akan dikelilingi oleh
molekul-molekul air. Apabila lingkungan dari molekul tersebut merupakan larutan
yang asam, maka pektin akan kehilangan daya ikat airnya dan akan dapat
berikatan menjadi satu membentuk gel pektin yang baik (Tim TPC. 2012).
C. Diagram Alir/Flowchart
Proses
pengolahan selai
Nanas
Dikupas dan dicuci bersih
Analisa awal meliputi tekstur (penetrometer), berat, penampakan, kadar air, dan aktivitas air
|
Diparut
nanas
Dicampur dan diukur pH campuran nanas dan gula
|
||||
![]() |
||||
Dipanaskan dengan api
sedang
Dihentikan pemanasan setelah mengental, dan didinginkan
Analisa akhir meliputi tekstur (penetrometer), berat, penampakan, kadar air dan aktivitas air
D. Analisa Prosedur
Pembuatan selai nanas menggunakan buah nenas matang, setengah matang dan
matang. Hal pertama yang dilakukan adalah mengupas
nanas, kemudian nanas dicuci bersih setelah itu dipotong-potong menjadi ukuran
yang lebih kecil dan dihaluskan menggunakan blander.
Mengecilkan ukuran bertujuan untuk memudahkan dalam mengahaluskan produk.
Setelah dihaluskan maka didapatkan slurry
nanas. Slurry
nanas kemudian dibagi menjadi dua. Pembagian tersebut dilakukukan karena pada
praktikum kali ini akan dibuat selai nanas dengan konsentrasi gula yang berbeda
yaitu 25% dan 50%. Setelah itu, dilakukan analisa
awal terhadap slurry
nanas dengan beberapa parameter yaitu, total
padatan, tekstur, warna dengan menggunakan color reader, aw dan
penampakan. Dilakukan penimbangan gula sebanyak 25% dan 50% dari bobot
masing-masing sluri nanas. Setelah itu, dilakukan lagi penimbangan asam sitrat
sebanyak 0,2% dari bobot masing-masing sluri nanas. Setelah semua bahan sudah
siap dan sudah dilakukan pengamatan awal, maka selai nanas siap untuk dibuat.
Sluri nanas ditempatkan pada wajan, kemudian
dipanaskan dan ditambahkan gula pada suhu 1000C
sampai mengental. Saat mulai terlihat adanya pembentukan
gel maka ditambahkan asam sitrat. Dipanaskan kembali hingga gel yang terbentuk
sempurna dan selai tidak gosong. Setelah gel sudah terbentuk maka selai sudah
jadi. Selai didinginkan terlebih dahulu kemudian dilakukan analisa akhir yaitu aktivitas air, warna, daya oles, total padatan dan sensoris.
E.Perhitungan Neraca Massa Pembuatan produk selai nanas
1. Perhitungan Neraca Massa Pembuatan Produk Selai (Nanas
Muda)
a)
Nanas Muda dengan Konsentrasi Gula 25%
Diketahui
Bahan:
Slurry : massa = 133,04 gram ; brix = 11o ; kadar air= 100-11 = 89%
Gula : massa = 25% x 133,04 = 33,26 gram ; kadar air = 0,07%
Produk:
Selai : brix = 32o ; kadar air = 100-32 = 68%
Uap
Air: kadar air = 100%
Perhitungan
neraca massa total:
A + B = C + D
MA + MB = MC
+ MD
133,04+33,26 = MC + MD
166,3= MC + MD
MC = 166,3 - MD
Perhitungan
neraca massa komponen air:
A + B =
C + D
MA . kAA + MB . kAB = MC
. kAC + MD . kAD
(133,04 x 0,89) + (33,26 x 0,0007) = (MC x 0,68) + (MD x 1)
118,41 + 0,0232 = ((166,3 – MD ) x 0,68) + MD
118,43 = 113,084 – 0,68 MD + MD
5,364 MD = 0,32
MD = 16,70 gram
MC = 166,3- MD
MC = 166,3– 16,70
MC = 149,6 gram
b)
Nanas Muda dengan Konsentrasi Gula 50%
Diketahui
Bahan:
Slurry : massa = 156,18
gram ; brix = 10o ; kadar air=
100-12 = 90%
Gula : massa = 50% x 156,18
= 78,09 gram ; kadar air = 0,07%
Produk:
Selai : brix = 48 o ; kadar air =
100-48 = 52%
Uap
Air: kadar air = 100%
![]() | |||||||||
Perhitungan
neraca massa total:
A + B =
C + D
MA + MB = MC + MD
156,18
+78,09 = MC
+ MD
234,27 = MC + MD
MC = 234,27 - MD
Perhitungan
neraca massa komponen air:
A + B =
C + D
MA . kAA + MB . kAB = MC
. kAC + MD . kAD
(156,18
x 0,9) + (78,09 x 0,0007) = (MC x 0,52) + (MD x 1)
140,562 + 0,05466 = ((234,27 - MD) x 0,52) + MD
140,6166 = 121,8204 – 0,52 MD + MD
0,51 MD = 18,7962
MD = 36,85 gram
MC = 234,27 - MD
MC = 180,69 – 36,85
MC = 143,84 gram
2. Perhitungan Neraca Massa Pembuatan Produk Selai (Nanas
Setengah Matang)
a)
Nanas Setengah Matang dengan Konsentrasi Gula 25%
Diketahui
Bahan:
Slurry : massa = 208,26 gram ; brix = 14o ; kadar air= 100-14 = 86%
Gula : massa = 25% x 208,26 = 52,06 gram ; kadar air = 0,07%
Produk:
Selai : brix = 48 o ; kadar air = 100-48 = 52%
Uap
Air: kadar air = 100%
Perhitungan
neraca massa total:
A + B =
C + D
MA + MB = MC + MD
208,26 +52,06 = MC + MD
260,32 = MC + MD
MC = 260,32 - MD
Perhitungan
neraca massa komponen air:
A + B =
C + D
MA . kAA + MB . kAB = MC
. kAC + MD . kAD
(208,26 x 0,86) + (52,06 x 0,0007) = (MC x 0,52) + (MD x 1)
179,103 + 0,0364 = ((260,32 - MD) x 0,52) + MD
179,139 = 135,3664 –0,52MD + MD
0,51 MD = 43,772
MD = 85,82 gram
MC = 260,32 - MD
MC =260,32 – 85,82
MC = 174,5 gram
b)
Nanas Setengah Matang dengan Konsentrasi Gula 50%
Diketahui
Bahan:
Slurry : massa = 174,3 gram ; brix = 14o ; kadar air= 100-14 = 86%
Gula : massa = 50% x 174,3 = 87,15 gram ; kadar air = 0,07%
Produk:
Selai : brix = 54o ; kadar air =
100-55 = 46%
Uap
Air: kadar air = 100%
![]() | |||||||||
Perhitungan
neraca massa total:
A + B =
C + D
MA + MB = MC + MD
174,3 +87,15 = MC + MD
261,45 = MC + MD
MC = 261,45 - MD
Perhitungan
neraca massa komponen air:
A + B =
C + D
MA . kAA + MB . kAB = MC
. kAC + MD . kAD
(174,3 x 0,86) + (87,15 x 0,0007) = (MC x 0,45) + (MD x 1)
149,89 + 0,061 = ((261,45 - MD) x 0,45) + MD
149,95 = 117,65 – 0,45 MD + MD
0,44 MD = 32,297
