VII.
PENGGARAMAN
A. Pre-lab
1.
Apa yang dimaksud dengan
penggaraman?
Penggaraman
adalah suatu proses pengolahan pengawetan dengan menggunakan penambahan garam
dalam konsentrasi tinggi yang dapat menghambat kegiatan mikroorganisme pada
suatu produk. Penggunaan garam dilakukan untuk mengawetkan dan menyamarkan
kerusakan yang dapat terjadi pada bahan pangan. Secara umum proses
penggaraman terdiri atas dua tahap, yaitu penggaraman dan pengeringan
(Tjahjadi, 2011).
|
2.
Sebutkan prinsip penggaraman!
Penggaraman
mempunyai fungsi untuk mengawetkan karena kadar garam yang tinggi
menghasilkan tekanan osmotik dan kadar air yang rendah (Estiasih, 2014). Kadar garam
yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam mati. Kondisi
selektif ini memungkinkan mikroorganisme yang tahan garam dapat tumbuh. Pengolahan
dengan garam biasanya merupakan kombinasi dengan pengolahan yang lain seperti
fermentasi (Estiasih, 2009).
Garam akan menciptakan akan menciptakan suasana jenuh pada bagian luar bahan
sehingga garam yang memiliki tekanan osmotik tinggi akan menarik air dalam
bahan pangan keluar dan menarik cairan sel mikroorganisme sehingga menjadi
plasmolisis dan mati (Yuniarti dkk, 2013).
|
3.
Mengapa penggaraman dapat
mengawetkan?
Penggaraman
dapat mengawetkan produk pangan karena
kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik yang dan kadar air yang rendah sehingga jumlah air bebas yang biasa
digunakan mikroorganisme untuk tumbuh berkurang dan mikroorganisme tidak
dapat tumbuh dan mati sehingga makanan menjadi awet (Estiasih, 2014).
|
4.
Apa fungsi penggaraman pada proses
fermentasi?
Garam yang
digunakan pada proses fermentasi berfungsi untuk menentukan jenis dan tingkat
pertumbuhan mikroba sehingga menentukan kualitas dan keasaman suatu produk
fermentasi. Garam berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak tahan
garam dan menyeleksi jenis mikroba yang halotoleran terhadap garam. Selain
itu garam berfungsi menarik air dari jaringan sayuran sehingga garam berperan
dalam perubahan tekstur sayuran yang difermentasi contohnya pickle (Usmiati,
2010).
|
5.
Apa fungsi penggaraman pada proses
enzimatis?
Contoh
penggaraman dengan proses enzimatis yaitu pada pembuatan kecap asin. Pada
proses pengolahan dengan enzimatis fungsi garam adalah menyeleksi jenis enzim
yang aktif. Enzim yang tidak tahan terhadap garam akan inaktif sehingga enzim
yang aktif akan beraktivitas mendegradasi protein ikan dan membentuk flavor
dan aroma yang khas. Enzim yang berperan adalah tripsin dan katepsin (Usmiati,
2010).
|
6.
Mengapa penggaraman bisa menyebabkan
perubahan warna?
Perubahan warna pada bahan
yang di garamkan terjadi karena proses reaksi mailard pada saat pengeringan
dan terjadi oksidasi kandungan bahan, serta kandungan mioglobin yang
merupakan penyusun warna pada daging melepaskan pigmen heme sehingga warna
daging menjadi pucat. Pada ikan peda perubahan warna disebabkan karena adanya
proses fermentasi mikroba dan enzim endogen yang ada pada perut ikan. Pada
produk kornet perubahan warna disebabkan reaksi ion nitrit dengan zat warna
mioglobin yang menghasilkan senyawa nitrit-mioglobin. Mioglobin bereaksi
dengan nitrogen oksida menghasilkan senyawa nitroso-mioglobin, yang
selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk
nitroso-myochoromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif stabil
(Suharyanto, 2008).
Pada pemindangan perubahan warna
terjadi karena reaksi maillard dan oksidasi tetapi perubahan tidak sebesar
pada ikan asin karena pemindangan dilakukan dengan uap sehingga kadar airnya tinggi.
Pada kornet perubahan warna terjadi antara garam nitrit dan mioglobin
membentuk warna cerah (Ariyani, 2008).
|
7.
Mengapa penggaraman bisa mengubah
tekstur produk pangan?
Karena garam mengikat air
dan menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ekstrasel dalam
jaringan bahan. Konsentrasi
ekstrasel meningkat dan menyebabkan air didalam sel mengalami osmosis dan
berkurang. Keadaan ini menyebabkan tekstur produk menjadi lebih keras dan
padat. Selain itu, protein juga mengalami proses koagulasi yang menyebabkan
penurunan daya ikat air, akibatnya tekstur menjadi lebih kaku dan mengkerut.
Perubahan tekstur yang lunak dapat disebabkan karena terjadi proses perubahan
kolagen menjadi gelatin yang kemudian larut, selain itu fraksi lemak pada
bahan meleleh. Garam memperkuat gluten dalam adonan roti
membuat kekuatan dan tekstur adonan merata. Dengan adanya garam, gluten
menahan lebih banyak air dan karbondioksida sehingga adonan dapat mengembang
tanpa terkoyak. Garam memperbaiki keempukan daging yang diasinkan dan
meningkatkan pengikatan air oleh protein. Garam juga membantu konsistensi
keju dan sauerkraut (asinan /acar) (Sopandi, 2013).
|
8.
Apa yang dimaksud dengan
kyuring? Apa fungsi kyuring?
Kyuring
merupakan proses pengolahan pangan pada daging dengan penambahan garam nitrit
atau nitrat. Dimana nitrit atau nitrat ditambahkan bertujuan untuk membunuh Clostridium botulinum serta dapat
mempertahankan warna bahan. Fungsi dari proses kyuring yaitu membentuk flavor
dan aroma tertentu, memperbaiki warna menjadi cerah, mengawetkan produk
pangan, mencegah oksidasi yang terjadi pada produk dan menghambat pertumbuhan
mikroba (Tambunan, 2008).
|
9.
Sebutkan makromolekul yang terurai
akibat proses penggaraman!
Protein,
karena akibat aktivitas enzim yang tahan terhadap garam dapat mendegradasi
protein yang dapat membentuk flavor dan aroma. Konsentrasi garam yang tinggi
akan meningkatkan nilai pH, ketika nilai pH telah melebihi nilai optimumnya,
maka protein akan terdenaturasi dan dipecah jadi komponen mikromolekul
(Usmiati, 2010).
|
10.
Bagaimana reaksi perubahan cita rasa
pada proses pembuatan sayur asin?
Sayur-sayuran
mengandung gula dan komponen-komponen nutrisi lain yang cukup sebagai
substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Seperti sebagian besar dari
fermentasi sayuran, fermentasi sayur asin merupakan fermentasi spontan yaitu
proses fermentasi tanpa digunakan starter dan terjadi dengan sendirinya
dengan bantuan mikroflora alami. Karakteristik dari proses ini adalah adanya
bakteri asam laktat yang termasuk bakteri heterofermentatif. Bakteri asam
laktat penting dalam pencapaian produk yang stabil dengan rasa dan aroma yang
khas. Hasil pertumbuhan bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat, asam
asetat, etanol, manitol, dekstran, ester dan CO2. Kombinasi dari asam,
alkohol dan ester akan menghasilkan rasa yang spesifik dan disukai (Sopandi,
2013).
