Pengolahan Pangan dan Ilmu Pangan

Saturday, July 22, 2017

Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan Evaporasi

IX. EVAPORASI

A. Pre-lab

1. Apa yang dimaksud dengan evaporasi? Jelaskan pula tujuan evaporasi!
Evaporasi merupakan proses pemekatan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Proses evaporasi akan menurunkan aktivitas air dalam bahan hasil pertanian, yang membuat bahan lebih awet karena proses pertumbuhan mikroba akan terhambat. Selain berfungsi menurunkan akrivitas air, evaporasi juga dapat meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan dan evaporasi akan memperkecil volume larutan sehingga akan menghemat biaya pengepakan, penyimpanan, dan transportasi. Proses evaporasi biasanya dilakukan pada pengolahan susu segar dengan penambaha gula serta pada pembuatan jus buah (Praptaningsih dan Yulia, 2009).

2. Berdasarkan tekanan operasinya, ada berapa jenis evaporator? Sebut dan jelaskan!
·         Evaporator vakum yaitu evaporator yang menggunakan tekanan dibawah 1 atm dan suhu rendah pada proses operasinya sehingga dapat meminimalisir kehilangan zat gizi pada bahan (Lukman, 2010).
·         Evaporator atmosferik yaitu evaporator yang dalam proses operasinya menggunakan tekanan atmosfer sehingga menggunakan suhu tinggi untuk menguapkan pelarut yang ada di dalam bahan (Mathur, 2009).
3. Tuliskan persamaan neraca massa single effect evaporator!
Persamaan neraca massa single effect evaporator (Effendi, 2015):
     F = V + P
     F.xf = P.xp
     Keterangan:
·         F = massa umpan
·         V = massa uap air
·         P = massa produk
·         xf = fraksi zat padat dalam umpan
·         xp = fraksi zat padat dalam produk

4. Jelaskan perbedaan evaporasi dengan pengeringan!
Pengeringan (drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sendiri sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Pengeringan biasanya merupakan alat terakhir dari sederetan operasi, dan hasil pengeringan biasanya siap untuk dikemas (McCabe dalam Utami T., 2014). Menurut Agus (2012), proses pengeringan suatu material terjadi melalui dua proses yaitu proses pemanasan (heating) dan proses pengeringan (drying). Proses pemanasan (heating) dilakukan untuk memperoleh udara panas dan untuk menurunkan kelembapan relatif dari udara sekitar. Sedangkan proses pengeringan (heating) dilakukan untuk menurunkan temperatur karena terjadi perpindahan panas dari udara ke bahan yang akan dikeringkan (udara memberikan kalor laten untuk mneguapakan air dari bahan yang dikeringkan). Dalam prose pengeringan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah perkiraan ukuran pengering yang diperlukan, variasi kondisi operasi (suhu, tekanan dan kelembapan) serta waktu pengeringan. Keseimbangan kadar air dari berbagai bahan tidak bisa diprediksi dan harus ditentukan melalui percobaan.
Evaporasi merupakan proses pemekatan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Proses evaporasi akan menurunkan aktivitas air dalam bahan hasil pertanian, yang membuat bahan lebih awet karena proses pertumbuhan mikroba akan terhambat. Selain berfungsi menurunkan akrivitas air, evaporasi juga dapat meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan dan evaporasi akan memperkecil volume larutan sehingga akan menghemat biaya pengepakan, penyimpanan, dan transportasi. Proses evaporasi biasanya dilakukan pada pengolahan susu segar dengan penambaha gula serta pada pembuatan jus buah (Praptaningsih dan Yulia, 2009). Evaporasi berbed dengan dehidrasi atau pengeringan. Produk pemisahan dengan evaporasi masih mengandung kadar air. Liquid yang mengandung sedikit padatan akan menghasil padatan solid yang lebih tinggi.  Alat evaporasi juga terdiri dari beberapa komponen yaitu badan evaporator untuk menampung cairan yang akan diproses, bagian penukar panas yakni tempat untuk memindahkan panas (dari uap air panas) ada cairn masuk, kondensor untuk mengembunkan uap air dari komponen air bahan masuk yang menguap, dan separator untuk memisahkan uap air dari produk pekat (Toledo, 2007).