MD = 73,41
gram
MC = 261,45 - MD
MC = 261,45 – 73,41
MC = 188,04 gram
3. Perhitungan Neraca Massa Pembuatan Produk Selai (Nanas
Matang)
a)
Nanas Matang dengan Konsentrasi Gula 25%
Diketahui
Bahan:
Slurry : massa = 160,28 gram ; brix = 16o ; kadar air= 100-16 = 84%
Gula : massa = 25% x 160,28 = 40,07 gram ; kadar air = 0,07%
Produk:
Selai : brix = 52o ; kadar air =
100-52 = 48%
Uap
Air: kadar air = 100%
![]() | |||||||||
Perhitungan
neraca massa total:
A + B =
C + D
MA + MB = MC + MD
160,28 + 40,07 = MC + MD
200,35 = MC + MD
MC = 200,35 - MD
Perhitungan
neraca massa komponen air:
A + B =
C + D
MA . kAA + MB . kAB = MC
. kAC + MD . kAD
(160,28 x 0,84) + (40,07 x 0,0007) = (MC x 0,48) + (MD x 1)
134,63 + 0,028 = ((200,35 – MD ) x 0,48) + MD
134,65 = 96,168 – 0,48 MD + MD
0,47 MD = 38,482
MD = 81,87 gram
MC = 200,35 - MD
MC = 200,35 - 81,87
MC = 118,47 gram
b)
Nanas Matang dengan Konsentrasi Gula 50%
Diketahui
Bahan:
Slurry : massa = 182,06 gram ; brix = 16o ; kadar air= 100-16 = 84%
Gula : massa = 50% x 182,06 = 91,03 gram ; kadar air = 0,07%
Produk:
Selai : brix = 52 o ; kadar air =
100-52 = 48%
Uap
Air: kadar air = 100%
![]() |
|||||||||
Perhitungan
neraca massa total:
A + B =
C + D
MA + MB = MC + MD
182,06 + 91,03 = MC + MD
273,09 = MC + MD
MC = 273,09 - MD
Perhitungan
neraca massa komponen air:
A + B =
C + D
MA . kAA + MB . kAB = MC
. kAC + MD . kAD
(182,06 x 0,85) + (91,03 x 0,0007) = (MC x 0,48) + (MD x 1)
154,75 + 0,063 = ((273,09 – MD ) x 0,48) + MD
154,81 = 131,08 – 0,48MD + MD
0,47 MD = 23,72
MD = 50,48 gram
MC = 273,09 - MD
MC = 273,09 – 50,48
MC = 222,61 gram
F. Pengamatan
dan Pembahasan
1. Pengamatan Aktivitas Air
Jenis Nenas
|
Kadar Gula
|
Aktivitas Air
|
|
Sebelum
|
Sesudah
|
||
Muda
|
25%
|
0.7
|
0.76
|
50%
|
0.74
|
0.72
|
|
Setengah
matang
|
25%
|
0.72
|
0.69
|
50%
|
0.89
|
0.55
|
|
Matang
|
25%
|
0.74
|
0.83
|
50%
|
0.73
|
0.68
|
Pembahasan
Selai atau sering disebut juga “jam” merupakan makanan
semi padat yang berbahan dasar bubur buah dicampur dengan 35 – 45 bagian gula
dan dipanaskan sampai kandungan gulanya berkisar antara 50 – 65%. Pada dasarnya
semua jenis buah-buahan yang matang dapat diolah menjadi selai. Namun secara
komersial perlu diperhatikan selera konsumen sebelum mengolah buah menjadi
selai untuk tujuan komersial, karena tidak semua buah, setelah diolah,
mempunyai rasa yang disukai (Seafast,2012).
Pada praktikum, bahan yang digunakan adalah nenas dengan jenis nanas muda,
setengah matang, dan matang.
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa terjadi
penurunan aw pada selai nanas dengan penambahan kadar gula sampai 50% pada
jenis nanas muda, setengah matang, dan nanas matang. Pada jenis nanas muda dan
nanas matang dengan penambahan gula 25% terjadi peningkatan aw. Peningkatan aw
pada jenis nanas tersebut diduga diakibatkan karena pengukuran yang tidak
teliti karena prinsip pengawetan dengan penambahan gula dapat menurunkan aw suatu
bahan pangan. Penurunan aw disebabkan oleh adanya gula yang ditambahkan serta
pemanasan yang dilkukan saat proses pebuatan selai. Apabila gula ditambahkan ke
dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40% padatan
terlarut) sebagian dari air yang ada akan terikat dengan gula dan menurunkan aw
(Buckle dkk.,2009).
2. Pengamatan Tekstur
Jenis Nenas
|
Kadar Gula
|
Tekstur
|
|
Sebelum
|
Sesudah
|
||
Muda
|
25%
|
Cair
|
Gel
sedikit cair
|
50%
|
Cair
|
Gel
sedikit padat
|
|
Setengah
matang
|
25%
|
Cair
|
Gel
padat, lengket
|
50%
|
Cair
|
Gel
padat, lengket
|
|
Matang
|
25%
|
Cair
|
Gel
padat, lengket
|
50%
|
Cair
|
Gel
padat
|
Pembahasan
Berdasarkan data hasil pembuatan selai diatas diperoleh
hasil bahwa selai nanas setengah matang dan nanas matang dengan kandungan gula
25% dan 50% memiliki tekstur gel yang padat dan dan lengket jika dibandingkan
dengan selai yang dibuat dengan nanas muda yang memiliki gel yang sedikit cair
pada kadar gula 25% dan pada kadar gula 50% memiliki gel yang sedikit padat. Variasi kekentalan sesudah pemasakan dapat
disebabkan lamanya waktu pemasakan selai berbeda setiap perlakuan. Jika waktu
pemasakan terlalu lama akan terjadi hidrolisis pektin dan menghasilkan gel yang
kental dan keras sedangkan jika terlalu cepat selai yang dihasilkan tidak
terlalu kental. Selain itu, banyak atau sedikitnya gula yang ditambahkan akan
mempengaruhi tekstur selai karena gula mempunyai fungsi sebagai pembentuk
struktur 3 dimensi. Proporsi dari gula yang ditambahkan harus tepat agar dapat
menghasilkan selai dengan tekstur yang lunak (Karseno dan Retno Setyawati,
2013).
Pemberian kadar gula yang terlalu rendah dapat
menyebabkan gel yang dihasilkan kurang kuat atau encer, sedangkan pemberian
kadar gula yang terlalu tinggi menyebabkan gel yang dihasilkan lebih keras,
sehingga dibutuhkan penambahan kadar gula yang sesuai agar terbentuk gel yang
plastis. Pada nanas muda yang terkandung adalah protopektin yang
dapat membuat tekstur gel menjadi keras, namun penambahan gula dapat
meningkatkan kemampuan pektin dalam membentuk tekstur gel dimana pemberian
konsentrasi gula yang lebih tinggi menyebabkan tekstur lebih kental/keras oleh
karena itu dengan penambahan kadar gula 50% teksturnya kental dan tidak berair
(Rahayu, 2008).