(Pradani, 2009).
|
11.
Bagaimana pengaruh penggaraman
terhadap daya cerna produk?
Pengaruh penggaraman terhadap daya
cerna produk yaitu penggaraman meningkatkan daya cerna karena protein
terdenaturasi selama proses penggaraman sehingga daya cerna meningkat
(Syahruddin, 2013).
Misalkan pada produk ikan, saat proses penggraman akan terjadi penetrasi
garam dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dartubuh ikan karena perbedaan
konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam. Garam
yang larut ini lambat laun akan memasuki tubuh ikan lalu terjadi pertukaran
garam dan cairan yang mendesak air didalam tubuh ikan keluar sampai batas
keseimbangan, proses itu akhirnya mengakibatkan pengentalan cairan tubuh ikan
yang masih tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi serta pengerutan sel-sel
tubuh ikan (Soeparno,2008)
|
B.
Diagram Alir/Flowchart
1.
C. DATA
HASIL PRAKTIKUM MATERI PENGGARAMAN
1. Warna
Produk/Proses
|
Warna
(Color Reader)
|
Warna
(Visual)
|
||||
Awal
|
Antara
|
Akhir
|
Awal
|
Antara
|
Akhir
|
|
Pemedaan
(Ikan Selar)
|
L= 64,6
a= +2,7
b= +15,3
|
-
|
L= 73,46
a= +1,76
b=+12,53
|
Segar
|
Pucat, warna agak menguning
|
|
Ikan asin metode kering
(Ikan Selar)
|
L= 64,6
a= +2,7
b= +15,3
|
L= 46,73
a= -2,8
b=+6,467
|
L= 51,36
a= +9,5
b= +10,73
|
Segar
|
Pucat
|
Pucat pasih
|
Ikan asin metode basah
(Ikan Selar)
|
L= 64,6
a= +2,7
b= +15,3
|
L=116,43
a= +0,23
b= +9,8
|
L= 47,06
a= +0,43
b= +5,36
|
Segar
|
Pucat
|
Pucat segar
|
Pemindangan
(Ikan
kembung)
|
L= 67,8
a= -1,1
b= +2,9
|
-
|
L= 57,03
a= +1,26
b= +14,43
|
Segar
|
Putih abu-abu
|
|
Sayur asin
|
Air Kelapa:
L= 49,53
a= -7,6
b= 14
Air Mineral:
L= 49,53
a= -7,6
b= 14
|
-
|
Air Kelapa:
L= 35,76
a= -3
b= +8,53
Air Mineral:
L= 35,86
a= -3,567
b= +7,63
|
Air Kelapa:
Hijau
Air Mineral:
Hijau
|
Air Kelapa:
Hijau
pucat
Air Mineral:
Hijau
segar
|
1. Mengapa
terjadi perubahan warna pada proses:
A.
Pemedaan.
Pada
pemedaan untuk warna awal diperoleh warna ikan yang segar abu-abu cerah
kemudian setelah ditaburkan garam dan dibiarkan tertutup selama 4 hari berubah
menjadi pucat dan warna agak kekuningan. Berdasarkan hasil color reader
pemedaan ikan, warna awal memiliki nilai L= 64,6 a= +2,7 b= +15,3
kemudian setelah 4 hari, warna ikan berubah menjadi L= 73,46 a= +1,76 b= +12,53.
Umumnya proses fermentasi peda
adalah fermentasi spontan, dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba
dalam bentuk starter, tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses
fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang
dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi ikan secara spontan umumnya
menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi untuk menyeleksi mikroba tertentu
dan menghambat pertumbuhan mikroba yang menyebabkan kebusukan, sehingga hanya
mikroba tahan garam yang hidup (Desniar dkk. 2009). Perubahaan warna ini disebabkan karena berkurangannya kadar air
ketika penggaraman sehingga dengan berkurangnya kadar air tersebut bahan pangan
akan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral
dalam konsentrasi yang lebih tinggi, tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada
umunya akan berkurang (Riansyah, dkk, 2013). Pada pemedaan perubahan warna yang
terjadi reaksi fermentasi yang berjalan sempurna, adanya bakteri halofilik
dalam saluran pencernaan (isi perut dan insang) yang tidak dibuang akan
melepaskan enzim-enzim endogen dan enzim tersebut dapat memecah protein yang
menyebabkan perubahan warna. Selain
itu juga terjadi reaksi maillard yang menyebabkan adanya reaksi antara asam-asam amino pada
ikan dan gula pereduksi selama proses pengeringan (Dami,
2014).
B. Pembuatan ikan asin
Untuk pembuatan ikan asin dengan
metode kering, pengamatan warna visual untuk kulit pada awalnya bewarna segar
abu-abu cerah, setelah digarami dan dibiarkan 1 hari (antara) warna berubah
menjadi pucat, sedangkan setelah dikeringkan dengan cabinet dryer dengan suhu
600C selama 5 jam (akhir) warna berubah menjadi pucat pasih.
Berdasarkan hasil color reader menunjukkan warna awal memiliki nilai L= 64,6 a= +2,7
b= +15,3. Kemudian setelah 1 hari untuk
warna antaranya memiliki nilai dan warna
L= 46,73 a= -2,8
b= +6,467, kemudian akhirnya memiliki nilai L= 51,36 a= +9,5 b= +10,73. Untuk pembuatan ikan asin dengan metode basah, pengamatan
warna visual untuk kulit pada awalnya bewarna segar abu-abu cerah, setelah digarami dan
dibiarkan 1 hari (antara) warna menjadi pucat, sedangkan setelah dikeringkan
dengan cabinet dryer dengan suhu 600C selama 5 jam (akhir) warna
berubah menjadi pucat pasih. Berdasarkan hasil color reader menunjukkan warna
awal memiliki nilai L= 64,6 a= +2,7
b= +15,3 . Kemudian untuk warna antaranya memiliki nilai L=116,43 a=+0,23
b= +9,8 sedangkan untuk warna akhirnya
memiliki nilai L= 47,06 a= +0,43
b= +5,36.
