Pengolahan Pangan dan Ilmu Pangan

Sunday, July 23, 2017

Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan Penggaraman

VII. PENGGARAMAN

A. Pre-lab

1.    Apa yang dimaksud dengan penggaraman?
      Penggaraman adalah suatu proses pengolahan pengawetan dengan menggunakan penambahan garam dalam konsentrasi tinggi yang dapat menghambat kegiatan mikroorganisme pada suatu produk. Penggunaan garam dilakukan untuk mengawetkan dan menyamarkan kerusakan yang dapat terjadi pada bahan pangan. Secara umum proses penggaraman terdiri atas dua tahap, yaitu penggaraman dan pengeringan (Tjahjadi, 2011).

2.    Sebutkan prinsip penggaraman!
      Penggaraman mempunyai fungsi untuk mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik dan kadar air yang rendah (Estiasih, 2014). Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme yang tahan garam dapat tumbuh. Pengolahan dengan garam biasanya merupakan kombinasi dengan pengolahan yang lain seperti fermentasi (Estiasih, 2009). Garam akan menciptakan akan menciptakan suasana jenuh pada bagian luar bahan sehingga garam yang memiliki tekanan osmotik tinggi akan menarik air dalam bahan pangan keluar dan menarik cairan sel mikroorganisme sehingga menjadi plasmolisis dan mati (Yuniarti dkk, 2013).

3.    Mengapa penggaraman dapat mengawetkan?
      Penggaraman dapat mengawetkan  produk pangan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik yang dan  kadar air yang rendah  sehingga jumlah air bebas yang biasa digunakan mikroorganisme untuk tumbuh berkurang dan mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mati sehingga makanan menjadi awet (Estiasih, 2014).

4.    Apa fungsi penggaraman pada proses fermentasi?
      Garam yang digunakan pada proses fermentasi berfungsi untuk menentukan jenis dan tingkat pertumbuhan mikroba sehingga menentukan kualitas dan keasaman suatu produk fermentasi. Garam berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak tahan garam dan menyeleksi jenis mikroba yang halotoleran terhadap garam. Selain itu garam berfungsi menarik air dari jaringan sayuran sehingga garam berperan dalam perubahan tekstur sayuran yang difermentasi contohnya pickle (Usmiati, 2010).


5.    Apa fungsi penggaraman pada proses enzimatis?
      Contoh penggaraman dengan proses enzimatis yaitu pada pembuatan kecap asin. Pada proses pengolahan dengan enzimatis fungsi garam adalah menyeleksi jenis enzim yang aktif. Enzim yang tidak tahan terhadap garam akan inaktif sehingga enzim yang aktif akan beraktivitas mendegradasi protein ikan dan membentuk flavor dan aroma yang khas. Enzim yang berperan adalah tripsin dan katepsin (Usmiati, 2010).


6.    Mengapa penggaraman bisa menyebabkan perubahan warna?
Perubahan warna pada bahan yang di garamkan terjadi karena proses reaksi mailard pada saat pengeringan dan terjadi oksidasi kandungan bahan, serta kandungan mioglobin yang merupakan penyusun warna pada daging melepaskan pigmen heme sehingga warna daging menjadi pucat. Pada ikan peda perubahan warna disebabkan karena adanya proses fermentasi mikroba dan enzim endogen yang ada pada perut ikan. Pada produk kornet perubahan warna disebabkan reaksi ion nitrit dengan zat warna mioglobin yang menghasilkan senyawa nitrit-mioglobin. Mioglobin bereaksi dengan nitrogen oksida menghasilkan senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk nitroso-myochoromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif stabil (Suharyanto, 2008).
Pada pemindangan perubahan warna terjadi karena reaksi maillard dan oksidasi tetapi perubahan tidak sebesar pada ikan asin karena pemindangan dilakukan dengan uap sehingga kadar airnya tinggi. Pada kornet perubahan warna terjadi antara garam nitrit dan mioglobin membentuk warna cerah (Ariyani, 2008).

7.    Mengapa penggaraman bisa mengubah tekstur produk pangan?
Karena garam mengikat air dan menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ekstrasel dalam jaringan bahan. Konsentrasi ekstrasel meningkat dan menyebabkan air didalam sel mengalami osmosis dan berkurang. Keadaan ini menyebabkan tekstur produk menjadi lebih keras dan padat. Selain itu, protein juga mengalami proses koagulasi yang menyebabkan penurunan daya ikat air, akibatnya tekstur menjadi lebih kaku dan mengkerut. Perubahan tekstur yang lunak dapat disebabkan karena terjadi proses perubahan kolagen menjadi gelatin yang kemudian larut, selain itu fraksi lemak pada bahan meleleh. Garam memperkuat gluten dalam adonan roti membuat kekuatan dan tekstur adonan merata. Dengan adanya garam, gluten menahan lebih banyak air dan karbondioksida sehingga adonan dapat mengembang tanpa terkoyak. Garam memperbaiki keempukan daging yang diasinkan dan meningkatkan pengikatan air oleh protein. Garam juga membantu konsistensi keju dan sauerkraut (asinan /acar) (Sopandi, 2013).

8.    Apa yang dimaksud dengan kyuring?  Apa fungsi kyuring?
      Kyuring merupakan proses pengolahan pangan pada daging dengan penambahan garam nitrit atau nitrat. Dimana nitrit atau nitrat ditambahkan bertujuan untuk membunuh Clostridium botulinum serta dapat mempertahankan warna bahan. Fungsi dari proses kyuring yaitu membentuk flavor dan aroma tertentu, memperbaiki warna menjadi cerah, mengawetkan produk pangan, mencegah oksidasi yang terjadi pada produk dan menghambat pertumbuhan mikroba (Tambunan, 2008).

9.    Sebutkan makromolekul yang terurai akibat proses penggaraman!
      Protein, karena akibat aktivitas enzim yang tahan terhadap garam dapat mendegradasi protein yang dapat membentuk flavor dan aroma. Konsentrasi garam yang tinggi akan meningkatkan nilai pH, ketika nilai pH telah melebihi nilai optimumnya, maka protein akan terdenaturasi dan dipecah jadi komponen mikromolekul (Usmiati, 2010).

10.  Bagaimana reaksi perubahan cita rasa pada proses pembuatan sayur asin?
Sayur-sayuran mengandung gula dan komponen-komponen nutrisi lain yang cukup sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Seperti sebagian besar dari fermentasi sayuran, fermentasi sayur asin merupakan fermentasi spontan yaitu proses fermentasi tanpa digunakan starter dan terjadi dengan sendirinya dengan bantuan mikroflora alami. Karakteristik dari proses ini adalah adanya bakteri asam laktat yang termasuk bakteri heterofermentatif. Bakteri asam laktat penting dalam pencapaian produk yang stabil dengan rasa dan aroma yang khas. Hasil pertumbuhan bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol, manitol, dekstran, ester dan CO2. Kombinasi dari asam, alkohol dan ester akan menghasilkan rasa yang spesifik dan disukai (Sopandi, 2013).