Pektin yang ada pada nenas matang telah terhidrolisis
menjadi asam galakturonat yang menyebabkan selai yang dihasilkan akan cenderung
menggumpal dan memiliki daya oles yang rendah. Selain itu, penambahan gula yang
cukup tinggi juga dapat menyebabkan selai yang terbentuk semakin kental karena
gula berfungsi sebagai pengikat air pada pembuatan selai (Ikhwal dkk., 2014).
3. Pengamatan Warna
Jenis Nanas
|
Kadar Gula
|
Warna
|
||||||
L*
|
a*
|
b*
|
||||||
sebelum
|
sesudah
|
sebelum
|
sesudah
|
sebelum
|
sesudah
|
|||
Muda
|
25%
|
70.7
|
61.26
|
-3.57
|
-2.06
|
38.3
|
32.63
|
|
50%
|
72.83
|
53.73
|
-4.133
|
-0.5
|
33.67
|
29.63
|
||
Setengah
matang
|
25%
|
69
|
46.93
|
-1.033
|
4.8
|
48.23
|
29.97
|
|
50%
|
73.9
|
40.9
|
-2.9
|
3.56
|
52.83
|
22.43
|
||
Matang
|
25%
|
68.2
|
46.53
|
-0.57
|
4.26
|
50.67
|
24.76
|
|
50%
|
66.43
|
51,5
|
-1.5
|
11.4
|
49.4
|
40
|
||
Pembahasan
Pada nanas muda dengan kadar gula 25% sesudah dimasak memiliki nilai L=61,26;
a=-2,06, b=32,63, sedangkan kadar gula 50% sesudah dimasak memiliki nilai
L=53,73; a=-0,5; b=29,63. Pada nanas setengah matang dengan kadar gula 25%
sesudah dimasak memiliki nilai L=46,93; a= 4,8; b=29,97, sedangkan pada kadar
gula 50% sesudah dimasak memiliki nilai L= 40,9; a= 3,56; b= 22,43. Pada nanas
matang dengan kadar gula 25% sesudah dimasak memiliki nilai L=46,53; a= 4,26;
b= 24,76, sedangkan pada kadar gula 50% memiliki nilai L= 51,5; a= 11,4, b= 40.
Berdasarkan hasil data tersebut bahwa konsentrasi gula dapat mempengaruhi
kecerahan dari nanas tersebut, dimana nanas dengan kadar gula 50% memiliki
nilai L yang fluktuatif dibandingkan dengan nilai L kadar gula 25%.
Proses pembuatan selai menggunakan gula akan menurunkan
tingkat kecerahan, karena pigmen pada buah-buahan yang ada pada slurry nanas akan terdegradasi pada saat
proses pemanasan. Pigmen yang banyak
terdapat dalam buah nanas yaitu karoten dan santofil. Kandungan karoten dalam
buah nanas lebih besar dibandingkan santofil. Kedua pigmen tersebut berperan
dalam memberikan warna khas pada buah nanas, yaitu kekunigan (Puspita C.P.,
2012).
Selain
adanya degradasi pigmen, hilangnya kecerahan pada selai nanas juga diakibatkan
karena adanya reaksi karamelisasi yang terjadi pada gula yang ditambahkan pada
selai tersebut. Pada saat pemanasan berlangsung, molekul-molekul gula lama
kelamaan akan membentuk suatu molekul-molekul gula yang lebih kecil yang
disebut dengan polimer sebagai pemberi warna kecoklatan. Warna kecoklatan
tersebut yang akhirnya memberikan efek penurunan kecerahan pada produk selai
nanas (Cahyadi M., 2010).
4. Pengamatan Kadar Air
Jenis Nenas
|
Kadar Gula
|
brix
|
|
Sebelum
|
Sesudah
|
||
Muda
|
25%
|
11
|
32
|
50%
|
10
|
48
|
|
Setengah matang
|
25%
|
14
|
48
|
50%
|
14
|
54
|
|
Matang
|
25%
|
16
|
52
|
50%
|
16
|
52
|
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan nilai derajat brix sesudah
pemanasan pada nenas muda, nenas setengah matang dan nenas matang dengan kadar
gula masing-masing adalah 25% dan 50%, memiliki nilai derajat brix yang
meningkat. Pada nenas muda dengan kadar gula 25% nilai derajat brix awal adalah
11 sesudah pemasakan menjadi 32. Sedangkan pada kadar 50% nilai brix awal
adalah 10 menjadi 48. Pada nenas setengah matang dengan kadar gula 25% nilai
derajat brix awal adalah 14 sesudah pemasakan menjadi 48 dan kadar gula 50%
nilai brix awal 14 sesudah pemasakan menjadi 54. Pada nenas matang dengan kadar
gula 25% nilai brix awal adalah 16 sesudah pemasakan menjaadi 52 kemudian
dengan kadar gula 50% nilai brix awal adalah 16 sesudah pemasakan menjadi 52.
Dari data-data tersebut menunjukan bahwa nenas muda, setengah matang dengan
kadar gula 50% memiliki derajat brix yang lebih tinggi, kecuali pada nenas
matang dengan kadar gula 25% dan 50% yang memiliki nilai brix yang sama, yaitu
52.
Derajat brix menyatakan banyaknya jumlah gula yang
terdapat dalam suatu larutan. 1 derajat brix sama dengan 1 gram gula yang
terdapat pada 100 gram larutan atau 100 ml larutan. Pengecekan derajat brix
dilakukan untuk mengendalikan tingkat kemanisan pada minuman atau makanan.
Semakin kecil kandungan air bahan, maka tingkat derajat brix bahan tersebut
akan semakin tinggi. Bila tingkat derajat brix terlalu tinggi maka tingkat
kemanisan akan bertambah sehingga mempengaruhi rasa (Siburian S,. 2015). Glukosa
dan fruktosa mempunyai kelarutan yang sangat besar, dengan semakin tingginya
konsentrasi asam sitrat dan gula maka glukosa dan fruktosa (gula reduksi) yang
terbentuk semakin tinggi, sehingga jumlah gula yang terlarut semakin banyak hal
ini menyebabkan total padatan terlarut yang ada dalam selai semakin meningkat
(Winarno, 2008),
5.
Pengamatan Penampakan
Jenis Nenas
|
Kadar Gula
|
Daya oles (cm)
|
kenampakan
|
Muda
|
25%
|
5.8
|
Terlalu
encer. kurang baik, warna kuning
|
50%
|
5.4
|
Terlalu
kental, kuning sedikit terang
|
|
Setengah
matang
|
25%
|
6.3
|
Terlalu
kental, kuning lebih gelap
|
50%
|
6.2
|
Sangat
kental, kuning gelap
|
|
Matang
|
25%
|
7
|
Sangat
kental, emas kecoklatan
|
50%
|
5.7
|
Warna
keemasan, lebih solid
|
Pembahasan
Penampakan secara visual nanas muda kadar gula 25%
sesudah dimasak memiliki warna kuning dan terlalu encer, sedangkan kadar gula
50% memiliki warna kuning terang dengan tekstur terlalu kental. Pada nanas
setengah matang kadar gula 25% dan 50% sesudah dimasak memiliki warna kuning
gelap dengan tekstur sangat kental. Pada nanas matang dengan kadar gula 25%
memiliki warna emas kecoklatan sangat kental dan pada kadar gula 50% memiliki
warna kuning keemasan denan tekstur
sangat padat.