5. Jelaskan mekanisme evaporasi!
Proses evaporasi dilakukan dengan cara menguapkan bahan pelarut dari bahan (biasanya air) dari pangan cair melalui pemanasan sampai memperoleh konsentrasi yang diharapkan. Penguapan terjadi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari titik didih zat pelarut. Pada proses evaporasi ini, zat pelarut akan menguap pada titik didihnya dan keluar meninggalkan bahan (pangan cair). Untuk produk makanan yang sensitif terhadap suhu tinggi tinggi, titik didih pelarut harus diturunkan lebih rendah dari titik didih pada kondisi normal (tekanan atmosfer). Menurunkan titik didih zat pelarut ini dilakukan dengan cara menurunkan tekanan di atas permukaan cairan menjadi lebih rendah dari tekanan atmosfer atau disebut vakum (Asep, 2008).
Penguapan tidak selalu terjadi pada suhu 1000C, melainkan sesuai dengan tekanan uap air. Didalam evaporasi terjadi perubahan fase dari bahan yang diproses , terutama perubahan fase air. Sejumlah air yang terkandung didalam bahan masuk akan berubah fase menjadi uap. Produk pemisahan dengan evaporasi masih mengandung kadar air. Alat evaporasi juga terdiri dari beberapa komponen yaitu badan evaporator untuk menampung cairan yang akan diproses, bagian penukar panas yakni tempat untuk memindahkan panas (dari uap air panas) ada cairn masuk, kondensor untuk mengembunkan uap air dari komponen air bahan masuk yang menguap, dan separator untuk memisahkan uap air dari produk pekat (Toledo, 2007).

 




B. Tinjauan Pustaka
1. Prinsip Evaporasi
Evaporasi merupakan proses pemekatan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Proses evaporasi akan menurunkan aktivitas air dalam bahan hasil pertanian, yang membuat bahan lebih awet karena proses pertumbuhan mikroba akan terhambat. Selain berfungsi menurunkan akrivitas air, evaporasi juga dapat meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan dan evaporasi akan memperkecil volume larutan sehingga akan menghemat biaya pengepakan, penyimpanan, dan transportasi. Proses evaporasi biasanya dilakukan pada pengolahan susu segar dengan penambaha gula serta pada pembuatan jus buah (Praptaningsih dan Yulia, 2009).
Proses evaporasi dilakukan dengan cara menguapkan bahan pelarut dari bahan (biasanya air) dari pangan cair melalui pemanasan sampai memperoleh konsentrasi yang diharapkan. Penguapan terjadi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari titik didih zat pelarut. Pada proses evaporasi ini, zat pelarut akan menguap pada titik didihnya dan keluar meninggalkan bahan (pangan cair). Untuk produk makanan yang sensitif terhadap suhu tinggi tinggi, titik didih pelarut harus diturunkan lebih rendah dari titik didih pada kondisi normal (tekanan atmosfer). Menurunkan titik didih zat pelarut ini dilakukan dengan cara menurunkan tekanan di atas permukaan cairan menjadi lebih rendah dari tekanan atmosfer atau disebut vakum (Asep, 2008).
Penguapan tidak selalu terjadi pada suhu 1000C, melainkan sesuai dengan tekanan uap air. Didalam evaporasi terjadi perubahan fase dari bahan yang diproses , terutama perubahan fase air. Sejumlah air yang terkandung didalam bahan masuk akan berubah fase menjadi uap. Produk pemisahan dengan evaporasi masih mengandung kadar air. Alat evaporasi juga terdiri dari beberapa komponen yaitu badan evaporator untuk menampung cairan yang akan diproses, bagian penukar panas yakni tempat untuk memindahkan panas (dari uap air panas) ada cairn masuk, kondensor untuk mengembunkan uap air dari komponen air bahan masuk yang menguap, dan separator untuk memisahkan uap air dari produk pekat (Toledo, 2007).

2. Falling Film Evaporator
Falling film evaporator merupakan evaporator vakum yang menggunakan cairan mengalir kebawah dan membentuk film disekeliling dinding dalam pipa. Aliran akan dibentuk oleh adanya gaya gaya berat dan gesekan uap. Luas permukaan pada alat ini jauh lebih besar dibandingkan evaporator lainnya. Hal tersebut memungkinkan transfer panas yang besar sehingga pindah panas pada alat dan bahan juga dapat besar (Nisa, 2016).
Proses penguapan dikendalikan dengan dua proses pindah panas yang berbeda. Pertama-tama, bahan akan dialirkan menjadi sebuah lapisan tipis. Pembentukan lapisan tipis ini merupakan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi dimana perubahan fase akan terjadi dari cair kie uap. Perpindahan fase yang terjadi tergantung dari ketebalan film yang dibentuk. Pada penggunaan falling film evaporator, viskositas produk sangat diperhatikan karena alat ini tidak cocok dengan produk yang mempunyai viskositas tinggi. Penggunaan alat untuk bahan yang mempunyai viskositas tinggi dapat menyebabkan terbentuknya kerap pada tube yang akan menghambat kinerja alat (Wolverinetube Inc, 2009).