(Pradani, 2009).

11.  Bagaimana pengaruh penggaraman terhadap daya cerna produk?
Pengaruh penggaraman terhadap daya cerna produk yaitu penggaraman meningkatkan daya cerna karena protein terdenaturasi selama proses penggaraman sehingga daya cerna meningkat (Syahruddin, 2013). Misalkan pada produk ikan, saat proses penggraman akan terjadi penetrasi garam dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dartubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam. Garam yang larut ini lambat laun akan memasuki tubuh ikan lalu terjadi pertukaran garam dan cairan yang mendesak air didalam tubuh ikan keluar sampai batas keseimbangan, proses itu akhirnya mengakibatkan pengentalan cairan tubuh ikan yang masih tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan (Soeparno,2008)






B. Diagram Alir/Flowchart
1.  










C. DATA HASIL PRAKTIKUM MATERI PENGGARAMAN

1. Warna
Produk/Proses
Warna
(Color Reader)
Warna (Visual)
Awal
Antara
Akhir
Awal
Antara
Akhir
Pemedaan
(Ikan Selar)
L= 64,6
a= +2,7
b= +15,3
-
L= 73,46
a= +1,76
b=+12,53
Segar

Pucat, warna agak menguning
Ikan asin metode kering
(Ikan Selar)
L= 64,6
a= +2,7
b= +15,3
L= 46,73
a= -2,8
b=+6,467
L= 51,36
a= +9,5
b= +10,73
Segar
Pucat
Pucat pasih
Ikan asin metode basah
(Ikan Selar)
L= 64,6
a= +2,7
b= +15,3
L=116,43
a= +0,23
b= +9,8
L= 47,06
a= +0,43
b= +5,36
Segar
Pucat
Pucat segar
Pemindangan
(Ikan kembung)
L= 67,8
a= -1,1
b= +2,9
-
L= 57,03
a= +1,26
b= +14,43
Segar

Putih abu-abu
Sayur asin
Air Kelapa:
L= 49,53
a= -7,6
b= 14
Air Mineral:
L= 49,53
a= -7,6
b= 14
-
Air Kelapa:
L= 35,76
a= -3
b= +8,53
Air Mineral:
L= 35,86
a= -3,567
b= +7,63
Air Kelapa:
Hijau


Air Mineral:
Hijau

Air Kelapa:
Hijau pucat


Air Mineral:
Hijau segar

Pembahasan :
1.    Mengapa terjadi perubahan warna pada proses:
A. Pemedaan.
          Pada pemedaan untuk warna awal diperoleh warna ikan yang segar abu-abu cerah kemudian setelah ditaburkan garam dan dibiarkan tertutup selama 4 hari berubah menjadi pucat dan warna agak kekuningan. Berdasarkan hasil color reader pemedaan ikan, warna awal memiliki nilai L= 64,6 a= +2,7 b= +15,3 kemudian setelah 4 hari, warna ikan berubah menjadi L= 73,46 a= +1,76 b= +12,53.
Umumnya proses fermentasi peda adalah fermentasi spontan, dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi ikan secara spontan umumnya menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi untuk menyeleksi mikroba tertentu dan menghambat pertumbuhan mikroba yang menyebabkan kebusukan, sehingga hanya mikroba tahan garam yang hidup (Desniar dkk. 2009). Perubahaan warna ini disebabkan karena berkurangannya kadar air ketika penggaraman sehingga dengan berkurangnya kadar air tersebut bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umunya akan berkurang (Riansyah, dkk, 2013). Pada pemedaan perubahan warna yang terjadi reaksi fermentasi yang berjalan sempurna, adanya bakteri halofilik dalam saluran pencernaan (isi perut dan insang) yang tidak dibuang akan melepaskan enzim-enzim endogen dan enzim tersebut dapat memecah protein yang menyebabkan perubahan warna. Selain itu juga terjadi reaksi maillard yang menyebabkan adanya reaksi antara asam-asam amino pada ikan dan gula pereduksi selama proses pengeringan (Dami, 2014).

B. Pembuatan ikan asin
Untuk pembuatan ikan asin dengan metode kering, pengamatan warna visual untuk kulit pada awalnya bewarna segar abu-abu cerah, setelah digarami dan dibiarkan 1 hari (antara) warna berubah menjadi pucat, sedangkan setelah dikeringkan dengan cabinet dryer dengan suhu 600C selama 5 jam (akhir) warna berubah menjadi pucat pasih. Berdasarkan hasil color reader menunjukkan warna awal memiliki nilai L= 64,6 a= +2,7 b= +15,3. Kemudian setelah 1 hari untuk warna antaranya memiliki nilai  dan warna L= 46,73 a= -2,8 b= +6,467, kemudian akhirnya memiliki nilai L= 51,36 a= +9,5 b= +10,73. Untuk pembuatan ikan asin dengan metode basah, pengamatan warna visual untuk kulit pada awalnya bewarna  segar abu-abu cerah, setelah digarami dan dibiarkan 1 hari (antara) warna menjadi pucat, sedangkan setelah dikeringkan dengan cabinet dryer dengan suhu 600C selama 5 jam (akhir) warna berubah menjadi pucat pasih. Berdasarkan hasil color reader menunjukkan warna awal memiliki nilai L= 64,6 a= +2,7 b= +15,3 . Kemudian untuk warna antaranya memiliki nilai L=116,43 a=+0,23 b= +9,8 sedangkan untuk warna akhirnya memiliki nilai L= 47,06 a= +0,43 b= +5,36.
Pada pembuatan ikan asin baik dengan metode kering dan basah perubahan warna kulit ikan yang menjadi pucat pasih, kesegarannya berkurang dikarenakan pengaruh dari pengeringan ketika ikan dikeringkan dalam cabinet. Pengeringan memberikan pengaruh yang signifikan pada kadar karbohidrat dan kadar air pada ikan asin. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan akan mengalai kerusakan pada vitamin-vitamin dan zat warnanya segingga menyebabkan warna ikan asin akan semakin pucat (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Pada ikan asin metode basah telah terjadi perubahan warna pada akhir produk. Hal tersebut karena semakin tinggi konsentrasi dan semakin lama perendaman menyebabkan pengaruh pengotoran yang terdapat dalam garam semakin tinggi. Garam yang mengandung senyawa Fe dan Cu dapat mengakibatkan ikan asin berwarna coklat kotor atau kuning (Rahmani, dkk, 2012). Sedangkan untuk perubahan warna daging ikan yang berubah karena kandungan mioglobin yang merupakan peyusun warna pada daging melepaskan pigmen heme. Selain itu dengan pemberian garam yang mengandung Na dan Mg menghasilkan produk yang berwarna putih. Sedangkan perubahan warna menjadi kecoklatan (kekuningan) disebabkan adanya reaksi maillard yang menyebabkan adanya reaksi antara asam-asam amino pada ikan dan gula pereduksi selama proses pengeringan. Selain itu terjadinya kontak antara oksigen dengan kandungan lemak pada yang menyebabkan oksidasi. Garam yang mengandung Fe dan Cu dapat mengakibatkan ikan asin berubah warna menjadi coklat atau kuning (Adawyah, 2007).