Pada pembuatan ikan asin baik
dengan metode kering dan basah perubahan warna kulit ikan yang menjadi pucat
pasih, kesegarannya berkurang dikarenakan pengaruh dari pengeringan ketika ikan
dikeringkan dalam cabinet. Pengeringan memberikan pengaruh yang signifikan pada
kadar karbohidrat dan kadar air pada ikan asin. Dengan mengurangi kadar airnya,
bahan pangan akan mengalai kerusakan pada vitamin-vitamin dan zat warnanya
segingga menyebabkan warna ikan asin akan semakin pucat (Muchtadi dan
Ayustaningwarno, 2010). Pada
ikan asin metode basah telah terjadi perubahan warna pada akhir produk. Hal
tersebut karena semakin tinggi konsentrasi dan semakin lama perendaman
menyebabkan pengaruh pengotoran yang terdapat dalam garam semakin tinggi. Garam
yang mengandung senyawa Fe dan Cu dapat mengakibatkan ikan asin berwarna coklat
kotor atau kuning (Rahmani, dkk, 2012). Sedangkan untuk perubahan warna daging ikan yang berubah
karena kandungan mioglobin yang merupakan peyusun warna pada daging melepaskan
pigmen heme. Selain itu dengan pemberian garam
yang mengandung Na dan Mg menghasilkan produk yang berwarna putih. Sedangkan perubahan warna menjadi
kecoklatan (kekuningan) disebabkan adanya reaksi maillard yang menyebabkan adanya
reaksi antara asam-asam amino pada ikan dan gula pereduksi selama proses
pengeringan. Selain itu terjadinya kontak antara
oksigen dengan kandungan lemak pada yang menyebabkan oksidasi. Garam yang mengandung Fe dan Cu dapat mengakibatkan ikan
asin berubah warna menjadi coklat atau kuning (Adawyah, 2007).
C. Pemindangan
Untuk pemindangan ikan kembung,
pengamatan warna visual untuk kulit pada awalnya bewarna segar atau cerah
kemudian berubah menjadi putih abu-abu. Berdasarkan hasil color reader menunjukkan
warna awal memiliki nilai L= 67,8 a= -1,1
b= +2,9 berubah menjadi nilai L= 57,03 a= +1,26
b= +14,43. Pemindangan merupakan proses pengawetan ikan dengan cara
pengukusan ikan dalam lingkungan bergaram dengan tujuan untuk menghambat untuk
menghambat aktivitas enzim. Dengan adanya proses pemanasan yang terjadi saat
pengukusan tersebut, dapat menyebabakan terjadinya perubahan warna pada ikan
yang dipindang. Pada pemindangan perubahan warna kulit ikan yang menjadi
abu-abu yang lebih tua dikarenakan pengaruh dari pemanasan ketika ikan
dimasak. Selain itu dengan adanya proses
pemasakan menyebabkan protein terdenaturasi yang dapat merubah warna (Santoso, 2008). Pengaruh
jumlah garam yang masuk ke dalam bahan juga menyebabkan perubahan warna daging
ikan menjadi lebih keruh/pucat (opaque)
(Sumiyati, 2008). Menurut Ardianti
Y. Dkk (2014), garam yang memiliki konsentrasi tinggi akan mendenaturasi
protein yang menyebabkan warna pada ikan menjadi lebih gelap. Oleh karena itu,
pemindangan pada ikan menyebabkan perubahan warna yang bisa disebabkan garam
dan adanya reaksi mailard.
D. Pembuatan sayur asin
Untuk pembuatan sayur asin
dilakukan dengan dua metode perendaman yaitu dengan air kelapa dan air mineral.
Pengamatan warna visual untuk sayur menggunakan air kelap pada awalnya bewarna
hijau, kemudian setelah digarami dan direndam menggunakan air kelapa warna
menjadi hijau pucat. Berdasarkan hasil color reader sayur asin
air kelapa menunjukkan warna awal
dengan nilai L= 49,53 a= -7,6
b= 14 yang
kemudian setelah perendaman 3 hari nilai
berubah menjadi L= 35,76 a= -3
b= +8,53. Pada sayur
asin menggunakan air mineral warna hijau
segar kemudian setelah perendaman warna visualnya menjai warna hijau pucat. Pengukuran dengan colour reader didapatkan warna awal dengan nilai L= 49,53 a= -7,6
b= 14 yang
kemudian berubah nilai menjadi L= 35,86
a= -3,567 b= +7,63
setelah perendaman 3 hari.
Air
kelapa merupakan media yang sangat tinggi mengandung nutrisi untuk pertumbuhan
bakteri asam laktat. Dalam suasana asam klorofil yang berwarna hijau berubah
menjadi feofitin yang berwarna hijau kecoklatan. Air kelapa memberikan sumber
nutrisi yang akan semakin mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat yang akan
memfermentasi sawi hijau. (Ardiyanti Y dkk, 2014). Pada warna sayur asin yang menggunakan
air biasa/ mineral lebih berwarna hijau segar. Hal ini terjadi karena tidak
adanya sumber nutrisi untuk bakteri yang berperan selama proses fermentasi,
jadi pigmen warna tidak terdegradasi dan warna yang dihasilkan masih segar jika
dibandingkan dengan penggunaan air kelapa (Muttaqin, 2011). Perendaman
sayur menggunakan air mineral tidak menyebabkan reaksi dikarenakan tidak adanya
nutrisi yang bisa dimanfaatkan mikroba untuk fermentasi sehingga warna tetap
hijau, sebaliknya pada air kelapa seharusnya
berwarna hijau kecoklatan yang diakibatkan oleh kandungan gula reduksi yang
bisa dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat. Selain itu warna kecoklatan juga
disebabkan oleh substitusi magnesium oleh ion hidrogen yang membentuk feofitin
sehingga klorofil kehilangan magnesium (Fransisca, 2012).
2. Tekstur
Produk/Proses
|
Tekstur (Tensile Strength)
|
Tekstur
(Sensoris)
|
||||
Awal
|
Antara
|
Akhir
|
Awal
|
Antara
|
Akhir
|
|
Pemedaan
(Ikan Selar)
|
11,1
|
-10,3
|
Keras segar
|
Agak rapuh, agak
alot, kaku, keras
|
||
Ikan asin metode kering
(Ikan Selar)
|
11,1
|
-8,2
|
Keras segar
|
Lebih keras
|
Sedikit lunak dan rapuh
|
|
Ikan asin metode basah
(Ikan Selar)
|
11,1
|
-15,6
|
Keras segar
|
Lebih keras
|
Keras
|
|
Pemindangan
(Ikan
kembung)
|
10,5
|
13,4
|
Keras segar
|
Padat
|
||
Sayur asin
|
*
|
*
|
Lunak
|
Lembek/Lunak
|
|
2.
Mengapa
terjadi perubahan tekstur pada proses:
A. Pemedaan
Pada pemedaan saat diukur dengan tensile
strength pada awalnya memiliki nilai sebesar 11,1 dan akhir menjadi -10,3. Jika
diamati melalui sensoris perubahan yang terjadi adalah dari tekstur awal keras
segar berubah menjadi Agak rapuh, agak alot, kaku dan keras. Perubahan tekstur
terjadi karena pada proses pemedaan yang dilakukan dengan penaburan garam ke
seluruh permukaan menyebabkan banyaknya garam yang mengikat air dan menyebabkan
perubahan konsentrasi antara intrasel dan ektrasel dalam jaringan bahan. Konsentrasi ektrasel yang meningkat
dapat menyebabkan air di dalam sel mengalami osmosis dan berkurang. Keadaan ini menyebabkan tekstur
produk menjadi lebih keras (Witono, 2013). Semakin tinggi konsentrasi garam,
penurunan aw juga semakin besar. Kontrol aktivitas air sangat penting dalam industri
makanan, dimana aktivitas air rendah mencegah pertumbuhan mikroba dan
menyebabkan perubahan besar dalam karakteristik tekstur (Desniar dkk. 2009).
