IX. EVAPORASI
A. Pre-lab
1. Apa
yang dimaksud dengan evaporasi? Jelaskan
pula tujuan evaporasi!
Evaporasi
merupakan proses pemekatan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan
pelarut. Proses evaporasi akan menurunkan aktivitas air dalam bahan hasil
pertanian, yang membuat bahan lebih awet karena proses pertumbuhan mikroba
akan terhambat. Selain berfungsi menurunkan akrivitas air, evaporasi juga
dapat meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan dan evaporasi akan
memperkecil volume larutan sehingga akan menghemat biaya pengepakan,
penyimpanan, dan transportasi. Proses evaporasi biasanya dilakukan pada
pengolahan susu segar dengan penambaha gula serta pada pembuatan jus buah
(Praptaningsih dan Yulia, 2009).
|
2. Berdasarkan tekanan operasinya, ada berapa jenis
evaporator? Sebut dan jelaskan!
·
Evaporator
vakum yaitu evaporator yang menggunakan tekanan dibawah 1 atm dan suhu rendah
pada proses operasinya sehingga dapat meminimalisir kehilangan zat gizi pada
bahan (Lukman, 2010).
·
Evaporator
atmosferik yaitu evaporator yang dalam proses operasinya menggunakan tekanan
atmosfer sehingga menggunakan suhu tinggi untuk menguapkan pelarut yang ada
di dalam bahan (Mathur, 2009).
|
3. Tuliskan persamaan neraca massa single effect evaporator!
Persamaan neraca massa single effect evaporator
(Effendi, 2015):
F = V + P
F.xf
= P.xp
Keterangan:
·
F
= massa umpan
·
V
= massa uap air
·
P
= massa produk
·
xf
= fraksi zat padat dalam umpan
·
xp
= fraksi zat padat dalam produk
|
4. Jelaskan perbedaan evaporasi dengan pengeringan!
Pengeringan (drying)
zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain dari bahan padat,
sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sendiri
sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Pengeringan biasanya
merupakan alat terakhir dari sederetan operasi, dan hasil pengeringan
biasanya siap untuk dikemas (McCabe dalam Utami T., 2014). Menurut Agus
(2012), proses pengeringan suatu material terjadi melalui dua proses yaitu
proses pemanasan (heating) dan
proses pengeringan (drying). Proses
pemanasan (heating) dilakukan untuk
memperoleh udara panas dan untuk menurunkan kelembapan relatif dari udara
sekitar. Sedangkan proses pengeringan (heating)
dilakukan untuk menurunkan temperatur karena terjadi perpindahan panas dari
udara ke bahan yang akan dikeringkan (udara memberikan kalor laten untuk
mneguapakan air dari bahan yang dikeringkan). Dalam prose pengeringan,
beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah perkiraan ukuran pengering yang
diperlukan, variasi kondisi operasi (suhu, tekanan dan kelembapan) serta
waktu pengeringan. Keseimbangan kadar air dari berbagai bahan tidak bisa
diprediksi dan harus ditentukan melalui percobaan.
Evaporasi
merupakan proses pemekatan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan
pelarut. Proses evaporasi akan menurunkan aktivitas air dalam bahan hasil
pertanian, yang membuat bahan lebih awet karena proses pertumbuhan mikroba
akan terhambat. Selain berfungsi menurunkan akrivitas air, evaporasi juga
dapat meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan dan evaporasi akan
memperkecil volume larutan sehingga akan menghemat biaya pengepakan,
penyimpanan, dan transportasi. Proses evaporasi biasanya dilakukan pada
pengolahan susu segar dengan penambaha gula serta pada pembuatan jus buah
(Praptaningsih dan Yulia, 2009). Evaporasi berbed dengan dehidrasi atau
pengeringan. Produk pemisahan dengan evaporasi masih mengandung kadar air.
Liquid yang mengandung sedikit padatan akan menghasil padatan solid yang
lebih tinggi. Alat evaporasi juga
terdiri dari beberapa komponen yaitu badan evaporator untuk menampung cairan
yang akan diproses, bagian penukar panas yakni tempat untuk memindahkan panas
(dari uap air panas) ada cairn masuk, kondensor untuk mengembunkan uap air
dari komponen air bahan masuk yang menguap, dan separator untuk memisahkan
uap air dari produk pekat (Toledo, 2007).
|
5. Jelaskan mekanisme evaporasi!
Proses
evaporasi dilakukan dengan cara menguapkan bahan pelarut dari bahan (biasanya
air) dari pangan cair melalui pemanasan sampai memperoleh konsentrasi yang
diharapkan. Penguapan terjadi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari titik
didih zat pelarut. Pada proses evaporasi ini, zat pelarut akan menguap pada
titik didihnya dan keluar meninggalkan bahan (pangan cair). Untuk produk
makanan yang sensitif terhadap suhu tinggi tinggi, titik didih pelarut harus
diturunkan lebih rendah dari titik didih pada kondisi normal (tekanan
atmosfer). Menurunkan titik didih zat pelarut ini dilakukan dengan cara
menurunkan tekanan di atas permukaan cairan menjadi lebih rendah dari tekanan
atmosfer atau disebut vakum (Asep, 2008).
Penguapan
tidak selalu terjadi pada suhu 1000C, melainkan sesuai dengan
tekanan uap air. Didalam evaporasi terjadi perubahan fase dari bahan yang
diproses , terutama perubahan fase air. Sejumlah air yang terkandung didalam
bahan masuk akan berubah fase menjadi uap. Produk pemisahan dengan evaporasi
masih mengandung kadar air. Alat evaporasi
juga terdiri dari beberapa komponen yaitu badan evaporator untuk menampung
cairan yang akan diproses, bagian penukar panas yakni tempat untuk
memindahkan panas (dari uap air panas) ada cairn masuk, kondensor untuk mengembunkan
uap air dari komponen air bahan masuk yang menguap, dan separator untuk
memisahkan uap air dari produk pekat (Toledo, 2007).
|
B. Tinjauan Pustaka
1.