C. Pemindangan
Untuk pemindangan ikan kembung, pengamatan warna visual untuk kulit pada awalnya bewarna segar atau cerah kemudian berubah menjadi putih abu-abu. Berdasarkan hasil color reader menunjukkan warna awal memiliki nilai L= 67,8 a= -1,1 b= +2,9 berubah menjadi nilai L= 57,03 a= +1,26 b= +14,43. Pemindangan merupakan proses pengawetan ikan dengan cara pengukusan ikan dalam lingkungan bergaram dengan tujuan untuk menghambat untuk menghambat aktivitas enzim. Dengan adanya proses pemanasan yang terjadi saat pengukusan tersebut, dapat menyebabakan terjadinya perubahan warna pada ikan yang dipindang. Pada pemindangan perubahan warna kulit ikan yang menjadi abu-abu yang lebih tua dikarenakan pengaruh dari pemanasan ketika ikan dimasak. Selain itu dengan adanya proses pemasakan menyebabkan protein terdenaturasi yang dapat merubah warna (Santoso, 2008). Pengaruh jumlah garam yang masuk ke dalam bahan juga menyebabkan perubahan warna daging ikan menjadi lebih keruh/pucat (opaque) (Sumiyati, 2008). Menurut Ardianti Y. Dkk (2014), garam yang memiliki konsentrasi tinggi akan mendenaturasi protein yang menyebabkan warna pada ikan menjadi lebih gelap. Oleh karena itu, pemindangan pada ikan menyebabkan perubahan warna yang bisa disebabkan garam dan adanya reaksi mailard.

D. Pembuatan sayur asin
Untuk pembuatan sayur asin dilakukan dengan dua metode perendaman yaitu dengan air kelapa dan air mineral. Pengamatan warna visual untuk sayur menggunakan air kelap pada awalnya bewarna hijau, kemudian setelah digarami dan direndam menggunakan air kelapa warna menjadi hijau pucat. Berdasarkan hasil color reader sayur asin air kelapa menunjukkan warna awal dengan nilai L= 49,53 a= -7,6 b= 14 yang kemudian setelah perendaman 3 hari nilai berubah menjadi L= 35,76 a= -3 b= +8,53. Pada sayur asin menggunakan air mineral warna hijau segar kemudian setelah perendaman warna visualnya menjai warna hijau pucat. Pengukuran dengan colour reader  didapatkan warna awal dengan nilai L= 49,53 a= -7,6 b= 14 yang kemudian berubah nilai menjadi L= 35,86 a= -3,567 b= +7,63 setelah perendaman 3 hari.
Air kelapa merupakan media yang sangat tinggi mengandung nutrisi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Dalam suasana asam klorofil yang berwarna hijau berubah menjadi feofitin yang berwarna hijau kecoklatan. Air kelapa memberikan sumber nutrisi yang akan semakin mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat yang akan memfermentasi sawi hijau. (Ardiyanti Y dkk, 2014). Pada warna sayur asin yang menggunakan air biasa/ mineral lebih berwarna hijau segar. Hal ini terjadi karena tidak adanya sumber nutrisi untuk bakteri yang berperan selama proses fermentasi, jadi pigmen warna tidak terdegradasi dan warna yang dihasilkan masih segar jika dibandingkan dengan penggunaan air kelapa (Muttaqin, 2011). Perendaman sayur menggunakan air mineral tidak menyebabkan reaksi dikarenakan tidak adanya nutrisi yang bisa dimanfaatkan mikroba untuk fermentasi sehingga warna tetap hijau, sebaliknya pada air kelapa seharusnya berwarna hijau kecoklatan yang diakibatkan oleh kandungan gula reduksi yang bisa dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat. Selain itu warna kecoklatan juga disebabkan oleh substitusi magnesium oleh ion hidrogen yang membentuk feofitin sehingga klorofil kehilangan magnesium (Fransisca, 2012).



2. Tekstur
Produk/Proses
Tekstur (Tensile Strength)
Tekstur (Sensoris)
Awal
Antara
Akhir
Awal
Antara
Akhir
Pemedaan
(Ikan Selar)
11,1

-10,3
Keras segar

Agak rapuh, agak
alot, kaku, keras
Ikan asin metode kering
(Ikan Selar)
11,1
-8,2

Keras segar
Lebih keras
Sedikit lunak dan rapuh
Ikan asin metode basah
(Ikan Selar)
11,1
-15,6

Keras segar
Lebih keras
Keras
Pemindangan
(Ikan kembung)
10,5

13,4
Keras segar

Padat
Sayur asin
*

*
Lunak

Lembek/Lunak

*) tidak bisa diukur dengan tensil strength
 


Pembahasan :
2. Mengapa terjadi perubahan tekstur pada proses:
A. Pemedaan
Pada pemedaan saat diukur dengan tensile strength pada awalnya memiliki nilai sebesar 11,1 dan akhir menjadi -10,3. Jika diamati melalui sensoris perubahan yang terjadi adalah dari tekstur awal keras segar berubah menjadi Agak rapuh, agak alot, kaku dan keras. Perubahan tekstur terjadi karena pada proses pemedaan yang dilakukan dengan penaburan garam ke seluruh permukaan menyebabkan banyaknya garam yang mengikat air dan menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ektrasel dalam jaringan bahan. Konsentrasi ektrasel yang meningkat dapat menyebabkan air di dalam sel mengalami osmosis dan berkurang. Keadaan ini menyebabkan tekstur produk menjadi lebih keras (Witono, 2013). Semakin tinggi konsentrasi garam, penurunan aw juga semakin besar. Kontrol aktivitas air sangat penting dalam industri makanan, dimana aktivitas air rendah mencegah pertumbuhan mikroba dan menyebabkan perubahan besar dalam karakteristik tekstur (Desniar dkk. 2009).