B. Pembuatan ikan asin
Pada ikan asin dengan metode kering
saat diukur dengan tensile strength pada awalnya tekstur awal pada ikan kembung adalah 11.2 dan pada akhir
menjadi -8,2. Melalui pengamatan sensoris perubahan yang terjadi adalah dari keras segar berubah
menjadi lebih keras setelah 1 hari (antara), dan berubah menjadi sedikit lunak
dan rapuh setelah pengeringan (akhir). Perubahan tekstur ini disebabkan oleh
kadar air pada ikan sudah berkurang hingga batas optimal pengeringan ikan
(Riansyah A dkk., 2013). Perbedaan
kosentrasi antara garam dengan cairan yang terdapat pada tubuh ikan, garam yang
masuk ke dalam tubuh ikan bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh
ikan disebabkan oleh tekanan osmosis yang menyebabkan perubahan konsentrasi
antara intrasel dan ekstrasel dalam jaringan bahan (Djumarti, dkk, 2007).
Pada ikan asin dengan metode basah
saat diukur dengan tensile strength pada awalnya tekstur awal pada ikan kembung adalah 11.1 dan pada akhir
menjadi -15,6. Melalui pengamatan sensoris perubahan yang terjadi adalah dari keras segar berubah
menjadi lebih keras setelah 1 hari (antara), dan berubah menjadi keras setelah
pengeringan (akhir). Pada
perendaman menggunakan larutan garam juga terjadinya perbedaan konsentrasi
garam dan cairan dalam ikan yang akan mengubah tekstur ikan tersebut. Kadar air
dalam ikan menjadi rendah dan menyebabkan ikan terlihat kering (Rahmani dkk,2012).
Kadar air dan aktivitas air dalam bahan pangan sangat besar peranannya terutama
dalam menentukan tekstur bahan pangan. Proses perendaman dengan menggunakan
larutan garam akan menyebabakan autolisis didalam jaringan bahan pangan menjadi
lancar. Pada proses autolisis juga akan berperan enzim-enzim proteolitik yang
dihasilkan oleh bakteri (Riansyah A dkk., 2013).
C. Pemindangan
Pemindangan ikan dilakukan dengan
cara pemberian garam pada ikan kembung kemudian dilakukan steam. Pada pemindangan ikan dilakukan pengamatan terhadap tekstur
menggunakan tensile strenght dan
dengan sensoris. Pengukuran ikan menggunakan tensile strenght sebelum dilakukan pemindangan didapatkan hasil
10,5 sedangkan pada ikan setelah dilakukan pemindangan adalah 13,4. Adanya
peningkatan hasil pengukuran menggunakan tensile
strenght menunjukan bahwa tekstur ikan meningkat menjadi lebih padat. Garam yang diberikan dapat mengikat
air yang mengakibatkan terjadinya plasmolisis pada tubuh bakteri. Dimana garam yang mengikat air dan
menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ektrasel dalam jaringan
bahan. Konsentrasi ektrasel yang meningkat
dapat menyebabkan air di dalam sel mengalami osmosis dan berkurang. Keadaan ini
menyebabkan tekstur produk menjadi lebih keras. Selain itu pada proses
pemasakan yang mengakibatkan protein mengalami denaturasi otot daging ikan dan
denaturasi tersebut menyebabkan tekstur menjadi lebih keras (Santoso, 2008). Pada pindang yang
terkontaminasi mikroorganisme biasanya akan menimbulkan lendir. Setelah
timbulnya lendir, pindang menjadi kering dan keras sehingga teksturnya berubah.
Kerusakan yang lebih lanjut pada pindang akan menyebabkan tekstur pindang
kompak dan mudah hancur (Badilangoe, 2012).
D. Pembuatan sayur asin
Pada sayur asin tidak dilakukan pengukuran
menggunakan tensile strength, namun jika diukur melalui sensoris perubahan yang terjadi adalah
dari tekstur lunak berubah menjadi lebih lunak. Perubahan tekstur ini diduga
disebabkan oleh larutnya senyawa pektin pada bahan sehingga menyebabkan tekstur
melunak. Pelunakan
tekstur ini disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat proses
pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme (Sadek, dkk, 2009). Sayur asin yang bermutu baik
mempunyai karakteristik warna yang kekuningan, rasa enak, tekstur lunak dan
aroma yang sedap, yaitu kombinasi antara asam dan alkohol dari hasil fermentasi
(Sadek, 2010). Tetapi,
pada dasarnya proses pembuatan sayur asin akan menyebabkan pengerasan tekstur
sehingga biasanya tekstur sayur asin akan menjadi lebih renyah karena kadar air
pada bahan berkurang (Bahan Ketahanan Pangan, 2015).
3. Berat dan penampakan
Produk/
Proses
|
Berat (gram)
|
Penampakan
(Kesegaran)
|
||||
Awal
|
Antara
|
Akhir
|
Awal
|
Antara
|
Akhir
|
|
Pemedaan
(Ikan
Selar)
|
103, 97 gr
|
78 gr
|
Segar
|
Pucat,seperti
ikan asin pada umumnya
|
||
Ikan asin metode kering
(Ikan
Selar)
|
104,39 gr
|
89 gr
|
69 gr
|
Segar
|
Kurang segar
|
Segar seperti ikan asin pada
mumnya
|
Ikan asin metode basah
(Ikan
Selar)
|
103,63 gr
|
95 gr
|
65 g
|
Segar
|
Basah sedikit busuk
|
Segar seperti ikan asin pada
mumnya
|
Pemindangan
(Ikan kembung)
|
96,25 gr
|
62,97 gr
|
Segar
|
Matang
|
||
Sayur Asin
|
Air Kelapa:
45,85 gr
Air Mineral:
39,11 gr
|
Air Kelapa:
35,53 gr
Air Mineral:
22,29 gr
|
Air Kelapa:
Segar
Air Mineral:
Segar
|
Air Kelapa:
Layu
Air Mineral:
Segar
|
3.
Mengapa
terjadi perubahan berat dan penampakan pada proses:
A. Pemedaan
Pada pemedaan ikan selar, berat dan
penampakan ikan sebelum dilakukan pemedaan dan setelah dilakukan pemedaan.
Berat ikan sebelum dilakukan pemedaan adalah 103,97 gr sedangkan pada ikan
setelah dilakukan pemedaan adalah 78 gr. Berat ikan terjadi penurunan sebesar
25,97 gr, atau dengan kata lain kadar air ikan dihilangkan sebanyak 25,97 gr.