Prinsip Evaporasi
Evaporasi
merupakan proses pemekatan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan
pelarut. Proses evaporasi akan menurunkan aktivitas air dalam bahan hasil
pertanian, yang membuat bahan lebih awet karena proses pertumbuhan mikroba akan
terhambat. Selain berfungsi menurunkan akrivitas air, evaporasi juga dapat
meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan dan evaporasi akan memperkecil
volume larutan sehingga akan menghemat biaya pengepakan, penyimpanan, dan
transportasi. Proses evaporasi biasanya dilakukan pada pengolahan susu segar
dengan penambaha gula serta pada pembuatan jus buah (Praptaningsih dan Yulia,
2009).
Proses
evaporasi dilakukan dengan cara menguapkan bahan pelarut dari bahan (biasanya
air) dari pangan cair melalui pemanasan sampai memperoleh konsentrasi yang
diharapkan. Penguapan terjadi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari titik
didih zat pelarut. Pada proses evaporasi ini, zat pelarut akan menguap pada
titik didihnya dan keluar meninggalkan bahan (pangan cair). Untuk produk
makanan yang sensitif terhadap suhu tinggi tinggi, titik didih pelarut harus diturunkan
lebih rendah dari titik didih pada kondisi normal (tekanan atmosfer).
Menurunkan titik didih zat pelarut ini dilakukan dengan cara menurunkan tekanan
di atas permukaan cairan menjadi lebih rendah dari tekanan atmosfer atau
disebut vakum (Asep, 2008).
Penguapan tidak selalu
terjadi pada suhu 1000C, melainkan sesuai dengan tekanan uap air.
Didalam evaporasi terjadi perubahan fase dari bahan yang diproses , terutama
perubahan fase air. Sejumlah air yang terkandung didalam bahan masuk akan
berubah fase menjadi uap. Produk pemisahan dengan evaporasi masih mengandung
kadar air. Alat evaporasi juga terdiri dari
beberapa komponen yaitu badan evaporator untuk menampung cairan yang akan
diproses, bagian penukar panas yakni tempat untuk memindahkan panas (dari uap
air panas) ada cairn masuk, kondensor untuk mengembunkan uap air dari komponen
air bahan masuk yang menguap, dan separator untuk memisahkan uap air dari
produk pekat (Toledo, 2007).
2. Falling Film
Evaporator
Falling film evaporator merupakan
evaporator vakum yang menggunakan cairan mengalir kebawah dan membentuk film
disekeliling dinding dalam pipa. Aliran akan dibentuk oleh adanya gaya gaya
berat dan gesekan uap. Luas permukaan pada alat ini jauh lebih besar dibandingkan
evaporator lainnya. Hal tersebut memungkinkan transfer panas yang besar
sehingga pindah panas pada alat dan bahan juga dapat besar (Nisa, 2016).
Proses penguapan dikendalikan dengan dua
proses pindah panas yang berbeda. Pertama-tama, bahan akan dialirkan menjadi
sebuah lapisan tipis. Pembentukan lapisan tipis ini merupakan perpindahan panas
secara konduksi dan konveksi dimana perubahan fase akan terjadi dari cair kie
uap. Perpindahan fase yang terjadi tergantung dari ketebalan film yang dibentuk.
Pada penggunaan falling film evaporator, viskositas produk sangat diperhatikan
karena alat ini tidak cocok dengan produk yang mempunyai viskositas tinggi.
Penggunaan alat untuk bahan yang mempunyai viskositas tinggi dapat menyebabkan
terbentuknya kerap pada tube yang akan menghambat kinerja alat (Wolverinetube
Inc, 2009).
C.
Diagram alir/flowchart
- Persiapan
sampel (larutan gula)
Gula pasir
Ditimbang sebanyak 500 gram
Ditambahkan air hingga volume 1000 ml
Larutan gula konsentrasi 5%; 10%; dan 20% (gr/ml)
Ditambahkan air hingga volume 500 ml
Dianalisa berat dan briks
- Proses evaporasi vakum
Larutan gula konsentrasi 5%; 10%; dan 20% (gr/ml) volume 500 ml
Ditimbang masing-masing sampel
Disiapkan falling film evaporator dengan
suhu 60οC
Ditempatkan sampel pertama pada
feeder hingga sampel pada feeder habis

Dicatat waktu yang diperlukan dan tekanan
Ditimbang produk pekat
Dibuat neraca massa total dan komponen
Diulangi pada sampel berikutnya
Hasil |
- Proses evaporasi atmosferik
Larutan gula konsentrasi 5%; 10%; dan 20% (gr/ml) volume 500 ml
Ditimbang masing-masing sampel
Diuapkan sampel diatas kompor
Diukur suhu setiap 3 menit

Didinginkan sampel
Ditimbang produk pekat
Dibuat neraca massa total dan komponen
Diulangi pada sampel berikutnya
Hasil |
C. Tabulasi Data dan
Pembahasan Hasil Praktikum
C.1. Pengamatan kuantitatif
C.1.1 Pembuatan larutan gula
konsentrasi
|
larutan awal
|
|
mL
|
air
|
|
larutan awal (50%)
|
0
|
1000
|
0.2 gr/ml
|
400
|
600
|
0.1 gr/ml
|
200
|
800
|
0.05 gr/ml
|
100
|
900
|
Perhitungan konsentrasi larutan gula:
·
Konsentrasi larutan gula 5%