B. Pembuatan ikan asin
Pada ikan asin dengan metode kering saat diukur dengan tensile strength pada awalnya tekstur awal pada ikan kembung adalah 11.2 dan pada akhir menjadi -8,2. Melalui pengamatan sensoris perubahan yang terjadi adalah dari keras segar berubah menjadi lebih keras setelah 1 hari (antara), dan berubah menjadi sedikit lunak dan rapuh setelah pengeringan (akhir). Perubahan tekstur ini disebabkan oleh kadar air pada ikan sudah berkurang hingga batas optimal pengeringan ikan (Riansyah A dkk., 2013). Perbedaan kosentrasi antara garam dengan cairan yang terdapat pada tubuh ikan, garam yang masuk ke dalam tubuh ikan bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan disebabkan oleh tekanan osmosis yang menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ekstrasel dalam jaringan bahan (Djumarti, dkk, 2007).
Pada ikan asin dengan metode basah saat diukur dengan tensile strength pada awalnya tekstur awal pada ikan kembung adalah 11.1 dan pada akhir menjadi -15,6. Melalui pengamatan sensoris perubahan yang terjadi adalah dari keras segar berubah menjadi lebih keras setelah 1 hari (antara), dan berubah menjadi keras setelah pengeringan (akhir). Pada perendaman menggunakan larutan garam juga terjadinya perbedaan konsentrasi garam dan cairan dalam ikan yang akan mengubah tekstur ikan tersebut. Kadar air dalam ikan menjadi rendah dan menyebabkan ikan terlihat kering (Rahmani dkk,2012). Kadar air dan aktivitas air dalam bahan pangan sangat besar peranannya terutama dalam menentukan tekstur bahan pangan. Proses perendaman dengan menggunakan larutan garam akan menyebabakan autolisis didalam jaringan bahan pangan menjadi lancar. Pada proses autolisis juga akan berperan enzim-enzim proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri (Riansyah A dkk., 2013).

C. Pemindangan
Pemindangan ikan dilakukan dengan cara pemberian garam pada ikan kembung kemudian dilakukan steam. Pada pemindangan ikan dilakukan pengamatan terhadap tekstur menggunakan tensile strenght dan dengan sensoris. Pengukuran ikan menggunakan tensile strenght sebelum dilakukan pemindangan didapatkan hasil 10,5 sedangkan pada ikan setelah dilakukan pemindangan adalah 13,4. Adanya peningkatan hasil pengukuran menggunakan tensile strenght menunjukan bahwa tekstur ikan meningkat menjadi lebih padat. Garam yang diberikan dapat mengikat air yang mengakibatkan terjadinya plasmolisis pada tubuh bakteri. Dimana garam yang mengikat air dan menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ektrasel dalam jaringan bahan. Konsentrasi ektrasel yang meningkat dapat menyebabkan air di dalam sel mengalami osmosis dan berkurang. Keadaan ini menyebabkan tekstur produk menjadi lebih keras. Selain itu pada proses pemasakan yang mengakibatkan protein mengalami denaturasi otot daging ikan dan denaturasi tersebut menyebabkan tekstur menjadi lebih keras (Santoso, 2008). Pada pindang yang terkontaminasi mikroorganisme biasanya akan menimbulkan lendir. Setelah timbulnya lendir, pindang menjadi kering dan keras sehingga teksturnya berubah. Kerusakan yang lebih lanjut pada pindang akan menyebabkan tekstur pindang kompak dan mudah hancur (Badilangoe, 2012).

D. Pembuatan sayur asin
Pada sayur asin tidak dilakukan pengukuran menggunakan tensile strength, namun jika diukur melalui sensoris perubahan yang terjadi adalah dari tekstur lunak berubah menjadi lebih lunak. Perubahan tekstur ini diduga disebabkan oleh larutnya senyawa pektin pada bahan sehingga menyebabkan tekstur melunak. Pelunakan tekstur ini disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Sadek, dkk, 2009). Sayur asin yang bermutu baik mempunyai karakteristik warna yang kekuningan, rasa enak, tekstur lunak dan aroma yang sedap, yaitu kombinasi antara asam dan alkohol dari hasil fermentasi (Sadek, 2010). Tetapi, pada dasarnya proses pembuatan sayur asin akan menyebabkan pengerasan tekstur sehingga biasanya tekstur sayur asin akan menjadi lebih renyah karena kadar air pada bahan berkurang (Bahan Ketahanan Pangan, 2015).





3. Berat dan penampakan
Produk/
Proses
Berat (gram)
Penampakan (Kesegaran)
Awal
Antara
Akhir
Awal
Antara
Akhir
Pemedaan
(Ikan Selar)
103, 97 gr

78 gr
Segar


Pucat,seperti ikan asin pada umumnya
Ikan asin metode kering
(Ikan Selar)
104,39 gr
89 gr
69 gr
Segar

Kurang segar
Segar seperti ikan asin pada mumnya
Ikan asin metode basah
(Ikan Selar)
103,63 gr
95 gr
65 g
Segar

Basah sedikit busuk
Segar seperti ikan asin pada mumnya
Pemindangan
(Ikan kembung)
96,25 gr