Pigmen yang banyak terdapat dalam buah nanas yaitu
karoten dan santofil. Kandungan karoten dalam buah nanas lebih besar
dibandingkan santofil. Kedua pigmen tersebut berperan dalam memberikan warna
khas pada buah nanas, yaitu kekunigan (Puspita C.P., 2012). Pada buah nanas
yang muda menghasilkan warna yang lebih cerah dibandingkan dari buah yang
setengah matang dan matang. Adanya perubahan warna menjadi lebih gelap juga
disebabkan oleh proses pemanasan sehingga terjadi reaksi karamelisasi akibat
gula yang dipanaskan. Karamelisasi yang merupakan akibat dari gula yang
dipanaskan oleh karena itu penambahan gula yang lebih tinggi menghasilkan warna
yang lebih gelap (Lisdiana, 2007).
Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh, nanas setengah matang memiliki
daya oles yang paling baik. Pada nanas setengah matang dengan kadar gula 25%
memiliki daya oles 6,3 cm dan kadar gula 50% memiliki daya oles 6,2 cm. Daya
oles terendah ada pada nanas muda dengan kadar gula 50%. Tetapi pada uji daya
oles, nenas matang dengan kadar gula 50% memiliki nilai daya oles 5,7,
sedangkan pada nanas matang kandungan 25% mempunyai nilai daya oleh 7, lebih
tinggi daridapa nanas muda dan setengah matang. Terbentuknya
gel selama proses pengolahan buah sangat tergantung pada kandungan pektin dalam
bubur buah. Hal ini tidak semestinya terjadi
karena, nanas setengah matang memiliki kandungan pektin yang cukup tinggi,
dimana masih terdapat kandungan enzim metil esterase yang dapat menghidrolisis
protopektin menjadi pektin sehingga menhasilkan selai yang plastis dan memiliki
daya oles yang baik. Selain itu keasaman dan gula yang ditambahkan
sangat menentukan mutu gel yang terbentuk (Seafast, 2012).
Nilai rata-rata yang diperoleh, nanas setengah matang memiliki daya oles
yang paling baik. Hal tersebut menunjukan bahwa pada nenas setengah matang
terbentuk gel yang cukup baik dibandingkan nenas muda dan nanas matang. Pada nenas setengah matang komposisi
gula, asam sitrat, dan pektin berada dalam keseimbangan yang sesuai sehingga
tekstur selai cukup baik. Karena apabila gula terlalu sedikit, selai akan
menjadi lembek sedangkan bila gula terlalu banyak, selai akan keras. Penambahan
gula yang baik sangat penting untuk memperoleh tekstur, penampakan dan flavor
yang baik (Sundari, 2010).
G. Analisa Sensori
1. Data
Analisa Sensoris Atribut Kenampakan
Panelis
|
Sampel 1 (243)
|
Sampel 2
(173)
|
Sampel 3
(915)
|
Sampel 4
(416)
|
Sampel 5
(145)
|
Sampel 6
(312)
|
1
|
1
|
5
|
2
|
3
|
5
|
6
|
2
|
2
|
4
|
4
|
5
|
5
|
4
|
3
|
2
|
4
|
3
|
6
|
3
|
4
|
4
|
3
|
6
|
5
|
6
|
5
|
5
|
5
|
1
|
6
|
5
|
5
|
3
|
2
|
6
|
4
|
6
|
3
|
4
|
6
|
5
|
7
|
2
|
5
|
5
|
4
|
4
|
6
|
8
|
3
|
6
|
2
|
6
|
6
|
5
|
9
|
1
|
7
|
3
|
7
|
6
|
2
|
10
|
1
|
5
|
3
|
4
|
5
|
3
|
11
|
6
|
6
|
4
|
5
|
4
|
5
|
12
|
1
|
4
|
2
|
6
|
3
|
5
|
13
|
1
|
6
|
1
|
6
|
4
|
6
|
14
|
3
|
6
|
4
|
5
|
6
|
4
|
15
|
4
|
4
|
6
|
3
|
2
|
3
|
Rata-rata
|
2,3
|
5,3
|
3,5
|
5,0
|
4,5
|
4,3
|
2. Data
Analisa Sensoris Atribut Aroma
Panelis
|
Sampel 1 (243)
|
Sampel 2
(173)
|
Sampel 3
(915)
|
Sampel 4
(416)
|
Sampel 5
(145)
|
Sampel 6
(312)
|
1
|
1
|
5
|
3
|
3
|
4
|
5
|
2
|
6
|
5
|
4
|
5
|
6
|
4
|
3
|
3
|
3
|
3
|
5
|
4
|
6
|
4
|
2
|
3
|
4
|
4
|
4
|
5
|
5
|
2
|
5
|
4
|
4
|
3
|
3
|
6
|
4
|
5
|
4
|
4
|
5
|
5
|
7
|
5
|
3
|
4
|
5
|
5
|
4
|
8
|
3
|
4
|
4
|
6
|
4
|
6
|
9
|
3
|
5
|
5
|
5
|
2
|
2
|
10
|
4
|
5
|
4
|
5
|
2
|
3
|
11
|
5
|
6
|
4
|
6
|
6
|
6
|
12
|
4
|
5
|
5
|
5
|
4
|
3
|
13
|
5
|
2
|
2
|
4
|
3
|
4
|
14
|
4
|
5
|
4
|
5
|
5
|
5
|
15
|
6
|
5
|
4
|
4
|
3
|
2
|
Rata-rata
|
3,8
|
4,4
|
3,9
|
4,7
|
4,0
|
4,2
|
3. Data
Analisa Sensoris Atribut Rasa
Panelis
|
Sampel 1 (243)
|
Sampel 2
(173)
|
Sampel 3
(915)
|
Sampel 4
(416)
|
Sampel 5
(145)
|
Sampel 6
(312)
|
1
|
2
|
6
|
5
|
3
|
2
|
5
|
2
|
5
|
6
|
4
|
5
|
2
|
5
|
3
|
3
|
2
|
2
|
4
|
5
|
3
|
4
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
3
|
5
|
3
|
6
|
3
|
5
|
5
|
2
|
6
|
3
|
6
|
3
|
3
|
5
|
4
|
7
|
3
|
4
|
1
|
3
|
5
|
5
|
8
|
5
|
7
|
3
|
6
|
6
|
7
|
9
|
5
|
5
|
6
|
7
|
3
|
5
|
10
|
4
|
5
|
4
|
6
|
2
|
7
|
11
|
6
|
6
|
5
|
6
|
6
|
6
|
12
|
4
|
5
|
5
|
2
|
2
|
3
|
13
|
4
|
5
|
1
|
6
|
2
|
2
|
14
|
3
|
5
|
6
|
6
|
5
|
5
|
15
|
6
|
7
|
5
|
5
|
4
|
4
|
Rata-rata
|
4,1
|
5,3
|
3,9
|
4,8
|
3,9
|
4,4
|
4. Data
Analisa Sensoris Atribut Mouthfeel
Panelis
|
Sampel 1 (243)
|
Sampel 2
(173)
|
Sampel 3
(915)
|
Sampel 4
(416)
|
Sampel 5
(145)
|
Sampel 6
(312)
|
1
|
2
|
4
|
3
|
2
|
2
|
3
|
2
|
4
|
5
|
3
|
5
|
1
|
5
|
3
|
2
|
3
|
4
|
4
|
3
|
4
|
4
|
3
|
5
|
3
|
5
|
2
|
3
|
5
|
6
|
7
|
7
|
6
|
6
|
4
|
6
|
3
|
5
|
3
|
3
|
3
|
5
|
7
|
2
|
3
|