C.1.2. EVAPORASI VAKUM
Data hasil pengamatan
Bahan
|
Massa
|
Brix
|
Volume
|
Waktu
(menit)
|
|||
Awal
|
Akhir
|
Awal
|
Akhir
|
Awal
|
Akhir
|
||
larutan gula 20%
|
1080 gr
|
861 gr
|
22%
|
27.6%
|
1000 mL
|
776 mL
|
25:51
|
larutan gula 10%
|
1035 gr
|
790 gr
|
11.2%
|
15%
|
1000 mL
|
750 mL
|
26:41
|
larutan gula 5%
|
1013 gr
|
0.713 gr
|
6.2%
|
9%
|
1000 mL
|
700 mL
|
34
|
Data hasil perhitungan
Bahan
|
Massa total (Kilogram)
|
Massa komponen
|
|||||||
Air (Kilogram)
|
Padatan (Kilogram)
|
||||||||
feed
|
produk
|
uap
|
feed
|
produk
|
uap
|
feed
|
produk
|
uap
|
|
larutan gula 20%
|
1.080
|
0.861
|
0.163
|
0.842
|
0.642
|
0.163
|
0.2376
|
0.2376
|
0
|
larutan gula 10%
|
1.035
|
0.790
|
0.245
|
0.9108
|
0.675
|
0.245
|
0.1159
|
0.1159
|
0
|
larutan gula 0,05%
|
1.013
|
0.731
|
0.300
|
0.075
|
0.650
|
0.300
|
0.0628
|
0.0628
|
0
|
Perhitungan
Massa Total
·
Larutan gula 20%
Pertanyaan
1. Jelaskan bagaimana menghitung dan menggunakan data massa air dari sampel
yang diuapkan untuk menentukan (melengkapi) neraca massa!
Pada sisem neraca massa total terdapat 3 macam yaitu
massa masuk pada proses evaporasi yaitu massa feed, massa uap atau massa air
yang teruapkan dan massa produk atau massa feed yang kandungan airnya telah
diuapkan. Massa feed adalah massa bahan yang akan dipekatkan dalam evaporator.
Massa uap adalah massa air yang keluar dari bahan akibat proses evaporasi.
Sedangkan massa produk adalah massa dari feed atau bahan yang telah mengalami
pemekatan sehingga kandungan air pada bahan berkurang. Massa uap (mv) dapat
dihitung dengan massa feed (mf) – massa produk (xp). Kemudian dimasukkan ke
dalam persamaan mf . xf = mp. xp + mv . xv dimana xf adalah konsentrasi feed,
xp adalah konsentrasi produk dan xv adalah konsentrasi uap. Persamaan tersebut
digunakan untuk mencari komponen neraca padatan dan komponen neraca air.
Persamaan tersebut sesuai dengan literatur bahwa massa feed yang masuk ke dalam
evaporator akan menghasilkan massa uap dan massa produk (Skogestad, 2009).
2. Jelaskan bagaimana
perbandingan konsentrasi (padatan) produk yang
diperoleh pada setiap sampel!
Berdasarkan perhitungan massa komponen padatan dengan
penjelasan diatas didapatkan hasil larutan gula 20% menghasilkan padatan sebesar
0,2376 Kg, larutan gula 10% menghasilkan padatan 0,11592 Kg, sedangkan larutan
gula 5% menghasilkan padatan sebesar 0,0626. Derajat brix menyatakan banyaknya
gula yang terdapat dalam suatu larutan. 1 derajat brix sama dengan 1 gram gula
yang terdapat pada 100 gram larutan, dan pengecekan deraja brix dilakukan untuk
mengendalikan tingkat kemanisan pada minuman. Semakin kecil kandungan air
bahan, maka derajat brix bahan akan semakin tinggi. Bila tingkat derajat brix
terlalu tinggi maka tingkat kemanisan akan bertambah, (Santo, 2015). Pada
perhitungan massa komponen nilai brix yang dilakukan diperoleh hasil larutan
gula 20% menjadi 27,5%, yang artinya terdapat 27,5 gram gula dalam 100 gram
atau ml larutan yang telah di evaporasi. Pada larutan gula 10% didapatkan hasil
derajat brix menjadi 14,6% atau terdapat 16,6 gram gua dalam 100 gram atau ml
larutan yang telah dievaporasi. Pada larutan gula 5% didapatakan derajat brix
8,8% setelah evaporasi atau terdapat 8,8 gram gula dalam 100 ml atau gram larutan.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sampel yang
memiliki konsentrasi awal yang tinggi, maka konsentrasi akhir juga tinggi.
Padatan terlarut pada sampel mempengaruhi konsentrasi akhir dari sampel.
Menurut Putri, E dan W.Hardani (2014) Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan
panas. Perubahan konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan seperti
viskositas dan konduktivitas panas larutan, terutama viskositas. Hal tersebut
mengakibatkan turbulensi menurun yang menyebabkan koefisien perpindahan panas
menurun. Selain itu konsentrasi larutan yang semakin pekat, konduktivitas panas
akan semakin rendah, sehingga kemampuan perambatan panas menurun. Selain itu
menurut Mohrle dalam Meikapasa dan I. Gusti (2016) menyatakan bahwa gula
memiliki sifat higroskopis sehingga mudah larut dalam air, adanya campuran
pelarut air yang sebagian besar terkandung pada larutan menyebabkan peluang
kelarutan gula semakin meningkat. Sehingga dari hasil yang didapat terlihat
gula dengan konsentrasi tinggi memiliki nilai konsentrasi akhir ynag tinggi
pula. Dari data hasil praktikum dapat dilihat bahwa sampel dengan konsentrasi
tinggi pada larutan awal memiliki konsentrasi akhir yang tinggi pula.