62,97 gr
Segar


Matang
Sayur Asin

Air Kelapa:
45,85 gr


Air Mineral:
39,11 gr

Air Kelapa:
35,53 gr


Air Mineral:
22,29 gr

Air Kelapa:
Segar


Air Mineral:
Segar


Air Kelapa:
Layu


Air Mineral:
Segar


Pembahasan :
3. Mengapa terjadi perubahan berat dan penampakan pada proses:
A. Pemedaan
Pada pemedaan ikan selar, berat dan penampakan ikan sebelum dilakukan pemedaan dan setelah dilakukan pemedaan. Berat ikan sebelum dilakukan pemedaan adalah 103,97 gr sedangkan pada ikan setelah dilakukan pemedaan adalah 78 gr. Berat ikan terjadi penurunan sebesar 25,97 gr, atau dengan kata lain kadar air ikan dihilangkan sebanyak 25,97 gr. Berat berkurang karena proses osmosis, dimana cairan pada ikan keluar akibatnya adanya penggaraman sehingga bobot ikan berkurang. Garam yang masuk ke dalam tubuh ikan bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan disebabkan oleh tekanan osmosis yang menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ekstrasel dalam jaringan bahan. Penampakan pada ikan sebelum dilakukan pemedaan pucat dan setelah ikan dilakukan pemedaan tulang ikan kuat dan tidak berkerut Pengeringan juga mengoptimalkan penguapan air sehingga beratnya menurun. Pada penampakan juga terlihat perubahan yang awalnya segar, setelah pemedaan menjadi pucat agak keriput dan kaku. Perubahan penampakan ini dapat disebabkan karena berkurangannya kadar air ketika penggaraman sehingga senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral berada dalam konsentrasi yang lebih tinggi, tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya akan berkurang, terutama yang larut air (Djumarti, dkk, 2007).  
B. Pembuatan ikan asin
      Penurunan berat tertinggi terjadi pada ikan asin metode kering dengan selisih bobot yang hilang 15,39 gr dan pada metode basah hanya 8,3 gr. Hasil didapatkan dari berat awal dikurangi berat proses setalah 1 hari (antara) karena 2 proses tersebut merupak proses penggaraman. Ikan asin metode kering dengan berat awal 104,39 gr dan berat akhir menjadi 69 gr. Ikan asin metode basah berat awal didapatkan 103,63 gr sedangkan berat akhir 65 g. Penambahan garam dalam pengolahan produk ikan dapat mempengaruhi kadar air, maka kadar garam yang terserap ke dalam daging ikan akan menurunkan kadar air ikan dan mengakibatkan meningkatnya kandungan protein. Hal ini disebabkan oleh garam yang diserap ke dalam daging ikan mendenaturasi larutan koloid protein sehingga terjadi koagulasi yang memnyebabkan air keluar daging ikan. Dengan mengurangi kadar air, bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, tetapi vitamin vitamin dan zat warna pada umumnya akan berkurang. Pengurangan kadar air tersebut mempengaruhi berat akhir produk. Garam yang berdifusi kedalam daging ikan dan cairan dari daging mengalami osmosis, sehingga meminimalkan penurunan berat dan dikeringkan kembali dengan oven beratnya kembali turun Pengovenan merupakan metode pengeringan dengan tujuan untuk mengeluarkan sebagian air yang terdapat pada suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut menggunakan energi panas (Riansyah A dkk, 2013). Pada penampakan untuk kedua metode memiliki hasil yang sama yaitu tetap segar sepeti ikan asin pada umumnya yang membedakan hanya pada pengamatan antara, dimana pada metode kering kurang segar dan pada metode basah sedikit membusuk. Pada pengeringan dengan uap panas terjadi proses leaching pada komponen protein dan lemak, sehingga sel menjadi rusak. Sel yang rusak akan menyebabkan jaringan terbuka dan menurunkan tekanan rigor mortis sehingga daya ikat protein menurun dan air ikut bersama dengan titik atau upa air yang hilang (Saputro T, 2014).  

C. Pemindangan
      Berat pada pemindangan ikan mengalami penurunan, dimana berat awal ikan sebelum dilakukan pemindangan 96,25 gr dan berat ikan setelah dilakukan pemindangan adalah 62,97 gr. Penggunaan panas akan menyebabkan air yang terdapat pada ikan menguap sehingga berat pada ikan akan berkurang. Penampakan pada ikan pada awalnya segar dan ikan yang setelah dilakukan pemindangan menjadi matang. Daging ikan menjadi matang karena adanya pemberian steam dan juga merubah penampakan dari ikan pindang (Rahmani dkk, 2012). Pada pengeringan dengan uap panas terjadi proses leaching pada komponen protein dan lemak, sehingga sel menjadi rusak. Sel yang rusak akan menyebabkan jaringan terbuka dan menurunkan tekanan rigor mortis sehingga daya ikat protein menurun dan air ikut bersama dengan titik atau upa air yang hilang (Saputro T, 2014). 

D. Pembuatan sayur asin
      Berat pada sayur asin yang menggunakan media air kelapa dan air mineral mengalami penurunan. Berat pada sawi sebelum dilakukan perendaman dengan air kelapa adalah 45,85 gr dan berat sesudah penggaraman dan perendaman adalah 35,53 gr. Berat sawi sebelum dilakukan pengaraman dan perendaman dengan air mineral adalah 39,11 gr dan berat sawi setelah penggaraman dan direndam pada air mineral adalah 22,29 gr. Penyusutan dikarenakan garam yang masuk ke dalam jaringan sayuran segar dapat mendesak keluar cairan dan zat-zat yang larut lainnya dari sayuran tersebut melalui proses osmosis. Sehingga bobot sayuran tersebut menjadi susut (Riansyah A dkk, 2013). Penampakan pada sawi sebelum dilakukan penggaraman dan  direndam dengan air mineral maupun menggunakan air kelapa masih segar. Setelah dilakukan penggaraman dan direndam pada larutan yang berbeda, sawi menjadi tidak segar (layu) yang menggunakan air kelapa dan sebaliknya masih segar pada media air mineral. Pelayuan terjadi karena sebelum direndam pada larutan, sawi diremas-remas hingga layu kemudian diberi garam, hal tersebut dimaksudkan agar garam mudah masuk ke dalam jaringan sawi. Pelayuan juga terjadi karena adanya fermentasi spontan dari bakteri asam laktat, bakteri asam laktat ini akan mendegradasi selulosa pada sawi, sehingga menyebabkan sawi menjadi layu (Sadek, 2009).

4. Aktivitas Air (Aw)
Produk/Proses
Aktivitas Air
Awal
Antara
Akhir
Pemedaan
(Ikan selar)
0,78

0,54
Ikan asin metode kering
(Ikan selar)
0,8
0,64
0,58
Ikan asin metode basah
(Ikan selar)
0,8
0,82
0,83
Pemindangan
(Ikan kembung)
0,79

0,85
Sayur Asin
Air Kelapa:
0,83

Air Mineral:
0,83

Air Kelapa:
0,64

Air Mineral:
0,82

Pembahasan :
4. Mengapa terjadi perubahan aktivitas air pada proses:
A. Pemedaan
Aktivitas air pemedaan awal ikan selar bernilai 0,78 dan diperoleh aktivitas air setelah penggaraman menjadi 0,54. Terjadi penurunan aktivitas air akibat adanya penambahan garam yang mampu mengikat air dari bahan. Dimana dengan penambahan garam ke seluruh permukaan bahan menyebabkan banyaknya garam yang mengikat air dan menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ektrasel dalam jaringan bahan. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran sebagian air dari jaringan ikan dan diganti larutan garam (Tumbelaka, 2014). Semakin tinggi konsentrasi garam, penurunan aw juga semakin besar. Kontrol aktivitas air sangat penting dalam industri makanan, dimana aktivitas air rendah mencegah pertumbuhan mikroba dan menyebabkan perubahan besar dalam karakteristik tekstur (Desniar dkk. 2009).