2
|
3
|
3
|
6
|
8
|
5
|
7
|
3
|
5
|
2
|
5
|
9
|
6
|
5
|
3
|
7
|
2
|
3
|
10
|
2
|
5
|
3
|
5
|
2
|
2
|
11
|
6
|
5
|
5
|
6
|
5
|
2
|
12
|
4
|
5
|
3
|
3
|
2
|
3
|
13
|
2
|
7
|
1
|
6
|
1
|
2
|
14
|
3
|
6
|
6
|
7
|
6
|
5
|
15
|
6
|
5
|
4
|
3
|
2
|
3
|
Rata-rata
|
3,7
|
5,1
|
3,5
|
4,7
|
2,8
|
3,7
|
5. Data
Analisa Sensoris Atribut Finger feel
Panelis
|
Sampel 1 (243)
|
Sampel 2
(173)
|
Sampel 3
(915)
|
Sampel 4
(416)
|
Sampel 5
(145)
|
Sampel 6
(312)
|
1
|
1
|
5
|
3
|
3
|
2
|
5
|
2
|
3
|
5
|
6
|
6
|
2
|
3
|
3
|
1
|
5
|
4
|
4
|
3
|
4
|
4
|
3
|
5
|
5
|
5
|
3
|
5
|
5
|
3
|
6
|
3
|
5
|
5
|
4
|
6
|
3
|
5
|
3
|
3
|
4
|
6
|
7
|
2
|
5
|
5
|
5
|
3
|
5
|
8
|
5
|
6
|
4
|
6
|
3
|
6
|
9
|
3
|
6
|
4
|
7
|
1
|
3
|
10
|
2
|
4
|
3
|
5
|
2
|
2
|
11
|
6
|
5
|
5
|
6
|
3
|
3
|
12
|
3
|
3
|
3
|
4
|
3
|
2
|
13
|
3
|
6
|
5
|
5
|
1
|
6
|
14
|
4
|
6
|
5
|
6
|
3
|
4
|
15
|
2
|
3
|
5
|
3
|
6
|
5
|
Rata-rata
|
2,9
|
5,0
|
4,2
|
4,9
|
2,9
|
4,2
|
Keterangan:
Nanas muda 25%
(243)
50% (915)
Setengah matang 25% (416)
50% (173)
Nanas matang 25%
(312)
50%
(145)
Pembahasan
:
Uji sensoris dilakukan untuk mengetahui seberapa dekat
atribut mutu yang terdapat pada produk dengan mutu yang ditargetkan. Salah satu
uji sensori yang dapat dilakukan adalah uji hedonik, yaitu uji yang dilakukan
pada suatu atribut produk berdasarkan sifat subjektif dari panelis. Dengan
dipadupadankan pada skala hedonik. Pada selai buah nenas dengan perlakuan
perbedaan tingkat kematangan dan perbedaan konsentrasi gula dilakukan uji
hedonik dengan 5 atribut mutu yang dinilai, yaitu kenampakan, aroma, rasa, mouthfeel dan fingerfeel.
Berdasarkan hasil rekapitulasi uji hedonik dengan
parameter mutu kenampakan, didapatkan hasil rata-rata tertinggi yaitu pada
sampel dengan kode 173, yaitu nenas setengah matang dengan kadar gula 25%. Para
panaelis menilai sampel dengan kode 173 memiliki kenampakan yang cukup baik
dengan penjabaran masing-masing nomor skala (1= Sangat kurang, 2= Kurang, 3=
Agak kurang, 4= Netral, 5= Cukup baik, 6= Baik, 7= Sangat baik). Dengan kata
lain, sampel 173 memiliki kenampakan kuning emas agak kecoklatan dan sedikit
air keluar dari selai yang disukai oleh panelis. Sedangkan hasil rata-rata
terendah terdapat pada sampel 243 dengan nilai 2,3. Hal ini menunjukan bahwa
pada sampel 243 (nenas muda dengan kadar gula 25%) memiliki kenampakan yang kurang.
Nenas muda masih mengandung prortopektin yang memiliki sifat pembentuk gel
sangat lemah sehingga sampel 243 terlihatt agak berair.
Berdasarkan hasil rekapitulasi uji hedonik dengan
parameter mutu aroma, didapatkan hasil rata-rata tertinggi yaitu pada sampel
dengan kode 416, yaitu nenas setengah matang dengan kadar gula 25%. Para
panaelis menilai sampel dengan kode 416 memiliki aroma yang cukup baik. Dengan
kata lain, sampel 416 memiliki aroma khas selai (tidak mentah), sedikit
beraroma karamel yang disukai oleh panelis. Sedangkan hasil rata-rata terendah
terdapat pada sampel 243 dengan nilai 3,7. Hal ini menunjukan bahwa pada sampel
243 (nenas muda dengan kadar gula 25%) memiliki kenampakan yang netral.
Berdasarkan hasil rekapitulasi uji hedonik dengan
parameter mutu rasa, didapatkan hasil rata-rata tertinggi yaitu pada sampel
dengan kode 173, yaitu nenas setengah matang dengan kadar gula 50% dengan nilai
5,3. Para panaelis menilai sampel dengan kode 173 memiliki rasa yang cukup
baik. Dengan kata lain, sampel 173 memiliki rasa yang tidak terlalu pahit
karena karamelisasi dan adanya aftertaste yang disukai oleh sebagian panelis.
Sedangkan hasil rata-rata terendah terdapat pada sampel 915 (nenas muda dengan
kadar gula 50%) dan sampel 145 (nanas muda dengan kadar gula 50%) memiliki
nilai yang sama, yaiyu 3,7. Hal ini menunjukan bahwa pada sampel 243 (nenas
matang dengan kadar gula 25%) memiliki rasa yang kurang sesuai dengan sebagian
panelis.
Berdasarkan hasil rekapitulasi uji hedonik dengan
parameter mutu mouthfeel, didapatkan
hasil rata-rata tertinggi yaitu pada sampel dengan kode 173, yaitu nenas
setengah matang dengan kadar gula 50% dengan nilai 5,1. Para panaelis menilai
sampel dengan kode 173 memiliki mouthfeel
yang cukup baik. Mouthfeel
merupakan kesan yang ditimbulkan saat suatu produk masuk kedalam mulut. Dalam
hal selai nenas mouthfeel yang
dinilai meliputi kelembutan selai yang dihasilkan. Dengan kata lain, sampel 173
memiliki kelembutan serat yang cukup baik dan disukai oleh panelis. Sedangkan
hasil rata-rata terendah terdapat pada sampel 145 dengan nilai 2,8. Hal ini
menunjukan bahwa pada sampel 145 (nenas matang dengan kadar gula 50%) memiliki
kelembutan selai yang kurang.