3. Jelaskan bagaimana
perbandingan waktu yang diperlukan untuk
memekatkan setiap sampel hingga
proses penguapan selesai!
Larutan
gula 20% waktu pemekatan selama 25 menit, 51 detik dengan jumlah uap air yang
diuapkan setiap menit nya sebesar 6,39 gram/menit. Larutan gula 10% waktu
pemekatan selama 26 menit, 41 detik dengan dengan jumlah uap air yang diupakan
sebesar 9,28 gram/menit.. Larutan gula 5% waktu pemekatan 34 menit dengan
jumlah uapa air yang diuapkan sebesar 8,82 gram/ menit. Hasil jumlah uap air yang diuapkan diperoleh
dari masa total uap dari perhitungan massa total.
.

Menurut Triwulandari dan R. Zawawi (2010) waktu evaporasi
dipengaruhi juga oleh konsentrasi larutan atau banyaknya zat terlarut pada
larutan akan mempengaruhi proses evaporasi. Semakin banyak zat terlarut dalam
larutan, maka semakin banyak material yang harus dipanasi pada saat proses
pemanasan pada dinding sehingga bagian film yang lebih tebal diperoleh
distribusi termperatur yang lebih kecil dan laju aliran yang melambat. Sehingga waktu ynag ditempuh untuk
memekatkan larutan akan lebih lama. Menurut literatur, larutan gula dengan konsentrasi yang semakin
tinggi maka waktu yang
dibutuhkan untuk memekatkan larutan juga semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan
adanya penurunan panas. Perubahan konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan
seperti viskositas dan konduktivitas panas larutan, terutama viskositas. Hal
tersebut mengakibatkan turbulensi menurun yang menyebabkan koefisien
perpindahan panas menurun. Selain itu konsentrasi larutan yang semakin pekat,
konduktivitas panas akan semakin rendah, sehingga kemampuan perambatan panas
menurun (Putri, E dan W.Hardani, 2014). Dengan begitu semakin tinggi
konsentrasi, waktu yang
dibutuhkan juga semakin lama. Hal
ini tidak sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu larutan
maka waktu untuk menguapkan air pada bahan akan semakin lama karena molekul air
terikat kuat oleh padatan yang terdapat pada larutan (Muchtadi, 2007). Kesalahan dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu evaporator yang belum bisa menguapkan secara
sempurna, kesalahan praktikum dalam penimbangan atau kurang terikatnya molekul
gula dengan air. Berdasarkan
literatur semakin tinggi viskositas pada suatu larutan maka akan menghambat
penguapan karena padatan yang terdapat pada larutan mengikat air sehingga waktu
evaporasi semakin lama (Muchtadi, 2007).
4. Jelaskan pengaruh konsentrasi awal terhadap waktu
evaporasi!
Pada larutan gula dengan konsentrasi yang semakin tinggi
maka waktu yang dibutuhkan untuk memekatkan larutan juga semakin tinggi. Dari
data tersebut terlihat konsentrasi tertinggi yaitu
20% membutuhkan waktu 25,51 menit untuk memekatkan
larutannya. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan panas. Perubahan
konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan seperti viskositas dan
konduktivitas panas larutan, terutama viskositas. Hal tersebut mengakibatkan
turbulensi menurun yang menyebabkan koefisien perpindahan panas menurun. Selain
itu konsentrasi larutan yang semakin pekat, konduktivitas panas akan semakin
rendah, sehingga kemampuan perambatan panas menurun (Putri, E dan W.Hardani,
2014). Menurut Triwulandari dan R. Zawawi (2010) waktu evaporasi dipengaruhi
juga oleh konsentrasi larutan atau banyaknya zat terlarut pada larutan akan
mempengaruhi proses evaporasi. Semakin banyak zat terlarut dalam larutan, maka
semakin banyak material yang harus dipanasi pada saat proses pemanasan pada
dinding sehingga bagian film yang lebih tebal diperoleh distribusi termperatur
yang lebih kecil dab laju aliran yang melambat. Sehingga waktu ynag ditempuh
untuk memekatkan larutan akan lebih lama.
5. Bandingkan antara nilai brix terukur dan hasil
perhitungan neraca massa apakah sudah sesuai? bahas dengan memberikan contoh salah
satu sampel. Apabila tidak sesuai, berapakah nilai brix seharusnya? mengapa
perbedaan tersebut terjadi?
Data hasil pengamatan derajat brix awal larutan gula 20% awal didapatkan 22% dan akhir (setelah
evaporasi) menjadi 27,6%. Larutan gula
10% awal didapatkan 11,2% dan akhir (setelah evaporasi) menjadi 15%.
Larutan gula 5% awal didapatkan 6,2% dan
akhir (setelah evaporasi) menjadi 9%.
Berdasarkan perhitungan massa komponen padatan dengan
penjelasan diatas didapatkan hasil larutan gula 20% menghasilkan padatan
sebesar 0,2376 Kg, larutan gula 10% menghasilkan padatan 0,11592 Kg, sedangkan
larutan gula 5% menghasilkan padatan sebesar 0,0626. Derajat brix menyatakan
banyaknya gula yang terdapat dalam suatu larutan. 1 derajat brix sama dengan 1
gram gula yang terdapat pada 100 gram larutan, dan pengecekan deraja brix
dilakukan untuk mengendalikan tingkat kemanisan pada minuman. Semakin kecil
kandungan air bahan, maka derajat brix bahan akan semakin tinggi. Bila tingkat
derajat brix terlalu tinggi maka tingkat kemanisan akan bertambah, (Santo,
2015). Pada perhitungan massa komponen nilai brix yang dilakukan diperoleh
hasil larutan gula 20% menjadi 27,5%, yang artinya terdapat 27,5 gram gula
dalam 100 gram atau ml larutan yang telah di evaporasi. Pada larutan gula 10%
didapatkan hasil derajat brix menjadi 14,6% atau terdapat 16,6 gram gua dalam
100 gram atau ml larutan yang telah dievaporasi. Pada larutan gula 5%
didapatakan derajat brix 8,8% setelah evaporasi atau terdapat 8,8 gram gula
dalam 100 ml atau gram larutan.