C. Diagram alir/flowchart
  1. Persiapan sampel (larutan gula)

 


Gula pasir

Ditimbang sebanyak 500 gram


 



Ditambahkan air hingga volume 1000 ml

 

Larutan gula konsentrasi 5%; 10%; dan 20% (gr/ml)

 


Ditambahkan air hingga volume 500 ml

Dianalisa berat dan briks

 




  1. Proses evaporasi vakum
 


 Larutan gula konsentrasi  5%; 10%; dan 20% (gr/ml) volume 500 ml



Ditimbang masing-masing sampel

Disiapkan falling film evaporator dengan suhu 60οC

 

Ditempatkan sampel pertama pada feeder hingga sampel pada feeder habis
 


Dicatat waktu yang diperlukan dan tekanan


Ditimbang produk pekat


Dibuat neraca massa total dan komponen


Diulangi pada sampel berikutnya


 Hasil
 




  1. Proses evaporasi atmosferik

 


 Larutan gula konsentrasi  5%; 10%; dan 20% (gr/ml) volume 500 ml



Ditimbang masing-masing sampel

Diuapkan sampel diatas kompor

 

Diukur suhu setiap 3 menit
 


Didinginkan sampel


Ditimbang produk pekat


Dibuat neraca massa total dan komponen


Diulangi pada sampel berikutnya


 Hasil
 








C. Tabulasi Data dan Pembahasan Hasil Praktikum
C.1. Pengamatan kuantitatif
C.1.1 Pembuatan larutan gula
konsentrasi
larutan awal
mL
air
larutan awal (50%)
0
1000
0.2 gr/ml
400
600
0.1 gr/ml
200
800
0.05 gr/ml
100
900

Perhitungan konsentrasi larutan gula:
·         Konsentrasi larutan gula 5%
   







C.1.2. EVAPORASI VAKUM
Data hasil pengamatan
Bahan
Massa
Brix
Volume
Waktu
(menit)
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
larutan gula 20%
1080 gr
861 gr
22%
27.6%
1000 mL
776 mL
25:51
larutan gula 10%
1035 gr
790 gr
11.2%
15%
1000 mL
750 mL
26:41
larutan gula 5%
1013 gr
0.713 gr
6.2%
9%
1000 mL
700 mL
34

Data hasil perhitungan
Bahan
Massa total (Kilogram)
Massa komponen
Air (Kilogram)
Padatan (Kilogram)
feed
produk
uap
feed
produk
uap
feed
produk
uap
larutan gula 20%
1.080
0.861
0.163
0.842
0.642
0.163
0.2376
0.2376
0
larutan gula 10%
1.035
0.790
0.245
0.9108
0.675
0.245
0.1159
0.1159
0
larutan gula 0,05%
1.013
0.731
0.300
0.075
0.650
0.300
0.0628
0.0628
0

Perhitungan Massa Total
·         Larutan gula 20%       
























Pertanyaan
1. Jelaskan bagaimana menghitung dan menggunakan data massa air dari sampel yang diuapkan untuk menentukan (melengkapi) neraca massa!
Pada sisem neraca massa total terdapat 3 macam yaitu massa masuk pada proses evaporasi yaitu massa feed, massa uap atau massa air yang teruapkan dan massa produk atau massa feed yang kandungan airnya telah diuapkan. Massa feed adalah massa bahan yang akan dipekatkan dalam evaporator. Massa uap adalah massa air yang keluar dari bahan akibat proses evaporasi. Sedangkan massa produk adalah massa dari feed atau bahan yang telah mengalami pemekatan sehingga kandungan air pada bahan berkurang. Massa uap (mv) dapat dihitung dengan massa feed (mf) – massa produk (xp). Kemudian dimasukkan ke dalam persamaan mf . xf = mp. xp + mv . xv dimana xf adalah konsentrasi feed, xp adalah konsentrasi produk dan xv adalah konsentrasi uap. Persamaan tersebut digunakan untuk mencari komponen neraca padatan dan komponen neraca air. Persamaan tersebut sesuai dengan literatur bahwa massa feed yang masuk ke dalam evaporator akan menghasilkan massa uap dan massa produk (Skogestad, 2009).