Berdasarkan hasil rekapitulasi uji hedonik dengan
parameter mutu fingerfeel, didapatkan
hasil rata-rata tertinggi yaitu pada sampel dengan kode 173, yaitu nenas
setengah matang dengan kadar gula 50% dengan nilai 5,0. Para panaelis menilai
sampel dengan kode 173 memiliki fingerfeel
yang cukup baik. fingerfeel
merupakan kesan yang ditimbulkan saat ujung jari mulai mengambil selai nenas.
Dengan kata lain, sampel 173 memiliki tekstur yang baik dan tidak terlalu
putus-outus saat diambil dengan ujung jari dan disukai oleh panelis. Sedangkan
hasil rata-rata terendah terdapat pada sampel 145 dengan nilai 2,9 dan sampel
243 dengan nilai 2,9. Hal ini menunjukan bahwa pada sampel 243 (nenas muda
dengan kadar gula 25%) memiliki tekstur yang kurang baik.
H.
Pertanyaan
1. Apa
fungsi menvariasikan kematangan nenas pada praktikum ini?
Karena dengan tingkat kematangan yang berbeda akan
mempengaruhi tekstur, warna, pH, kadar air, serta daya oles selai. Buah nanas
sendiri memperoleh karakteristik produk pembentuk selai karena mengandung
senyawa pektin dimana ketersedian jumlah pektin tersebut dipengaruhi oleh
tingkat kematangan buah. Pada buah yang mentah mengandung protopektin atau
polimer dari metil galakturonat dimana terdapat gugus karboksil yang mengalami
esterifikasi dan tidak larut air sehingga gel yang dihasilkan keras. Sedangkan
pada buah yang setengah matang mengandung pektin/asam pektinat dimana terdapat
gugus karboksil yang larut air dan gugus metil yang tidak larut air sehingga
gel yang terbentuk merata dan gel plastis dan tidak mudah putus. Pada buah yang
matang mengandung asam pektat atau polimer dari asam galakturonat dengan ester
metil dimana gugus tersebut larut air sehingga daya olesnya mudah putus (Yulistiani dkk., 2013).
2. Apa
fungsi menvariasikan kadar gula pada praktikum ini?
Untuk mengetahui banyaknya kadar gula yang dibutuhkan
dalam pembuatan selai karena jumlah kadar gula yang ditambahkan pada pengolahan
selai akan memepengaruhi tekstur yang terbentuk, penampakan, dan flavor pada
selai. Proporsi dari gula yang ditambahkan harus tepat agar
dapat menghasilkan selai dengan tekstur yang lunak. Banyak atau sedikitnya gula yang ditambahkan akan
mempengaruhi tekstur selai karena gula mempunyai fungsi sebagai pembentuk
struktur 3 dimensi. (Karseno dan Retno Setyawati, 2013). Warna yang dihasilkan pun lebih gelap diakibatkan adanya
karamelisasi yang berlebihan. Selain itu gula yang ditambahkan pada proses
pembuatan selai berpengaruh terhadap keseimbangan pektin dan air yang ada dan
menghilangkan kemantapan pektin. Pemberian
kadar gula yang terlalu rendah dapat menyebabkan gel yang dihasilkan kurang
kuat atau encer, sedangkan pemberian kadar gula yang terlalu tinggi menyebabkan
gel yang dihasilkan lebih keras, sehingga dibutuhkan penambahan kadar gula yang
sesuai agar terbentuk gel yang plastis. Pada
nanas muda yang terkandung adalah protopektin yang dapat membuat tekstur gel
menjadi keras, namun penambahan gula dapat meningkatkan kemampuan pektin dalam
membentuk tekstur gel dimana pemberian konsentrasi gula yang lebih tinggi
menyebabkan tekstur lebih kental/keras oleh karena itu dengan penambahan kadar
gula 50% teksturnya kental dan tidak berair (Rahayu, 2008).
3. Mengapa
variasi kadar gula mempengaruhi:
a.
Tekstur
selai
Proporsi dari gula
yang ditambahkan harus tepat agar dapat menghasilkan selai dengan tekstur yang
lunak (Karseno dan Retno Setyawati, 2013).Pemberian
kadar gula yang terlalu rendah dapat menyebabkan gel yang dihasilkan kurang
kuat atau encer, sedangkan pemberian kadar gula yang terlalu tinggi menyebabkan
gel yang dihasilkan lebih keras, sehingga dibutuhkan penambahan kadar gula yang
sesuai agar terbentuk gel yang plastis. Pada
nanas muda yang terkandung adalah protopektin yang dapat membuat tekstur gel
menjadi keras, namun penambahan gula dapat meningkatkan kemampuan pektin dalam
membentuk tekstur gel dimana pemberian konsentrasi gula yang lebih tinggi
menyebabkan tekstur lebih kental/keras oleh karena itu dengan penambahan kadar
gula 50% teksturnya kental dan tidak berair (Rahayu, 2008).
b.
Warna
selai
Pigmen yang banyak terdapat dalam buah nanas yaitu
karoten dan santofil. Kandungan karoten dalam buah nanas lebih besar
dibandingkan santofil. Kedua pigmen tersebut berperan dalam memberikan warna
khas pada buah nanas, yaitu kekunigan (Puspita C.P., 2012).Selain adanya
degradasi pigmen, hilangnya kecerahan pada selai nanas juga diakibatkan karena
adanya reaksi karamelisasi yang terjadi pada gula yang ditambahkan pada selai
tersebut. Pada saat pemanasan berlangsung, molekul-molekul gula lama kelamaan
akan membentuk suatu molekul-molekul gula yang lebih kecil yang disebut dengan
polimer sebagai pemberi warna kecoklatan. Warna kecoklatan tersebut yang
akhirnya memberikan efek penurunan kecerahan pada produk selai nanas (Cahyadi
M., 2010).
c.
Aktivitas
air
Penambahan gula dapat mengikat air pada
produk sehingga dapat mengurangi aktivitas air pada produk. Penurunan aktivitas
air pada produk ini dapat menghambat perumbuhan mikroba pada selai. Sehingga
semakin tinggi penambahan gula maka air yang terikat semakin besar dan
menurunkan aktivitas air. Penurunan aw disebabkan
oleh adanya gula yang ditambahkan serta pemanasan yang dilkukan saat proses
pebuatan selai. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam
konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut) sebagian dari air
yang ada akan terikat dengan gula dan menurunkan aw (Buckle dkk.,2009).
d. 0Brix
Derajat brix menyatakan banyaknya jumlah gula yang
terdapat dalam suatu larutan. 1 derajat brix sama dengan 1 gram gula yang
terdapat pada 100 gram larutan atau 100 ml larutan. Pengecekan derajat brix
dilakukan untuk mengendalikan tingkat kemanisan pada minuman atau makanan.
Semakin kecil kandungan air bahan, maka tingkat derajat brix bahan tersebut
akan semakin tinggi. Bila tingkat derajat brix terlalu tinggi maka tingkat
kemanisan akan bertambah sehingga mempengaruhi rasa (Siburian S,. 2015).