Terdapat perbedaan nilai brix hasil pengamatan dengan
perhitungan massa komponen nila brix. Pengamatan dilakukan dengan refraktometer
dan perhitungan dilakukan dengan massa komponen nilai derajat brix. Perbedaan
yang didapat tidak terlalu siginifikan pada konsentrasi larutan gula 20%, 10%
dan larutan gula 5%. Refraktometer adalah sebuah alat teropong genggam yang
memilii rentan pengukuran brix dari 0 sampai 90% dengan ketepatan pengukuran +/
0,2 %. Keunggulan alat ini adalah praktis, handal dan tahan lama, tidak
memerlukan baterai, penggunaan mudah, minim penggunaan, dan dapat dikalibrasi
sendiri (Santo, 2015). Hasil yang didapatkan sudah dapat dikatakan sesuai
antara nilai brix terukur dengan hasil perhitungan neraca massa. Jika terdapat
perbedaan yang signifkan, contoh pada larutan 10% dengan nilai terukur 15% dan
hasil perhitungan neraca massa 14,6% hal ini dapat diakibatkan evaporator
yang belum bisa menguapkan secara sempurna, kesalahan praktikum dalam
penimbangan atau kurang terikatnya molekul gula dengan air. Penggunaan refraktometer juga harus dikalibrasi setiap
ingin digunakan, agar pengamatan terukur dapat terjaga keakuratan dan
ketelitiannya, (Santo, 2015).
C.1.2. Evaporasi atmosferik
Data hasil pengamatan
Bahan
|
massa
|
brix
|
volume
|
|||
Awal
|
akhir
|
awal
|
akhir
|
awal
|
akhir
|
|
larutan gula 20%
|
1079 gr
|
639 gr
|
21%
|
63
|
1000 mL
|
560 mL
|
larutan gula 10%
|
1032 gr
|
695 gr
|
11.8%
|
18
|
1000 mL
|
670 mL
|
larutan gula 0,05%
|
1007 gr
|
594 gr
|
6%
|
10.2
|
1000 mL
|
585 mL
|
Bahan/t(menit)
|
Suhu (°C)
|
ΔT
(°C)
|
||||||||||
0
|
3
|
6
|
9
|
12
|
15
|
18
|
21
|
24
|
27
|
30
|
||
larutan gula 20%
|
28
|
34
|
44.5
|
51
|
83.5
|
89
|
94
|
92
|
93
|
93
|
93
|
65ºC
|
larutan gula 10%
|
24
|
53
|
72
|
83
|
91
|
91
|
91.5
|
91.5
|
91.5
|
91.5
|
91.5
|
67.5
|
larutan gula 0,5%
|
27
|
54
|
76
|
89
|
93
|
94
|
93.5
|
92
|
93
|
93.5
|
93
|
66ºC
|
Data hasil perhitungan atmosferik
Bahan
|
Massa total
|
Massa komponen
|
|||||||
Air
|
Padatan
|
||||||||
Feed
|
Produk
|
Uap
|
Feed
|
Produk
|
Uap
|
Feed
|
Produk
|
Uap
|
|
larutan gula 20%
|
1.079
|
0.638
|
0.441
|
0.852
|
0.412
|
0.441
|
0.226
|
0.226
|
0
|
larutan gula 10%
|
1.032
|
0.695
|
0.337
|
0.910
|
0.572
|
0.337
|
0.122
|
0.122
|
0
|
larutan gula 0,05%
|
1.007
|
0.594
|
0.413
|
0.947
|
0.348
|
0.413
|
0.060
|
0.060
|
0
|
Perhitungan massa total:
·
Larutan gula 20%
1. Jelaskan bagaimana menghitung dan menggunakan data massa air dari sampel
yang diuapkan untuk menentukan (melengkapi) neraca massa!
Pada evaporasi atmosferik dilakukan pengukuran suhu dan
massa setiap 3 menit sekali. Data yang didapat dari evaporasi atmosferik adalah
massa total yaitu feed (mf) dan produk (mp). Setelah itu dicari massa total uap
dengan cara menghitung selisih dari feed (mf) dan produk (mp). Hal selanjutnya
yang dilakukan adalah dengan mencari konsentrasi dari larutan yang sudah
dipekatkan dengan manggunakan rumus sebagai berikut Mf.xf=mv.xv+mp.xp (Elisa,2009). Keterangan dari rumus
tersebut adalah:
Mf = massa bahan masuk cair (kg)
Mv = massa uap air (kg)
Mp =
massa produk pekat (kg)
XF =
komponen padatan bahan masuk cair (kg)
XV =
komponen padatan uap air (kg)
Xp =komponen padat pekat (kg)
Dari perhitungan tersebut apabila
dimasukan angka dari setiap komponen, maka akan dihasilkan konsentrasi akhir
produk (xp). Dalam perhitungan untuk mengetahui konsentrasi akhir produk,
konsentrasi padatan (xv) dianggap 0 (nol). Hal tersebut dikarenakan uap tidak
memiliki padatan, sehingga konsentrasinya dianggap 0(nol). Apabila sudah
diketahui konsentrasi padatan dari produk akhir, maka selanjutnya adalah
melengkapi tabel yang masih dalam keadaan kosong. Kemudian mencari massa air
dengan menghitung selisih dari massa padatan total (Mf) dengan massa padatan
komponen (mf.xf). Mencari massa uap air dengan menghitung selisih massa uap
total (mv) dan massa uap padatan (mv.xv). Mencari massa produk dengan
menghitung selisih massa produk total (mp) dan massa produk padatan (mp.xp).