B. Pembuatan ikan asin
Ikan asin yang dibuat dengan menggunakan metode kering menunjukan nilai aktivitas air sebesar 0,8 pada saat ikan belum diberi garam, dan mengalami penurunan aktivitas air pada ikan yang telah diberi penggaraman menjadi 0,58. Hal tersebut dikarenakan adanya peristiwa osmosis sehingga kadar air pada ikan turun, adapun air yang mengalami osmosis adalah air bebas sehingga kecenderungan aktivitas air pada bahan semakin menurun (Rahmani dkk, 2012).
Aktivitas air pada ikan asin dengan menggunakan metode basah mengalami peningkatan setelah diberi larutan garam. Dimana aktivitas air pada ikan sebelum diberi larutan garam adalah 0,8 dan setelah diberi larutan garam adalah 0,82. Menurut Rahmani dkk (2012) garam mudah mengikat air sehingga menyebabkan kandungan air bebas relatif dari bahan menjadi lebih kecil sehingga bahan tersebut memiliki Aw yang rendah. Namun, setelah dikeringkan dengan cabinet dryer Aw ikan meningat menjadi 0,83. Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya produk yang dikeringkan akan mengalami penururnan Aw (Riansyah A dkk, 2013). Hal ini bisa disebabkan karena kurang teliti dalam penimbangan dan adanya waktu tunggu sebelum ditimbang sehingga terdapat uap air yang terserap ke ikan dari lingkungan.

C. Pemindangan
Aktivitas air  sebelum proses pemindangan 0,79 dan sesudah nya menjadi 0,85. Menurut literatur seharusnya terjadi penurunan aktivitas air akibat adanya penambahan garam yang mampu mengikat air dari bahan. Pada proses penggaraman, garam yang diberikan dapat mengikat air yang mengakibatkan terjadinya plasmolisis pada tubuh bakteri. Dimana garam yang mengikat air dan menyebabkan perubahan konsentrasi antara intrasel dan ektrasel dalam jaringan bahan. Konsentrasi ektrasel yang meningkat dapat menyebabkan air di dalam sel mengalami osmosis dan berkurang. Keadaan ini menyebabkan tekstur produk menjadi lebih keras. Selain itu pada proses pemasakan yang mengakibatkan protein mengalami denaturasi otot daging ikan dan denaturasi tersebut menyebabkan tekstur menjadi lebih keras (Santoso, 2008). Peningkatan Aw diakibatkan karena lamanya waktu pengukusan. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar air pada suhu kamar, karena terjadi penyerapan uap air. Selama penyimpanan ikan yang dipindang kadar airnya meningkat. Hal ini disebabkan karena terjadi proses penyerapan uap air dari udara steam (Desinar dkk, 2009).

D. Pembuatan sayur asin
Aktivitas air pada sayur asin yang direndam menggunakan air kelapa awalnya 0,83 setelah dilakukan perendaman aktivitas air pada sayur asin mengalami penurunan menjadi 0,64. Pada sayur asin yang direndam menggunakan air mineral memiliki aktivitas air sebelum sawi direndam adalah 0,83 dan setelah sawi direndam menggunakan air mineral, aktivitas air pada sawi menjadi 0,82. Aktivitas air pada sawi mengalami penurunan, hal tersebut dikarenakan sifat dari garam itu sendiri. Garam memiliki tekanan osmotik tinggi yang dapat mengakibatkan plasmolisis dari sel mikroba dan dapat menyerap air dari bahan makanan, sehingga aktivitas air dari bahan makanan akan rendah (Pandit, 2007). Nilai aktivitas air yang diperoleh dengan perendaman air mineral belum cukup untuk mengawetkan produk, sedangkan nilai ativitas air pada perendaman dengan air kelapa dapat dikatakan cukup untuk memperpanjang umur simpan produk, dimana jika nilai aktivitas air di bawah 0,8 bakteri tidak dapat bermetabolisme dengan baik sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk (Buckle dkk, 2009).




5. Aroma
Produk/Proses
Aroma
Awal
Antara
Akhir
Pemedaan
(Ikan selar)
Amis

Busuk (tidak terlalu menyengat)
Ikan asin metode kering
(Ikan selar)
Amis
Amis menyengat (setengah busuk)
Menyengat
Ikan asin metode basah
(Ikan selar)

Amis


Amis

Sangat menyengat
Pemindangan
(Ikan kembung)
Amis


Sedikit amis dan gurih
Sayur Asin
Air Kelapa:
Normal

Air Mineral:
Normal

Air Kelapa:
Menyengat

Air Mineral:
Sangat menyengat
Pembahasan :
5. Mengapa terjadi perubahan aroma pada proses:
A. Pemedaan
Pemedaan ikan dilakukan pengamatan aroma pada awal sebelum ikan dilakukan pemedaan dan setelah ikan dilakukan pemedaan. Aroma ikan pada wal adalah amis seperti aroma amis ikan pada umumnya. Setelah ikan dilakukan pemedaan ikan menjadi sedikit bau busuk. Secara umum peda pasar dan peda hasil penelitian memiliki kriteria bau yang enak, tercium aroma spesifik fermentasi. Aroma khas pada peda disebabkan oleh adanya senyawa metil keton, butil aldehid, amino dan senyawa lain yang dihasilkan oleh degradasi protein dan lemak. Selain itu adanya kandungan asam amino nitrogen yang tinggi juga dapat mempengaruhi cita rasa ikan peda (Desniar dkk. 2009). Selain itu, bau busuk yang diperoleh pada ikan peda karena peningkatan jumlah bakteri pembusuk sehingga menyebabkan aktivitas mikroorganisme juga meningkat untuk menghasilkan bau busuk (Pandit, 2007).

B. Pembuatan ikan asin
Pada ikan asin metode kering dari yang beraroma amis awalnya menjadi agak menyengat. Jumlah garam yang digunakan dalam jumlah yang sedikit, karena garam dapat menimbulkan aroma yang harum untuk spesifikasi ikan asin. Hal ini disebabkan semakin lama waktu perendaman akan semakin banyak garam yang larut. Banyaknya garam yang larut akan menyebabkan nilai aroma asin ikan menurun karena salah satu fungsi garam dalam pengolahan pangan adalah untuk menambah cita rasa (Riansyah, dkk, 2013).
Pada ikan asin metode basah dari yang berbau amis awalnya menjadi amis menyengat campur garam (khas ikan asin). Proses pembusukan lebih cepat terjadi, namun dengan adanya pengeringan bau asli ikan (bau anyir/amis) menghilang dan bau menyengat yang ditimbulkan akibat garam lebih terasa (Riansyah, dkk, 2013). Perubahan aroma pada ikan asin dikarenakan pada ikan mengandung TMAO (trimetilamin oksida) dan ketika dilakukan penambahan garam terjadi hidrolisa lemak dan TMAO. Lemak yang dihidrolisa menghasilkan bau tengik atau amis. Selain itu dengan perendaman lama pada larutan garam pada metode basah dapat menyebabkan banyaknya garam dan air yang masuk ke tubuh ikan dan membuat aroma khas tertentu (Santoso, 2008).       
C. Pemindangan
Aroma pada awal sebelum pemindangan adalah amis dan setelah ikan dilakukan pemindangan aroma amis sedikit menghilang. Hal ini dikarenakan pada proses pemasakan atau pemanasan dimana uap air akan membawa senyawa-senyawa yang menyebabkan bau amis dan adanya perlakuan suhu tinggi yang dapat menghentikan reaksi-reaksi enzimatis dan membunuh jasad renik yang menyebabkan flavor dan bau tidak sedap. Sehingga pemasakan ini dapat mengurangi aroma dan bau amis yang terkandung dalam ikan (Santoso, 2008), khusunya aroma yang menyebabkan bau amis adalah senyawa asam amino yang berkurang terutama asam amino yang larut garam (Desniar dkk, 2009).