Glukosa dan fruktosa mempunyai kelarutan yang sangat besar, dengan semakin
tingginya konsentrasi asam sitrat dan gula maka glukosa dan fruktosa (gula
reduksi) yang terbentuk semakin tinggi, sehingga jumlah gula yang terlarut
semakin banyak hal ini menyebabkan total padatan terlarut yang ada dalam selai
semakin meningkat (Winarno, 2008).
e.
Penampakan
selai
Penampakan yang dihasilkan selai tergantung juga pada warna
awal sluri dimana pada buah yang masih muda tidak secerah pada buah yang
setengah matang maupun yang matang. Pigmen
yang banyak terdapat dalam buah nanas yaitu karoten dan santofil. Kandungan
karoten dalam buah nanas lebih besar dibandingkan santofil. Kedua pigmen
tersebut berperan dalam memberikan warna khas pada buah nanas, yaitu kekunigan
(Puspita C.P., 2012). Pada buah nanas yang muda menghasilkan warna yang lebih
cerah dibandingkan dari buah yang setengah matang dan matang. Adanya perubahan
warna menjadi lebih gelap juga disebabkan oleh proses pemanasan sehingga
terjadi reaksi karamelisasi akibat gula yang dipanaskan. Karamelisasi yang
merupakan akibat dari gula yang dipanaskan oleh karena itu penambahan gula yang
lebih tinggi menghasilkan warna yang lebih gelap (Lisdiana, 2007).
4. Mengapa
variasi kematangan nenas mempengaruhi:
a.
Tekstur
selai
Karena tingkat kematangan yang
berbeda-beda akan mempengaruhi tekstur selai yang dihasilkan hal ini dikarenakan kandungan pektinnya yang
berbeda. Pada buah yang mentah mengandung protopektin atau polimer dari metil
galakturonat dimana terdapat gugus karboksil yang mengalami esterifikasi dan
tidak larut air sehingga gel yang dihasilkan lemah. Sedangkan pada buah yang
setengah matang mengandung pektin/asam pektinat dimana terdapat gugus karboksil
yang larut air dan gugus metil yang tidak larut air sehingga gel yang terbentuk
merata dan gel plastis. Pada
buah yang matang mengandung asam pektat atau polimer dari asam galakturonat
dengan ester metil dimana gugus tersebut larut air sehingga gelnya kuat dan
menggumpal. Pektin yang ada pada
nenas matang telah terhidrolisis menjadi asam galakturonat yang menyebabkan
selai yang dihasilkan akan cenderung menggumpal dan memiliki daya oles yang
rendah. Selain itu, penambahan gula yang cukup tinggi juga dapat menyebabkan
selai yang terbentuk semakin kental karena gula berfungsi sebagai pengikat air
pada pembuatan selai (Ikhwal dkk., 2014).
b.
Warna
selai
Karena
pada tingkat kematangan yang berbeda warna awal buah yang diperoleh pun
berbeda. Pada
buah yang masih muda dihasilkan warna yang pucat karena tingkat kematangan yang
masih rendah dan begitu seterusnya pada tingkat kematangan setengah matang
serta matang dimana terjadi peningkatan warna. Dari ketiga tingkat
kematangan buah tersebut diperoleh warna yang paling baik pada buah yang
setengah matang karena warna awalnya tidak terlalu pucat dan tidak terlalu
cerah sehingga ketika pemanasan warna akhir yang dihasilkan akibat karamelisasi
tidak terlalu gelap. Warna pada selai dapat dipengaruhi
oleh pectin yang peka terhadap penurunan pH. Secara visual, perubahan warna yang paling baik terjadi
pada nenas setengah matang yaitu kuning keemasan.Warna kuning kecoklatan
menandakan selai telah mengalami browning karena pektin dan gula (sukrosa) yang
terkena panas serta
(Winarno, 2008).
c.
Aktivitas
air
Pada
tingkat kematangan yang berbeda-beda dapat mempengaruhi aktivitas air. Pektin yang ada pada nenas matang telah terhidrolisis
menjadi asam galakturonat yang menyebabkan selai yang dihasilkan akan cenderung
menggumpal dan memiliki daya oles yang rendah. Selain itu, penambahan gula yang
cukup tinggi juga dapat menyebabkan selai yang terbentuk semakin kental karena
gula berfungsi sebagai pengikat air pada pembuatan selai (Ikhwal dkk., 2014). Pada nenas setengah matang komposisi
gula, asam sitrat, dan pektin berada dalam keseimbangan yang sesuai sehingga
tekstur selai cukup baik. Karena apabila gula terlalu sedikit, selai akan
menjadi lembek sedangkan bila gula terlalu banyak, selai akan keras. Penambahan
gula yang baik sangat penting untuk memperoleh tekstur, penampakan dan flavor
yang baik (Sundari, 2010).
d.
0Brix
Pada nenas muda nilai brix tanpa penambahan gula lebih kecil dibandingkan
nenas setengah matang. Sedangkan nenas setengah matang memiliki nilai brix yang
lebih kecil dibandingkan dengan nenas matang. Hal ini disebabkan kandungan
polisakarida dalam nenas yang masih muda belum terhidrolisis atau terpeceah
menjadi monosakarida oleh enzim dididalam buah nenas. Semakin tinggi kandungan
monosakarida atau gula sederhana dalam nenas maka akan semakin manis dan
meningkatkan padatan terlarut meskipun tidak ditambahkan gula dari luar (Sundari
dan Koman 2010).
e.
Penampakan
selai
Penampakan yang dihasilkan selai
tergantung juga pada warna awal sluri dimana pada buah yang masih muda tidak
secerah pada buah yang setengah matang maupun yang matang. Adanya perubahan
warna menjadi lebih gelap juga disebabkan oleh proses pemanasan sehingga
terjadi reaksi karamelisasi akibat gula yang dipanaskan. Karamelisasi yang
merupakan akibat dari gula yang dipanaskan oleh karena itu penambahan gula yang
lebih tinggi menghasilkan warna yang lebih gelap. Nanas dengan kematangan
yang tepat memiliki kandungan pektin yang lebih tinggi dibandingkan buah yang
matang yang akan menghasilkan selai yang sangat kental dan kaku. Nanas setengah
matang terdapat aktivitas enzim metil esterase yang menghidrolisis protopektin
menjadi pektin sehingga menghasilkan selai yang plastis dan daya oles yang
baik. Pigmen yang banyak terdapat dalam buah nanas yaitu karoten dan santofil.
Kandungan karoten dalam buah nanas lebih besar dibandingkan santofil. Kedua
pigmen tersebut berperan dalam memberikan warna khas pada buah nanas, yaitu
kekunigan (Puspita C.P., 2012). Pada buah nanas yang muda menghasilkan warna yang lebih
cerah dibandingkan dari buah yang setengah matang dan matang. Adanya perubahan
warna menjadi lebih gelap juga disebabkan oleh proses pemanasan sehingga
terjadi reaksi karamelisasi akibat gula yang dipanaskan. Karamelisasi yang
merupakan akibat dari gula yang dipanaskan oleh karena itu penambahan gula yang
lebih tinggi menghasilkan warna yang lebih gelap (Lisdiana, 2007).