Contoh
soal lainnya mengenai neraca massa menurut Elisa (2009) sebagai berikut:
Proses
produksi jam buah dilakukan dengan cara memekatkan larutan gula 42% sebanyak 50
kg , menjadi 50%. Berapa jam
buah yang dihasilkan untuk tiap 50 kg bubur buah?
Dari
soal tersebut diketahui:
Mf=
50kg
Xf=
42% atau 0,42
Xp=
50% atau 0,5
Ditanyakan
berapa massa jam buah yang dihasilkan (Mp)


Mf.xf=mv.xv+mp.xp
50.0,42=Mv.0+Mp.0,5
Mp=42 kg
Dari soal tersebut massa uap air tidak diketahui dan
komponen uap air tidak diketahui. Pada proses ini tidak terdapat komponen
padatan pada uap air (Xv) sehingga komponen padatan uap air (Xv) dianggap nol
(0) karena tidak ada. Sehingga diketahui massa jam buah yang dihasilkan untuk
setiap 50 kg bubur adalah 42 kg. Untuk mengetahui massa masuk sama dengan massa
keluar dengan cara menghitung selisih dari massa produk awal (mf) dan massa
produk akhir (mp) sehingga akan diketahui massa uap (mv), dengan begitu kita
dapat mengetahui massa masuk sama dengan massa keluar, hal tersebut dilakukan
karena neraca massa merupupakan kesetimbangan sehingga massa yang masuk akan
sama dengan massa yang keluar.
2. Jelaskan bagaimana
perbandingan konsentrasi (padatan) produk yang
diperoleh pada setiap sampel!
Berdasarkan perhitungan massa komponen padatan dengan
penjelasan diatas didapatkan hasil larutan gula 20% menghasilkan padatan
sebesar 0,226 Kg, larutan gula 10% menghasilkan padatan 0,122 Kg, sedangkan
larutan gula 5% menghasilkan padatan sebesar 0,060. Derajat brix menyatakan
banyaknya gula yang terdapat dalam suatu larutan. 1 derajat brix sama dengan 1
gram gula yang terdapat pada 100 gram larutan, dan pengecekan deraja brix
dilakukan untuk mengendalikan tingkat kemanisan pada minuman. Semakin kecil
kandungan air bahan, maka derajat brix bahan akan semakin tinggi. Bila tingkat
derajat brix terlalu tinggi maka tingkat kemanisan akan bertambah, (Santo,
2015). Pada perhitungan massa komponen nilai brix yang dilakukan diperoleh hasil
larutan gula 20% menjadi 35,4%, yang artinya terdapat 35,4 gram gula dalam 100
gram atau ml larutan yang telah di evaporasi. Pada larutan gula 10% didapatkan
hasil derajat brix menjadi 17,6% atau terdapat 17,6 gram gula dalam 100 gram
atau ml larutan yang telah dievaporasi. Pada larutan gula 5% didapatakan
derajat brix 10,1% setelah evaporasi atau terdapat 10,1 gram gula dalam 100 ml
atau gram larutan.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sampel yang
memiliki konsentrasi awal yang tinggi, maka konsentrasi akhir juga tinggi.
Padatan terlarut pada sampel mempengaruhi konsentrasi akhir dari sampel.
Menurut Putri, E dan W.Hardani (2014) Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan
panas. Perubahan konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan seperti
viskositas dan konduktivitas panas larutan, terutama viskositas. Hal tersebut
mengakibatkan turbulensi menurun yang menyebabkan koefisien perpindahan panas
menurun. Selain itu konsentrasi larutan yang semakin pekat, konduktivitas panas
akan semakin rendah, sehingga kemampuan perambatan panas menurun. Selain itu
menurut Mohrle dalam Meikapasa dan I. Gusti (2016) menyatakan bahwa gula
memiliki sifat higroskopis sehingga mudah larut dalam air, adanya campuran
pelarut air yang sebagian besar terkandung pada larutan menyebabkan peluang kelarutan
gula semakin meningkat. Sehingga dari hasil yang didapat terlihat gula dengan
konsentrasi tinggi memiliki nilai konsentrasi akhir yang tinggi pula. Dari data
hasil praktikum dapat dilihat bahwa sampel dengan konsentrasi tinggi pada
larutan awal memiliki konsentrasi akhir yang tinggi pula.
3. Jelaskan bagaimana
perbandingan waktu yang diperlukan untuk
memekatkan setiap sampel hingga
proses penguapan selesai!
Larutan gula 20% waktu pemekatan selama 30 menit, dengan
jumlah uap air yang diuapkan setiap menit nya sebesar 14,7 gram/menit. Larutan
gula 10% waktu pemekatan selama 30 menit. dengan dengan jumlah uap air yang
diupakan sebesar 11,23 gram/menit.. Larutan gula 5% waktu pemekatan 30 menit
dengan jumlah uapa air yang diuapkan sebesar 13,76 gram/ menit. Hasil jumlah uap air yang diuapkan diperoleh
dari masa total uap dari perhitungan massa total.
. Harusnya
lebih lama waktu untuk sampel larutan gula 10% daripada sampel larutan gula 5%.
Menurut litelatur laju penguapan dipengaruhi oleh kadar
air larutan dimana semakin rendah kadar air maka larutan menjadi semakin pekat
sehingga laju penguapan akan semakin menurun, karena sukar untuk terbentuk uap
(Jamaluddin, 2011).