Berat berkurang karena proses osmosis, dimana cairan pada ikan keluar akibatnya
adanya penggaraman sehingga bobot ikan berkurang. Garam yang masuk ke dalam
tubuh ikan bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan disebabkan
oleh tekanan osmosis yang menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan
ekstrasel dalam jaringan bahan. Penampakan pada ikan sebelum dilakukan pemedaan
pucat dan setelah ikan dilakukan pemedaan tulang ikan kuat dan tidak berkerut
Pengeringan juga mengoptimalkan penguapan air sehingga beratnya menurun. Pada
penampakan juga terlihat perubahan yang awalnya segar, setelah pemedaan menjadi
pucat agak keriput dan kaku. Perubahan penampakan ini dapat disebabkan karena
berkurangannya kadar air ketika penggaraman sehingga senyawa-senyawa seperti
protein, karbohidrat, lemak dan mineral berada dalam konsentrasi yang lebih
tinggi, tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya akan berkurang,
terutama yang larut air (Djumarti, dkk, 2007).
B. Pembuatan ikan asin
Penurunan berat tertinggi terjadi
pada ikan asin metode kering dengan selisih bobot yang hilang 15,39 gr dan pada
metode basah hanya 8,3 gr. Hasil didapatkan dari berat awal dikurangi berat
proses setalah 1 hari (antara) karena 2 proses tersebut merupak proses
penggaraman. Ikan asin metode kering dengan berat awal 104,39 gr dan berat akhir menjadi 69 gr. Ikan asin metode basah berat awal
didapatkan 103,63 gr
sedangkan berat akhir 65 g.
Penambahan garam dalam pengolahan produk ikan dapat mempengaruhi kadar air,
maka kadar garam yang terserap ke dalam daging ikan akan menurunkan kadar air
ikan dan mengakibatkan meningkatnya kandungan protein. Hal ini disebabkan oleh
garam yang diserap ke dalam daging ikan mendenaturasi larutan koloid protein
sehingga terjadi koagulasi yang memnyebabkan air keluar daging ikan. Dengan
mengurangi kadar air, bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa seperti
protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi,
tetapi vitamin vitamin dan zat warna pada umumnya akan berkurang. Pengurangan
kadar air tersebut mempengaruhi berat akhir produk. Garam yang berdifusi
kedalam daging ikan dan cairan dari daging mengalami osmosis, sehingga
meminimalkan penurunan berat dan dikeringkan kembali dengan oven beratnya kembali
turun Pengovenan merupakan metode
pengeringan dengan tujuan untuk mengeluarkan sebagian air yang terdapat pada
suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut menggunakan energi panas
(Riansyah A dkk, 2013). Pada penampakan untuk kedua metode memiliki hasil yang
sama yaitu tetap segar sepeti ikan asin pada umumnya yang membedakan hanya pada
pengamatan antara, dimana pada metode kering kurang segar dan pada metode basah
sedikit membusuk. Pada pengeringan dengan uap panas terjadi proses leaching
pada komponen protein dan lemak, sehingga sel menjadi rusak. Sel yang rusak
akan menyebabkan jaringan terbuka dan menurunkan tekanan rigor mortis sehingga
daya ikat protein menurun dan air ikut bersama dengan titik atau upa air yang
hilang (Saputro T, 2014).
C. Pemindangan
Berat pada pemindangan ikan
mengalami penurunan, dimana berat awal ikan sebelum dilakukan pemindangan 96,25
gr dan berat ikan setelah dilakukan pemindangan adalah 62,97 gr. Penggunaan
panas akan menyebabkan air yang terdapat pada ikan menguap sehingga berat pada
ikan akan berkurang. Penampakan pada ikan pada awalnya segar dan ikan yang
setelah dilakukan pemindangan menjadi matang. Daging ikan menjadi matang karena
adanya pemberian steam dan juga
merubah penampakan dari ikan pindang (Rahmani dkk, 2012). Pada pengeringan dengan uap panas terjadi proses
leaching pada komponen protein dan lemak, sehingga sel menjadi rusak. Sel yang
rusak akan menyebabkan jaringan terbuka dan menurunkan tekanan rigor mortis
sehingga daya ikat protein menurun dan air ikut bersama dengan titik atau upa
air yang hilang (Saputro T, 2014).
D. Pembuatan sayur asin
Berat pada sayur asin yang
menggunakan media air kelapa dan air mineral mengalami penurunan. Berat pada
sawi sebelum dilakukan perendaman dengan air kelapa adalah 45,85 gr dan berat
sesudah penggaraman dan perendaman adalah 35,53 gr. Berat sawi sebelum dilakukan
pengaraman dan perendaman dengan air mineral adalah 39,11 gr dan berat sawi
setelah penggaraman dan direndam pada air mineral adalah 22,29 gr. Penyusutan
dikarenakan garam yang masuk ke dalam jaringan sayuran segar dapat mendesak
keluar cairan dan zat-zat yang larut lainnya dari sayuran tersebut melalui
proses osmosis. Sehingga bobot sayuran tersebut menjadi susut (Riansyah A dkk,
2013). Penampakan pada sawi sebelum dilakukan penggaraman dan direndam dengan air mineral maupun
menggunakan air kelapa masih segar. Setelah dilakukan penggaraman dan direndam
pada larutan yang berbeda, sawi menjadi tidak segar (layu) yang menggunakan air
kelapa dan sebaliknya masih segar pada media air mineral. Pelayuan terjadi
karena sebelum direndam pada larutan, sawi diremas-remas hingga layu kemudian
diberi garam, hal tersebut dimaksudkan agar garam mudah masuk ke dalam jaringan
sawi. Pelayuan juga terjadi karena adanya fermentasi spontan dari bakteri asam
laktat, bakteri asam laktat ini akan mendegradasi selulosa pada sawi, sehingga
menyebabkan sawi menjadi layu (Sadek, 2009).
4. Aktivitas Air (Aw)
Produk/Proses
|
Aktivitas
Air
|
||
Awal
|
Antara
|
Akhir
|
|
Pemedaan
(Ikan
selar)
|
0,78
|
0,54
|
|
Ikan asin metode kering
(Ikan
selar)
|
0,8
|
0,64
|
0,58
|
Ikan asin metode basah
(Ikan
selar)
|
0,8
|
0,82
|
0,83
|
Pemindangan
(Ikan
kembung)
|
0,79
|
0,85
|
|
Sayur Asin
|
Air Kelapa:
0,83
Air Mineral:
0,83
|
Air Kelapa:
0,64
Air Mineral:
0,82
|
4.
Mengapa
terjadi perubahan aktivitas air pada proses:
A. Pemedaan
Aktivitas air pemedaan awal ikan selar
bernilai 0,78 dan diperoleh aktivitas air setelah penggaraman menjadi 0,54.
Terjadi penurunan aktivitas air akibat
adanya penambahan garam yang mampu mengikat air dari bahan. Dimana dengan penambahan garam ke
seluruh permukaan bahan menyebabkan banyaknya garam yang mengikat air dan
menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ektrasel dalam jaringan
bahan. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran sebagian air dari jaringan ikan
dan diganti larutan garam
(Tumbelaka, 2014).
Semakin tinggi konsentrasi garam, penurunan aw juga semakin besar. Kontrol
aktivitas air sangat penting dalam industri makanan, dimana aktivitas air
rendah mencegah pertumbuhan mikroba dan menyebabkan perubahan besar dalam
karakteristik tekstur (Desniar dkk. 2009).