D. Pembuatan sayur asin
Pembuatan sayur asin dilakukan dengan menggunakan dua media perendeman yaitu air kelapa dan air mineral. Aroma pada air sawi yang ditambahkan air kelapa lebih baik dibandingkan dengan dengan sawi yang direndam pada air mineral yang menghasilkan aroma sangat menyengat. Hal tersebut dikarenakan air  kelapa memberikan sumber nutrisi yang akan mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat yang akan memfermentasi sawi hijau. Akibatnya sawi asin yang dihasilkan akan mempunyai aroma yang semakin khas sawi asin (Sadek, 2009). Aroma tersebut disebabkan oleh hasil fermentasi BAL yang mampu merubah karbohidrat melalui proses katabolisme menjadi asam laktat, asam asetat, alkohol dan senyawa-senyawa lain yang menyebabkan terbentuknya aroma khas fermentasi pada produk-produk yang terfermentasi (Badan Ketahanan Pangan, 2015). Sayur asin yang bermutu baik mempunyai warna yang kekuningan, rasa enak, tekstur lunak dan aroma yang tidak terlalu menyengat (Pradani dkk, 2009).

6. Sebutkan kombinasi yang dilakukan pada pengawetan dengan garam melalui:
a.    Pemedaan
Kombinasi proses pengolahan pada pemedaan adalah fermentasi spontan. Pemedaan menghasilkan satu produk fermentasi yang tidak dikeringkan lebih lanjut, melainkan dibiarkan setengah basah, sehingga proses fermentasi tetap berlangsung. fermentasi spontan dimana tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk stater, tetapi mikroba berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya sesuai untuk pertumbuhan (Thariq dkk, 2014). Pengolahan dengan fermentasi memiliki beberapa keunggulan diantaranya, proses pengolahan yang sederhana, mudah dan tidak mahal, bahan baku yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan sehingga dapat menggunakan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah atau ikan rucah. Selain itu juga dapat memanfaatkan limbah seperti jeroan ikan tuna atau cakalang yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan bekasang. Produk fermentasi biasanya mengandung nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Selain itu fermentasi dapat membantu dalam mengawetkan makanan dan juga memberikan sifat-sifat tertentu yang dapat menjadi daya tarik bagi konsumen, unik serta dapat meningkatkan nilai ekonomi (Desniar dkk, 2009).

b.   Pembuatan ikan asin
Kombinasi proses pengolahan ikan asin adalah dengan proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan saat selesai proses penggaraman selama 1 hari kemudian dikeringkan selama 3-5 jam menggunakan cabinet dryer. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam daging ikan. Disamping fungsi garam yang membantu mengeluarkan cairan dalam sel secara osmosis dan mengikat air. Dengan demikian, mikroba dapat dihambat pertumbuhannya dan dapat memperpanjang umur simpan (Rahmani dkk, 2012).

c.    Pemindangan
Proses pemindangan dengan pemberian garam berkonsentrasi tinggi dikombinasikan dengan pengukusan atau perebusan pada ikan. Proses pengukusan dilakukan selama tiga jam. Ikan dikukus dalam larutan garam yang tidak terlalu pekat dengan tujuan menghambat aktifitas bakteri dan enzim penyebab pembusukan, namun bisa juga dikombinasi dengan larutan kitosan dalam asam asetat yang memiliki potensi untuk memperpanjang daya awet ikan pindang, dimana larutan kitosan mampu menghambat kapang dan bakteri (Farahita  dkk, 2012). Pada proses pemasakan atau pemanasan dimana uap air akan membawa senyawa-senyawa yang menyebabkan bau amis dan adanya perlakuan suhu tinggi yang dapat menghentikan reaksi-reaksi enzimatis dan membunuh jasad renik yang menyebabkan flavor dan bau tidak sedap. Sehingga pemasakan ini dapat mengurangi aroma dan bau amis yang terkandung dalam ikan (Santoso, 2008).

d.   Pembuatan sayur asin
Pembuatan sayur asin dikombinasikan dengan proses fermentasi secara spontan, sama halnya dengan pemedaan. Pada proses fermentasi, fungsi garam adalah menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak tahan garam, sedangkan bakteri yang toleran terhadap garam (halotoleran) dapat tumbuh dengan baik. Garam juga berfungsi menyeleksi jenis mikroba. Garam menarik air dari jaringan sayuran sehingga terjadi perubahan tekstur. Bakteri yang tahan terhadap garam adalah bakteri asam laktat. kombinasi lain yang dapat dilakukan adlah dengan mengemas menggunakan gelas kaca dalam keadaan vakum dan sudah dipasteurisasi untuk memperpanjang umur simpan (Muttaqin M, 2011). Produk fermentasi biasanya mengandung nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Selain itu fermentasi dapat membantu dalam mengawetkan makanan dan juga memberikan sifat-sifat tertentu yang dapat menjadi daya tarik bagi konsumen, unik serta dapat meningkatkan nilai ekonomi (Desniar dkk, 2009).