Menurut Triwulandari dan R. Zawawi (2010) waktu evaporasi
dipengaruhi juga oleh konsentrasi larutan atau banyaknya zat terlarut pada
larutan akan mempengaruhi proses evaporasi. Semakin banyak zat terlarut dalam
larutan, maka semakin banyak material yang harus dipanasi pada saat proses
pemanasan pada dinding sehingga bagian film yang lebih tebal diperoleh
distribusi termperatur yang lebih kecil dan
laju aliran yang melambat. Sehingga waktu ynag ditempuh untuk memekatkan
larutan akan lebih lama. Menurut literatur, larutan gula dengan konsentrasi yang semakin
tinggi maka waktu yang
dibutuhkan untuk memekatkan larutan juga semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan
adanya penurunan panas. Perubahan konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan
seperti viskositas dan konduktivitas panas larutan, terutama viskositas. Hal
tersebut mengakibatkan turbulensi menurun yang menyebabkan koefisien
perpindahan panas menurun. Selain itu konsentrasi larutan yang semakin pekat,
konduktivitas panas akan semakin rendah, sehingga kemampuan perambatan panas
menurun (Putri, E dan W.Hardani, 2014). Dengan begitu semakin tinggi
konsentrasi, waktu yang
dibutuhkan juga semakin lama. Hal
ini tidak sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu larutan
maka waktu untuk menguapkan air pada bahan akan semakin lama karena molekul air
terikat kuat oleh padatan yang terdapat pada larutan (Muchtadi, 2007). Kesalahan dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu evaporator yang belum bisa menguapkan secara
sempurna, kesalahan praktikum dalam penimbangan atau kurang terikatnya molekul
gula dengan air. Berdasarkan
literatur semakin tinggi viskositas pada suatu larutan maka akan menghambat
penguapan karena padatan yang terdapat pada larutan mengikat air sehingga waktu
evaporasi semakin lama (Muchtadi, 2007).
4. Jelaskan pengaruh jenis larutan terhadap kenaikan suhu
selama proses evaporasi!
Seperti
yang dijelaskan pada pertanyaan nomor 3, bahwa konsentrasi awal larutan terlalu
pekat maka koefisien perpindahan panas semakin menurun. Perubahan konsentrasi
mempengaruhi sifat fisik larutan, terutama konduktivtas larutan, yaitu
viskositas. Hal ini mengakibatkan turbulensi (bilangan reynolds) menurun yang
menyebabkan koefisien perpindahan panas menurun. Selain itu pada konsentrasi
larutan yang semakin pekat, konduktivitas panas akan semakin rendah, sehingga
kemampuan perambatan panas menurun dan menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk
evaporasi lebih lama dibandingkan dengan larutan yang lebih encer (Novianti,
2009). Menurut litelatur laju penguapan dipengaruhi
oleh kadar air larutan dimana semakin rendah kadar air maka larutan menjadi
semakin pekat sehingga laju penguapan akan semakin menurun, karena sukar untuk
terbentuk uap (Jamaluddin, 2011).
5. Jelaskan hubungan tekanan terhadap suhu penguapan air!
Dari data yang didapatkan, konsentrasi larutan 20% memiliki suhu ΔT sebesar 650C. Gula dengan
konsentrasi larutan 10%
memiliki suhu ΔT
sebesar 67,50C. Gula dengan konsentrasi
larutan 5% memiliki suhu ΔT sebesar 660C. Jenis
larutan yang berbeda dapat menyebabkan kenaikan suhu selama proses evaporasi.
Hal ini disebabkan oleh kuatnya ikatan antara molekul terlarut dengan padatan
yang terdapat di dalam suatu larutan. Semakin besar konsentrasi suatu larutan
maka ikatan yang terbentuk semakin kuat sehingga suhu yang dibutuhkan juga
semakin tinggi. Selain itu viskositas suatu larutan yang rendah menyebabkan
koefisien pindah panas pada bahan tinggi (Novianti, 2009). Sehingga suhu yang
dibutuhkan untuk menguapkan air pada bahan yang koefisien pindah panasnya
tinggi tidak terlalu tinggi. Berdasarkan literatur, semakin lama waktu
pemanasan, semakin tinggi pula suhu, namun demikian suhu dapat bertahan di
titik optimumnya sebelum mengalami penurunan suhu (Qin, 2015).
Gula memiliki sifat higroskopis sehingga mudah larut
dalam air, adanya campuran pelarut air yang sebagian besar terkandung pada
larutan menyebabkan peluang kelarutan gula semakin meningkat. Sehingga dengan
kelarutan gula yang meningkat tentunya akan menyebabkan suhu evaporasi juga meningkat.
Hal tersebut dikarenakan air yang terikat di dalam gula sehingga sulit diuapkan
dan membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk melarutkannya (Mohrle dalam
Meikapasa dan I. Gusti, 2016). Dari data yang didapat pada larutan gula dengan
konsentrasi 20% memiliki
suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan gula konsentrasi 10% dan 5%. Hal tersebut dikarenakan
pada saat proses pengukuran suhu terjadi keterlambatan, sehingga larutan kontak
dengan udara dan saat pengukuran suhu sudah mengalami penurunan. Serta pada evaporasi atmosferik
juga panas yang diberikan tidak terkendali sehingga suhu dapat berbeda.