B. Pembuatan ikan asin
Ikan asin yang dibuat dengan
menggunakan metode kering menunjukan nilai aktivitas air sebesar 0,8 pada saat
ikan belum diberi garam, dan mengalami penurunan aktivitas air pada ikan yang
telah diberi penggaraman menjadi 0,58. Hal tersebut dikarenakan adanya
peristiwa osmosis sehingga kadar air pada ikan turun, adapun air yang mengalami
osmosis adalah air bebas sehingga kecenderungan aktivitas air pada bahan
semakin menurun (Rahmani dkk, 2012).
Aktivitas air pada ikan asin dengan
menggunakan metode basah mengalami peningkatan setelah diberi larutan garam.
Dimana aktivitas air pada ikan sebelum diberi larutan garam adalah 0,8 dan
setelah diberi larutan garam adalah 0,82. Menurut Rahmani dkk (2012) garam
mudah mengikat air sehingga menyebabkan kandungan air bebas relatif dari bahan
menjadi lebih kecil sehingga bahan tersebut memiliki Aw yang rendah. Namun,
setelah dikeringkan dengan cabinet dryer Aw
ikan meningat menjadi 0,83. Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya
produk yang dikeringkan akan mengalami penururnan Aw (Riansyah A dkk, 2013).
Hal ini bisa disebabkan karena kurang teliti dalam penimbangan dan adanya waktu
tunggu sebelum ditimbang sehingga terdapat uap air yang terserap ke ikan dari
lingkungan.
C. Pemindangan
Aktivitas air sebelum proses pemindangan 0,79 dan sesudah nya
menjadi 0,85. Menurut
literatur seharusnya terjadi penurunan aktivitas air akibat adanya penambahan garam
yang mampu mengikat air dari bahan. Pada proses penggaraman, garam yang diberikan dapat
mengikat air yang mengakibatkan terjadinya plasmolisis pada tubuh bakteri. Dimana garam yang mengikat air dan
menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ektrasel dalam jaringan
bahan. Konsentrasi ektrasel yang meningkat
dapat menyebabkan air di dalam sel mengalami osmosis dan berkurang. Keadaan ini menyebabkan tekstur
produk menjadi lebih keras. Selain itu pada proses pemasakan yang mengakibatkan
protein mengalami denaturasi otot daging ikan dan denaturasi tersebut
menyebabkan tekstur menjadi lebih keras (Santoso, 2008). Peningkatan
Aw diakibatkan karena lamanya waktu pengukusan. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar air pada suhu kamar,
karena terjadi penyerapan uap air. Selama penyimpanan ikan yang dipindang kadar
airnya meningkat. Hal ini disebabkan karena terjadi proses penyerapan uap air
dari udara steam (Desinar
dkk, 2009).
D. Pembuatan sayur asin
Aktivitas air pada sayur asin yang
direndam menggunakan air kelapa awalnya 0,83 setelah dilakukan perendaman
aktivitas air pada sayur asin mengalami penurunan menjadi 0,64. Pada sayur asin
yang direndam menggunakan air mineral memiliki aktivitas air sebelum sawi
direndam adalah 0,83 dan setelah sawi direndam menggunakan air mineral, aktivitas
air pada sawi menjadi 0,82. Aktivitas air pada sawi mengalami penurunan, hal
tersebut dikarenakan sifat dari garam itu sendiri. Garam memiliki tekanan
osmotik tinggi yang dapat mengakibatkan plasmolisis dari sel mikroba dan dapat
menyerap air dari bahan makanan, sehingga aktivitas air dari bahan makanan akan
rendah (Pandit, 2007). Nilai aktivitas air yang diperoleh dengan perendaman air
mineral belum cukup untuk mengawetkan produk, sedangkan nilai ativitas air pada
perendaman dengan air kelapa dapat dikatakan cukup untuk memperpanjang umur
simpan produk, dimana jika nilai aktivitas air di bawah 0,8 bakteri tidak dapat
bermetabolisme dengan baik sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk
(Buckle dkk, 2009).
5. Aroma
Produk/Proses
|
Aroma
|
||
Awal
|
Antara
|
Akhir
|
|
Pemedaan
(Ikan
selar)
|
Amis
|
Busuk (tidak terlalu menyengat)
|
|
Ikan asin metode kering
(Ikan
selar)
|
Amis
|
Amis menyengat (setengah busuk)
|
Menyengat
|
Ikan asin metode basah
(Ikan
selar)
|
Amis
|
Amis
|
Sangat menyengat
|
Pemindangan
(Ikan kembung)
|
Amis
|
Sedikit amis dan gurih
|
|
Sayur Asin
|
Air Kelapa:
Normal
Air Mineral:
Normal
|
Air Kelapa:
Menyengat
Air Mineral:
Sangat
menyengat
|
5.
Mengapa
terjadi perubahan aroma pada proses:
A. Pemedaan
Pemedaan ikan dilakukan pengamatan
aroma pada awal sebelum ikan dilakukan pemedaan dan setelah ikan dilakukan
pemedaan. Aroma ikan pada wal adalah amis seperti aroma amis ikan pada umumnya.
Setelah ikan dilakukan pemedaan ikan menjadi sedikit bau busuk. Secara umum
peda pasar dan peda hasil penelitian memiliki kriteria bau yang enak, tercium
aroma spesifik fermentasi. Aroma khas pada peda disebabkan oleh adanya senyawa
metil keton, butil aldehid, amino dan senyawa lain yang dihasilkan oleh
degradasi protein dan lemak. Selain
itu adanya kandungan
asam amino nitrogen yang tinggi juga dapat mempengaruhi cita rasa ikan peda (Desniar dkk. 2009). Selain itu,
bau busuk yang diperoleh pada ikan peda karena peningkatan jumlah bakteri
pembusuk sehingga menyebabkan aktivitas mikroorganisme juga meningkat untuk
menghasilkan bau busuk (Pandit, 2007).
B.
Pembuatan ikan asin
Pada ikan asin metode kering dari
yang beraroma amis awalnya menjadi agak menyengat. Jumlah garam yang digunakan
dalam jumlah yang sedikit, karena garam dapat menimbulkan aroma yang harum
untuk spesifikasi ikan asin. Hal ini disebabkan semakin lama waktu perendaman
akan semakin banyak garam yang larut. Banyaknya garam yang larut akan menyebabkan
nilai aroma asin ikan menurun karena salah satu fungsi garam dalam pengolahan
pangan adalah untuk menambah cita rasa (Riansyah, dkk, 2013).
Pada ikan asin metode basah dari
yang berbau amis awalnya menjadi amis menyengat campur garam (khas ikan asin). Proses
pembusukan lebih cepat terjadi, namun dengan adanya pengeringan bau asli ikan
(bau anyir/amis) menghilang dan bau menyengat yang ditimbulkan akibat garam
lebih terasa (Riansyah, dkk, 2013). Perubahan aroma pada ikan asin dikarenakan pada ikan mengandung
TMAO (trimetilamin oksida) dan ketika
dilakukan penambahan garam terjadi hidrolisa lemak dan TMAO. Lemak yang dihidrolisa
menghasilkan bau tengik atau amis. Selain itu dengan perendaman lama pada larutan garam pada
metode basah dapat menyebabkan banyaknya garam dan air yang masuk ke tubuh ikan
dan membuat aroma khas tertentu (Santoso, 2008).