KESIMPULAN

Prinsip dari penggaraman adalah proses pengolahan makanan dengan menggunakan garam konsentrasi tinggi sebagai media pengawet karena terjadi penetrasi garam ke dalam ikan dan keluarnya cairan dari ikan karena proses osmosis dan bersifat bakteriostatik. Tujuan dari penggaraman adalah untuk mengawetkan, menambah flavor, menambah nilai ekonomis, untuk diversifikasi produk, dan untuk meningkatkan nilai gizi, dan daya cerna produk. Penggaraman dilakukan dengan cara memberikan garam pada permukaan bahan atau bahan dicelupkan pada larutan garam. Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi penetrasi garam pada ikan, yaitu kadar air, tingkat kemurnian garam, kadar lemak, ketebalan daging, kesegaran ikan, suhu dan konsentrasi larutan garam.
Pada praktikum penggaraman dapat diketahui hasilnya dengan beberapa parameter. Bahan yang dilakukan pengawetan dengan penggaraman mengalami penurunan berat, tekstur menjadi keras pada ikan dan lembek pada sayur asin, serta penampakan yang layu. Hal tersebut disebabkan adanya proses osmosis dimana cairan pada ikan keluar sehingga bobot ikan berkurang.Tekstur ikan yang berubah menjadi keras atau padat disebabkan juga oleh kandungan lemak dan juga oleh enzim proteolitik yang akan merubah tekstur ikan menjadi lebih keras. Pelunakan pada sayur asin disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Aktivitas air pada bahan semakin menurun dengan adanya penambahan garam. Garam mudah mengikat air sehingga menyebabkan kandungan air bebas relatif dari bahan menjadi lebih kecil sehingga bahan tersebut memiliki aktivitas air yang rendah. Namun, Aw pada ikan asin metode basah meningkat setelah dikeringkan. Hasil tersebut tidak sesuai dengan literatur. Karena bahan yang dikeringkan seharusnya mengalami penurunan Aw. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu kurang teliti dalam penimbangan dan terdapat waktu tunggu bahan diluar alat pengering sebelum ditimbang, sehingga Aw bahan meningkat. Pada sroma yang dihasilkanpun berubah secara signifikan menjadi lebih menyengat karena adanya aktifitas bakteri asam laktat. 



DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, Farida. 2008. Aplikasi Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn) dalam Menghambat Oksidasi Lemak Jambal Nabati (Pangasius hypophthalmus). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 3 No. 2.
Estiasih, Teti dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara
Estiasih, Teti., Kgs Ahmadi. 2014. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara.
Pradani, Aida dan Evi Muftiviani Hariastuti. 2009.  PEMANFAATAN FRAKSI CAIR ISOLAT PATI KETELA POHON SEBAGAI MEDIA FERMENTASI PENGGANTI AIR TAJIN PADA PEMBUATAN SAYUR ASIN. Semarang: Undip.
Sopandi T & Wardah. 2013. Mikrobilogi Pangan. Yogyakarta : C.V ANDI OFFSET
Soeparno. 2008.  Ilmu dan Teknologi Daging, Cet. IV, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Suharyanto. 2008. Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Bengkulu: Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Syahrudin, Haris, 2013. Pengaruh Penggaraman Terhadap Protein Ikan Layang (Decapterus rucell). Calyptra Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.1.
Tambunan, R.D. 2008. Determination of cured meat pigments on three cured beef muscles. Bogor: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
Tjahjadi, C. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung: Universitas Padjajaran Press.
Usmiati, S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Yuniarti, dkk. 2013. Studi Kinetika Dehidrasi Osmotik Pada Ikan Teri Dalam Larutan Biner dan Terner. Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahyangan


Daftar Pustaka Tambahan

Adrianti Y et all. 2014. Pengaruh Penambahan Karagenan Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik  Bakso Ikan Tongkol (Euthynnus affinis). Agroteksos Vol 24(3):100-110
Adawyah. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Badilangoe. 2012. Ikan Pindang. Tekno Pangan dan Agroindustri. 1(8): 116-119
(BKP) Badan Ketahanan Pangan. 2015. Teknik Fermentasi Sayuran. Madiun: Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun
Buckle, dkk. 2009. Ilmu Pangan. Depok: Universitas Indonesia Press
Dami, K.D. 2014. eprints.ung.ac.id. Penggaraman. Diakses pada, Minggu 16 April 2017 Pukul 05.55.
Desniar, dkk. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam Pada Peda Ikan Kembung (Rastrelliger Sp.) dengan Fermentasi Spontan. Jurnal Teknologi Perikanan, Vol 12(1): 1:15
Djumarti, dkk. 2007. Studi Pembuatan Ikan pindang Siap Saji Berdaya Simpan Tinggi.      Seminar                Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia      (PATPI)
Farahita, Y., Junianto, dan Kurniawati, N. 2012. Karakteristik Kimia Caviar Nilem Dalam Perendaman Campuran Larutan Asam Asetat Dengan Larutan Garam Selama Penyimpanan Suhu Dingin (5-10Âșc). Jurnal Perikanan dan Kelautan, Vol.3(4):165-1170
Fransisca. 2012. Fermentasi Sayur Asin. journal.wima.ac.id. Diakses pada Minggu 16 April 2017 pukul 08.25 WIB.
Thariq, AS., Swastawati, F dan Surti T. 2014. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Garam Pada Peda Ikan Kembung (Rastrelliger neglectus) Terhadap Kandungan Asam Glutamat Pemberi Rasa Gurih(Umami). Jurnal Pengolah dan Bioteknologi Hasil Pertanian, Vol. 3(3):104-111
Muchtadi, T. R. dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.    Alfabeta. Bandung
Muttaqin, M. 2011. Sawi Asin: Produk Sawi Fermentasi Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Pandit. 2007. Perbaikan Cara Pengolahan Ikan Pindang (Innovation Process Of Boiled Fish). Denpasar: Universitas Wardamewa
Rahmani, dkk. 2012. Pengaruh Metode Penggaraman Pengaruh Metode Penggaraman Basah Terhadap Karakteristik Produk Ikan Asin Gabus (Ophiocephalus Striatus). Jurnal volume 8(03): 1-11
Rastuti, W. 2013. Studi Pengaruh Variasi Konsentrasi Garam Terhadap Citarasa Pada Peda Ikan Layang (Secapterus russelli). Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 1(1):95-101
Riansyah, A dkk. 2013. Pengaruh Perbedaan Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap Karakteristik Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster pectoralis) Dengan Menggunakan Oven. Jurnal volume 2(01): 1-16
Sadek. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam Dan Penambahan Sumber Karbohidrat Terhadap  Mutu Organoleptik Produk Sawi Asin. Bogor: Instiitut Pertanian Bogor
Santoso, B. 2008. Ikan Pindang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Saputro T. 2014. Pengawetan Kulit dengan Penggaraman. Diakses 15 April 2017. Tersedia pada:       http//.ilmuternak.com/
Sumiyati, T. 2008. Pengaruh Pengolahan Terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica). Bogor: Institut Pertanian Bogor
Tumbelaka, R.A.T. 2014. eprints.ung.ac.id. Penggaraman. Diakses pada Minggu, 16 April 2017 Pukul     09.24.
Witono, J.R. 2013. journal.unpar.ac.id. Penggaraman ikan. Diakses pada Sabtu, 16 April 2017 Pukul    10.01.

















  


No comments:

Post a Comment

Laporan Praktikum Pengolahan Pangan Blansir

I. BLANSING A. Pre-lab 1.      Apa yang dimaksud dengan blansing ? Jelaskan pula tujuan blansin...