Menurut literatur
laju penguapan dipengaruhi oleh kadar air larutan dimana semakin rendah kadar
air maka larutan menjadi semakin pekat sehingga laju penguapan akan semakin
menurun, karena sukar untuk terbentuk uap (Jamaluddin, 2011). Sehingga, semakin
pekat suatu konsentrasi larutan, maka rasio jumlah air yang diuapkan per menit
akan semakin sedikit. Perbedaan
dari kedua perlakuan tersebut adalah pada jumlah raso air yang diuapkan lebih
besar menggunakan evaporasi dengan metode vakum dibandingkan dengan evaporasi
metode atmosfer. Hal tersebut dikarenakan pada evaporasi atmosfer, suhu yang
diberikan kepada larutan tidak stabil, sehingga adanya naik turun suhu yang
tidak terkendali menyebabkan adanya air yang belum teruapkan. Sedangkan pada
evaporasi vakum, panas yang dihasilkan stabil, dan dengan adanya tekanan menyebabkan
penguapan menjadi lebih cepat, dan jumlah air yang diuapkan juga menjadi lebih
besar.
KESIMPULAN
Prinsip
dari evaporasi adalah pemekatan dan mengurangi kadar air suatu bahan dengan
menggunakan sumber panas. Hal tersebut meningkatkan kepadatan bahan pangan dan
juga mengawetkan dengan mengurangi kadar air dalam bahan. Selama evaporasi
berlangsung, panas sensibel dipindahkan dari uap panas ke bahan pangan untuk
mencapai suhu titik didih. Panas laten penguapan kemudian disuplai dengan uap
panas, untuk membentuk gelembung-gelembung uap.
Tujuan
evaporasi adalah untuk memperpanjang umur simpan karena adanya pengurangan
kadar air dalam bahan, untuk meningkatkan nilai jual, mengurangi volume produk,
diversifikasi produk, dan pemekatan larutan. Faktor yang mempengaruhi evaporasi yaitu waktu, suhu,
viskositas bahan, luas permukaan dan adanya kerak. Semakin lama waktu evaporasi
maka kadar air yang menguap semakin banyak. Semakin tinggi suhu semakin cepat
proses evaporasi berlangsung. Semakin tinggi viskositas bahan semakin lam
evaporasi berlangsung. Semakin besar luas permukaan semakin cepat proses
evaporasi. Adanya kerak dapat mengganggu hasil dari evaporasi. Data yang dihasilkan dari proses
evaporasi ini adalah semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan kadar
air dalam bahan maka massa dalam bahan juga berkurang. Semakin lamanya waktu
maka suhu pemanasan juga meningkat untuk semua sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Agus
M. Hani. 2012. Pengeringan Lapisan Tipis Kentang ( Solanum tuberosum. L) Varietas Granola. Skripsi. Makassar. Universitas Hasanuddin Makassar
Asep
S. 2008. Uji Performansi dan Analisa Teknik Alat Evaporator Vakum. Skripsi. Bogor. Intstitut Pertanian Bogor
Effendi, M. 2015. Evaporasi: Satuan Operasi dan Proses. Malang: Universitas Brawijaya
Lukman, A. 2010. Pembuatan Evaporator Tipe Batch Untuk Memekatkan Larutan Zat Warna
Umpan Spray Dryer. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Mathur, A. 2009. Waste Management in Electroplating Industry. New Delhi: Thapar
University
Nisa,
K. 2016. Evaporator - Prinsip Kerja dan
Peralatan. Jogjakarta: UGM
Praptaningsih, Yulia. 2009. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember:
Universitas Negeri Jember
Toledo, R.T. 2007. Fundamentals of Food Process Enginering. Third Edition. Springer,
New York, USA
Utami
T. 2014. Pengeringan Gabah Kering.
Semarang: Universitas Diponegoro
Wolverinetube
Inc. 2009. Chapter 14: Falling film
Evaporation. Enginnering Thermal Innovation: Enginnering Data Book III
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Elisa. 2009. Evaporator-Dasar Perancangan Alat. Diunduh
pada tanggal 10 Mei 2017. Pukul 14.41. [elisa.ugm.ac.id/user/archive/.../0d52442
7701a5b501573d620e05d0b03pdf
Muchtadi, TR. 2007. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor
Novanti, J. 2009. Perancangan Dan
Uji Coba Alat Evaporator Nira Aren.
Bandung: Universitas Katolik Parahyangan
Qin, Y. 2015. Micromanufacturing Engineering and Technology.
New York: Elsevier
Putri E dan W. Hardani. 2014. Study
Perpindahan Panas dan Massa Pada Evaporasi Nira di Dalam Falling Film
Evaporator Dengan Adanya Aliran Udara. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember
Meikapasa dan I. Gusti. 2016. Karakteristik
Total Padatan Terlarut (TPT), Stabilitas Likopen dan Vitamin C Saus Tomat Pada
Berbagai Kombinasi Suhu dan Waktu Pemasakan. Ganec Swara 10(1)
Triwulandari dan R.
Zawawi. 2010. Simulasi Proses Evaporasi
Nira Dalam Falling Film Evaporator Dengan Adanya Aliran Udara. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jamaluddin. 2011. Pengaruh Suhu dan Tekanan Vakum Terhadap
Penguapan Air, Perubahan Volume dan Rasio Densitas Keripik Buah Selama Dalam
Penggorengan Vakum. Jurnal Teknologi Pertanian 12(2)
Santo. A. S. Siburian. 2015. Pengaruh Downtime Istirahat Shalat Jumat
Terhadap Mutu Produk Original Love Juice di PT Hale International, Bogor-Jawa
Barat. Tugas Akhir. Bogor (ID). Jurusan Supervisor Jaminan Mutu Pangan.
Program Dioloma Institut Pertanian Bogor
Skogestad, S. 2009. Chemical and Energy Process Enginering.
Boca Raton: taylor and Francis Group
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.
ReplyDeleteSalam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
Other Chemical
RO Chemical