5. Apa fungsi pemasakan pada
proses pembuatan selai?
Pemasakan bertujuan membuat campuran
gula dan bubur nanas menjadi homogen dan mencegah menjadi pekat. Di samping
itu, pemanasan juga bertujuan untuk menghasilkan cita rasa yang baik dan untuk
memperoleh struktur gel. Pemasakan yang berlebihan akan menyebabkan selai
menjadi keras dan kental, sedangkan jika pemanasan kurang akan menghasilkan
selai yang encer. Pengentalan yang berlebihan pada selai akan mengakibatkan
penguapa asam,pemecahan pektin, serta kerusakan cita rasa dan warna. Selama pemasakan harus
dilakukan pengadukan agar campuran bahan selai menjadi homogen dan untuk
mencegah selai gosong. Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat menimbulkan
gelembung-gelembung yang dapat merusak tekstur dan penampakan akhir (Sundari D. Dan Koman, 2010)
6. Selain
gula, faktor apa yang juga berperan dalam pengawetan selai?
Beberapa faktor yang
mempengaruhi dalam pengawetan selai adalah pemanasan, penambahan asam dan juga
cara pengemasan selai itu sendiri. Pemanasan dilakukan selain untuk
menghomogenkan campuran pektin dan gula juga berfungsi untuk mengurangi mikroba
awal yang mungkin tumbuh pada slurri nanas. Selain itu penambahan asam yang menyebabkan pH
selai menjadi rendah menyebabkan sulitnya mikroba untuk hidup dan berkembang
biak pada selai sehingga produk selai menjadi awet. Kemudian pengemasan sebagai
tahapan akhir dari pembuatan selai memiliki pengaruh dalam pengawetan selai
dimana cara pengemasan yang baik dan benar, seperti vakum atupun menggunakan
metode Modified Atmospheric Packaging (MAP)
(Buckle et al., 2009).
KESIMPULAN
Pembuatan selai merupakan salah satu tehnik
pengawetan dengan gula. Tujuan dari pembuatan selai adalah menghasilkan daya
simpan produk lebih lama, mempunyai struktur dan tekstur tertentu seperti
membentuk matriks gel tiga dimensi pada selai, dan menaikkan nilai jual sebagai
bentuk diversifikasi produk. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pembuatan selai adalah kematangan buah, suhu, penambahan pektin
dari luar, gula, pH (keasaman) dan proses pemasakan. Parameter yang dilakukan pada praktikum pembuatan selai
berupa aktivitas air, tekstur, warna, derajat brix, penampakan dan daya oles
selai.
Berdasarkan
data hasil praktikum untuk aktivitas air penambahan
gula yang terlalu banyak akan menyebabkan tekstur selai menjadi keras dan kaku, sedangkan penambahan gula yang sedikit akan menyebabkan tekstur
selai menjadi encer. Kematangan buah nenas juga berpengaruh terhadap tekstur
selai, dimana buah nanas
yang terlalu muda akan menghasilkan tekstur yang encer, sedangkan buah nanas yang terlalu matang akan
menyebabkan buah menjadi kaku, sehingga
daya oles dari selai akan tidak baik. Warna dari selai juga dipengaruhi dari
kadar gula dan tingkat kematangan buah. Kadar gula yang terlalu tinggi akan
menyebabkan proses karamelisasi ketika dilakukan
proses pemasakan, sehingga warna selai akan menjadi
lebih gelap. apabila nanas yang digunakan terlalu tua atau terlalu muda maka
warna yang dihasilkan akan terlalu gelap dan pucat, sehingga penampakan selai
menjadi tidak menarik. Pada pembuatan selai dengan hasil yang baik dapat
menggunakan nenas setengah matang dengan kadar gula 50%. Hasil selai memiliki
tekstur tidak terlalu kental dan, Aw
yang rendah dan memiliki daya oles yang cukup baik. Namun memiliki warna yang yang hal ini disebabkan waktu
pemasakan selai yang terlalu lama.
DAFTAR
PUSTAKA
Buckle, dkk 2009. Ilmu
Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan
Pangan. Jakarta : PT Bumi Aksara
Fellows, P. 2008. Food
Processing Technology Principles and Practices. Cambridge: Woodheed Publishing Limited
Herman, T.F.
2009. Pengaruh Tingkat Pencampuran Terung Pyrus (Cyphomandra betacea Sendt)
dan Rumput Laut Dalam Pembuatan Selai Lembaran. Skripsi. Padang:
Universitas Andalas
Syahrumsyah, dkk. 2010.
Pengaruh Penambahan Karboksil Metil
Selulosa (CMC) dan Tingkat Kematangan Buah Nanas (Ananas comosus (L) Merr.)
Terhadap Mutu selai Nanas. Teknologi Hasil Pertanian. 6(1): 34-40
Tim TPC. 2012. Modul Pelatihan Pembuatan Jam.
Bali: Universitas
Udayana
Utomo, Febrian.2010. Tekper - Penggulaan. Medan: Universitas
Sumatera Utara
Widyanto, P.S. dan A.
Nelistya, 2009. Rosella Aneka Olahan, Khasiat dan Ramuan. Jakarta:
Penebar Swadaya
DAFTAR PUSTAKA
TAMBAHAN
Cahyadi M. 2010. Karbohidrat 2: Kemanisan, Pencoklatan, Reaksi Maillard. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret
Ikhwal, dkk. 2014. Pengaruh Konsentrasi Pektin dan Lama
Penyimpanan Terhadap Mutu Selai Nanas Lembaran. Ilmu dan Teknologi Pangan.
2(4): 61-70.
Karseno, Setyarawi R. 2013.
Karakteristik Selai Buah Pala: Pengaruh Proporsi Gula Pasir, Gula Kelapa dan
Nenas. Pembangunan Pedesaan. 13(2): 147-155
Lisdiana,
F. 2007. Membuat Aneka Selai.
Yogyakarta: Kanisius
Puspita C.P. 2012. Kualitas Fruitghurt Hasil Fermentasi Limbah
Nanas (Ananas Comosus) dengan Penambahan Lactobacillus Bulgaricus Pada
Konsentrasi yang berbeda. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Rahayu,
2008. Selai dan Jam (Jem) Buatan Sendiri.
http://www.warintek.net. Diakses pada Rabu, 10 April 2017
Santo A. S. Siburian. 2015. Pengaruh Downtime Shalat Jumat Terhadap Mutu
Produk Original Love Juice di PT Hale International, Bogor-Jawa Barat.
Tugas Akhir. Bogor(ID) Jurusan
Supervisor Jaminan Mutu Pangan, Diploma IPB
Seafast. 2012. Modul Pelatihan
Pembuatan Jam. Bali: Pusat Studi Ketahanan Pangan Universitas Udayana
Sundari D, Koman. 2010. Formulasi Selai Pisang Raja Bulu dengan
Tempe dan Daya Simpannya. PGM. 33(1): 93-101
Winarno, FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Yulistiani, dkk. 2013. Peran Pektin dan Sukrosa Pada Selai Ubi
Jalar Ungu. Jawa Timur: Universitas Pembangunan Nasional.
No comments:
Post a Comment