C.
Pemindangan
Aroma pada awal sebelum pemindangan
adalah amis dan setelah ikan dilakukan pemindangan aroma amis sedikit menghilang.
Hal ini dikarenakan pada proses
pemasakan atau pemanasan dimana uap air akan membawa senyawa-senyawa yang
menyebabkan bau amis dan adanya perlakuan suhu tinggi yang dapat menghentikan
reaksi-reaksi enzimatis dan membunuh jasad renik yang menyebabkan flavor dan
bau tidak sedap. Sehingga
pemasakan ini dapat mengurangi aroma dan bau amis yang terkandung dalam ikan
(Santoso, 2008), khusunya aroma yang menyebabkan bau
amis adalah senyawa asam amino yang berkurang terutama asam amino yang larut
garam (Desniar dkk, 2009).
D.
Pembuatan sayur asin
Pembuatan sayur asin dilakukan
dengan menggunakan dua media perendeman yaitu air kelapa dan air mineral. Aroma
pada air sawi yang ditambahkan air kelapa lebih baik dibandingkan dengan dengan
sawi yang direndam pada air mineral yang menghasilkan aroma sangat menyengat.
Hal tersebut dikarenakan air kelapa
memberikan sumber nutrisi yang akan mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat
yang akan memfermentasi sawi hijau. Akibatnya sawi asin yang dihasilkan akan
mempunyai aroma yang semakin khas sawi asin (Sadek, 2009). Aroma tersebut
disebabkan oleh hasil fermentasi BAL yang mampu merubah karbohidrat melalui
proses katabolisme menjadi asam laktat, asam asetat, alkohol dan
senyawa-senyawa lain yang menyebabkan terbentuknya aroma khas fermentasi pada
produk-produk yang terfermentasi (Badan Ketahanan Pangan, 2015). Sayur asin
yang bermutu baik mempunyai warna yang kekuningan, rasa enak, tekstur lunak dan
aroma yang tidak terlalu menyengat (Pradani dkk, 2009).
6. Sebutkan
kombinasi yang dilakukan pada pengawetan dengan garam melalui:
a.
Pemedaan
Kombinasi proses pengolahan pada
pemedaan adalah fermentasi spontan. Pemedaan menghasilkan satu produk
fermentasi yang tidak dikeringkan lebih lanjut, melainkan dibiarkan setengah
basah, sehingga proses fermentasi tetap berlangsung. fermentasi spontan dimana
tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk stater, tetapi mikroba berkembang biak
secara spontan karena lingkungan hidupnya sesuai untuk pertumbuhan (Thariq dkk,
2014). Pengolahan dengan fermentasi memiliki beberapa keunggulan diantaranya,
proses pengolahan yang sederhana, mudah dan tidak mahal, bahan baku yang
digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan sehingga dapat menggunakan
hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah atau ikan rucah. Selain itu juga
dapat memanfaatkan limbah seperti jeroan ikan tuna atau cakalang yang digunakan
sebagai bahan baku pembuatan bekasang. Produk fermentasi biasanya mengandung
nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Selain itu fermentasi dapat
membantu dalam mengawetkan makanan dan juga memberikan sifat-sifat tertentu
yang dapat menjadi daya tarik bagi konsumen, unik serta dapat meningkatkan
nilai ekonomi (Desniar dkk, 2009).
b.
Pembuatan ikan asin
Kombinasi proses pengolahan ikan
asin adalah dengan proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan saat
selesai proses penggaraman selama 1 hari kemudian dikeringkan selama 3-5 jam
menggunakan cabinet dryer.
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam daging ikan. Disamping fungsi
garam yang membantu mengeluarkan cairan dalam sel secara osmosis dan mengikat
air. Dengan demikian, mikroba dapat dihambat pertumbuhannya dan dapat
memperpanjang umur simpan (Rahmani dkk, 2012).
c.
Pemindangan
Proses pemindangan dengan pemberian
garam berkonsentrasi tinggi dikombinasikan dengan pengukusan atau perebusan
pada ikan. Proses pengukusan dilakukan selama tiga jam. Ikan dikukus dalam
larutan garam yang tidak terlalu pekat dengan tujuan menghambat aktifitas
bakteri dan enzim penyebab pembusukan, namun bisa juga dikombinasi dengan
larutan kitosan dalam asam asetat yang memiliki potensi untuk memperpanjang
daya awet ikan pindang, dimana larutan kitosan mampu menghambat kapang dan
bakteri (Farahita dkk, 2012). Pada proses pemasakan atau
pemanasan dimana uap air akan membawa senyawa-senyawa yang menyebabkan bau amis
dan adanya perlakuan suhu tinggi yang dapat menghentikan reaksi-reaksi
enzimatis dan membunuh jasad renik yang menyebabkan flavor dan bau tidak sedap. Sehingga pemasakan ini dapat
mengurangi aroma dan bau amis yang terkandung dalam ikan (Santoso, 2008).
d.
Pembuatan sayur asin
Pembuatan sayur asin dikombinasikan
dengan proses fermentasi secara spontan, sama halnya dengan pemedaan. Pada
proses fermentasi, fungsi garam adalah menghambat pertumbuhan bakteri yang
tidak tahan garam, sedangkan bakteri yang toleran terhadap garam (halotoleran)
dapat tumbuh dengan baik. Garam juga berfungsi menyeleksi jenis mikroba. Garam
menarik air dari jaringan sayuran sehingga terjadi perubahan tekstur. Bakteri
yang tahan terhadap garam adalah bakteri asam laktat. kombinasi lain yang dapat
dilakukan adlah dengan mengemas menggunakan gelas kaca dalam keadaan vakum dan
sudah dipasteurisasi untuk memperpanjang umur simpan (Muttaqin M, 2011). Produk
fermentasi biasanya mengandung nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya.
Selain itu fermentasi dapat membantu dalam mengawetkan makanan dan juga
memberikan sifat-sifat tertentu yang dapat menjadi daya tarik bagi konsumen,
unik serta dapat meningkatkan nilai ekonomi (Desniar dkk, 2009).
KESIMPULAN
Prinsip dari penggaraman adalah
proses pengolahan makanan dengan menggunakan garam konsentrasi tinggi sebagai
media pengawet karena terjadi penetrasi garam ke dalam ikan dan keluarnya
cairan dari ikan karena proses osmosis dan bersifat bakteriostatik. Tujuan dari penggaraman adalah
untuk mengawetkan, menambah flavor, menambah nilai ekonomis, untuk diversifikasi produk, dan
untuk meningkatkan nilai gizi, dan daya cerna produk. Penggaraman
dilakukan dengan cara memberikan garam pada permukaan bahan atau bahan
dicelupkan pada larutan garam. Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi
penetrasi garam pada ikan, yaitu kadar air, tingkat kemurnian garam, kadar
lemak, ketebalan daging, kesegaran ikan, suhu dan konsentrasi larutan garam.
Pada praktikum penggaraman dapat diketahui hasilnya dengan beberapa
parameter. Bahan yang dilakukan pengawetan
dengan penggaraman mengalami penurunan berat, tekstur menjadi keras pada ikan
dan lembek pada sayur asin, serta penampakan yang layu. Hal tersebut disebabkan
adanya proses osmosis dimana cairan pada ikan keluar sehingga bobot ikan
berkurang.Tekstur ikan yang berubah menjadi keras atau padat disebabkan juga
oleh kandungan lemak dan juga oleh enzim proteolitik yang akan merubah tekstur
ikan menjadi lebih keras. Pelunakan pada sayur asin disebabkan oleh perubahan
kimia biasa sebagai akibat proses pengolahan maupun aktivitas enzim
pektinolitik atau enzim selulolitik yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Aktivitas air pada bahan semakin menurun dengan adanya penambahan garam. Garam
mudah mengikat air sehingga menyebabkan kandungan air bebas relatif dari bahan
menjadi lebih kecil sehingga bahan tersebut memiliki aktivitas air yang rendah.
Namun, Aw pada ikan asin metode basah meningkat setelah dikeringkan. Hasil
tersebut tidak sesuai dengan literatur. Karena bahan yang dikeringkan
seharusnya mengalami penurunan Aw. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa
faktor, yaitu kurang teliti dalam penimbangan dan terdapat waktu tunggu bahan
diluar alat pengering sebelum ditimbang, sehingga Aw bahan meningkat. Pada
sroma yang dihasilkanpun berubah secara signifikan menjadi lebih menyengat
karena adanya aktifitas bakteri asam laktat.
DAFTAR
PUSTAKA
Ariyani,
Farida. 2008. Aplikasi Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle Linn) dalam Menghambat Oksidasi Lemak Jambal Nabati (Pangasius
hypophthalmus). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Vol. 3 No. 2.
Estiasih, Teti dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara
Estiasih,
Teti., Kgs Ahmadi. 2014. Teknologi
Pengolahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara.
Pradani, Aida dan Evi Muftiviani Hariastuti. 2009. PEMANFAATAN FRAKSI CAIR ISOLAT PATI KETELA POHON SEBAGAI MEDIA
FERMENTASI PENGGANTI AIR TAJIN PADA PEMBUATAN SAYUR ASIN. Semarang: Undip.
Sopandi T & Wardah. 2013. Mikrobilogi Pangan. Yogyakarta : C.V
ANDI OFFSET
Soeparno. 2008. Ilmu
dan Teknologi Daging, Cet. IV, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Suharyanto. 2008. Pengolahan Bahan Pangan
Hasil Ternak. Bengkulu: Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu
Syahrudin,
Haris, 2013. Pengaruh Penggaraman
Terhadap Protein Ikan Layang (Decapterus rucell). Calyptra Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.1.
Tambunan,
R.D. 2008. Determination of cured meat
pigments on three cured beef muscles. Bogor: Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner
Tjahjadi, C. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung: Universitas Padjajaran Press.
Usmiati,
S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan
Olahan. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Yuniarti,
dkk. 2013. Studi Kinetika Dehidrasi
Osmotik Pada Ikan Teri Dalam Larutan Biner dan Terner. Bandung: Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahyangan
Daftar
Pustaka Tambahan
Adrianti Y et all. 2014. Pengaruh Penambahan Karagenan Terhadap Sifat Fisik dan
Organoleptik Bakso Ikan Tongkol
(Euthynnus affinis). Agroteksos Vol 24(3):100-110
Adawyah. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Badilangoe. 2012. Ikan Pindang. Tekno Pangan dan
Agroindustri. 1(8): 116-119
(BKP)
Badan Ketahanan Pangan. 2015. Teknik
Fermentasi Sayuran. Madiun: Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun
Buckle,
dkk. 2009. Ilmu Pangan. Depok:
Universitas Indonesia Press
Dami, K.D. 2014. eprints.ung.ac.id. Penggaraman. Diakses pada, Minggu 16
April 2017 Pukul 05.55.
Desniar,
dkk. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam Pada
Peda Ikan Kembung (Rastrelliger Sp.) dengan Fermentasi Spontan. Jurnal
Teknologi Perikanan, Vol 12(1): 1:15
Djumarti,
dkk. 2007. Studi Pembuatan Ikan pindang
Siap Saji Berdaya Simpan Tinggi. Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi
Pangan Indonesia (PATPI)
Farahita,
Y., Junianto, dan Kurniawati, N. 2012. Karakteristik
Kimia Caviar Nilem Dalam Perendaman Campuran Larutan Asam Asetat Dengan Larutan
Garam Selama Penyimpanan Suhu Dingin (5-10Âșc). Jurnal Perikanan dan
Kelautan, Vol.3(4):165-1170
Fransisca.
2012. Fermentasi Sayur Asin.
journal.wima.ac.id. Diakses pada Minggu 16 April 2017 pukul 08.25 WIB.
Thariq,
AS., Swastawati, F dan Surti T. 2014. Pengaruh
Perbedaan Konsentrasi Garam Pada Peda Ikan Kembung (Rastrelliger neglectus)
Terhadap Kandungan Asam Glutamat Pemberi Rasa Gurih(Umami). Jurnal Pengolah
dan Bioteknologi Hasil Pertanian, Vol. 3(3):104-111
Muchtadi,
T. R. dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi
Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta.
Bandung
Muttaqin,
M. 2011. Sawi Asin: Produk Sawi
Fermentasi Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Pandit. 2007. Perbaikan Cara Pengolahan Ikan Pindang
(Innovation Process Of Boiled Fish). Denpasar: Universitas Wardamewa
Rahmani,
dkk. 2012. Pengaruh Metode Penggaraman
Pengaruh Metode Penggaraman Basah Terhadap Karakteristik Produk Ikan Asin Gabus
(Ophiocephalus Striatus). Jurnal volume 8(03): 1-11
Rastuti, W. 2013. Studi
Pengaruh Variasi Konsentrasi Garam Terhadap Citarasa Pada Peda Ikan Layang
(Secapterus russelli). Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 1(1):95-101
Riansyah,
A dkk. 2013. Pengaruh Perbedaan Suhu dan
Waktu Pengeringan Terhadap Karakteristik Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster
pectoralis) Dengan Menggunakan Oven. Jurnal volume 2(01): 1-16
Sadek. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam Dan Penambahan
Sumber Karbohidrat Terhadap Mutu
Organoleptik Produk Sawi Asin. Bogor: Instiitut Pertanian Bogor
Santoso, B.
2008. Ikan Pindang. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Saputro
T. 2014. Pengawetan Kulit dengan Penggaraman. Diakses 15 April 2017. Tersedia
pada: http//.ilmuternak.com/
Sumiyati,
T. 2008. Pengaruh Pengolahan Terhadap
Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica). Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Tumbelaka,
R.A.T. 2014. eprints.ung.ac.id. Penggaraman.
Diakses pada Minggu, 16 April 2017 Pukul 09.24.
Witono, J.R.
2013. journal.unpar.ac.id. Penggaraman
ikan. Diakses pada Sabtu, 16 April 2017 Pukul 10.01.
No comments:
Post a Comment