2. Jelaskan bagaimana perbandingan konsentrasi (padatan) produk yang diperoleh pada setiap sampel!
Berdasarkan perhitungan massa komponen padatan dengan penjelasan diatas didapatkan hasil larutan gula 20% menghasilkan padatan sebesar 0,2376 Kg, larutan gula 10% menghasilkan padatan 0,11592 Kg, sedangkan larutan gula 5% menghasilkan padatan sebesar 0,0626. Derajat brix menyatakan banyaknya gula yang terdapat dalam suatu larutan. 1 derajat brix sama dengan 1 gram gula yang terdapat pada 100 gram larutan, dan pengecekan deraja brix dilakukan untuk mengendalikan tingkat kemanisan pada minuman. Semakin kecil kandungan air bahan, maka derajat brix bahan akan semakin tinggi. Bila tingkat derajat brix terlalu tinggi maka tingkat kemanisan akan bertambah, (Santo, 2015). Pada perhitungan massa komponen nilai brix yang dilakukan diperoleh hasil larutan gula 20% menjadi 27,5%, yang artinya terdapat 27,5 gram gula dalam 100 gram atau ml larutan yang telah di evaporasi. Pada larutan gula 10% didapatkan hasil derajat brix menjadi 14,6% atau terdapat 16,6 gram gua dalam 100 gram atau ml larutan yang telah dievaporasi. Pada larutan gula 5% didapatakan derajat brix 8,8% setelah evaporasi atau terdapat 8,8 gram gula dalam 100 ml atau gram larutan.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sampel yang memiliki konsentrasi awal yang tinggi, maka konsentrasi akhir juga tinggi. Padatan terlarut pada sampel mempengaruhi konsentrasi akhir dari sampel. Menurut Putri, E dan W.Hardani (2014) Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan panas. Perubahan konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan seperti viskositas dan konduktivitas panas larutan, terutama viskositas. Hal tersebut mengakibatkan turbulensi menurun yang menyebabkan koefisien perpindahan panas menurun. Selain itu konsentrasi larutan yang semakin pekat, konduktivitas panas akan semakin rendah, sehingga kemampuan perambatan panas menurun. Selain itu menurut Mohrle dalam Meikapasa dan I. Gusti (2016) menyatakan bahwa gula memiliki sifat higroskopis sehingga mudah larut dalam air, adanya campuran pelarut air yang sebagian besar terkandung pada larutan menyebabkan peluang kelarutan gula semakin meningkat. Sehingga dari hasil yang didapat terlihat gula dengan konsentrasi tinggi memiliki nilai konsentrasi akhir ynag tinggi pula. Dari data hasil praktikum dapat dilihat bahwa sampel dengan konsentrasi tinggi pada larutan awal memiliki konsentrasi akhir yang tinggi pula.

3. Jelaskan bagaimana perbandingan waktu yang diperlukan untuk memekatkan setiap sampel hingga proses penguapan selesai!
            Larutan gula 20% waktu pemekatan selama 25 menit, 51 detik dengan jumlah uap air yang diuapkan setiap menit nya sebesar 6,39 gram/menit. Larutan gula 10% waktu pemekatan selama 26 menit, 41 detik dengan dengan jumlah uap air yang diupakan sebesar 9,28 gram/menit.. Larutan gula 5% waktu pemekatan 34 menit dengan jumlah uapa air yang diuapkan sebesar 8,82 gram/ menit.  Hasil jumlah uap air yang diuapkan diperoleh dari masa total uap dari perhitungan massa total. .
Menurut Triwulandari dan R. Zawawi (2010) waktu evaporasi dipengaruhi juga oleh konsentrasi larutan atau banyaknya zat terlarut pada larutan akan mempengaruhi proses evaporasi. Semakin banyak zat terlarut dalam larutan, maka semakin banyak material yang harus dipanasi pada saat proses pemanasan pada dinding sehingga bagian film yang lebih tebal diperoleh distribusi termperatur yang lebih kecil dan laju aliran yang melambat. Sehingga waktu ynag ditempuh untuk memekatkan larutan akan lebih lama. Menurut literatur,  larutan gula dengan konsentrasi yang semakin tinggi maka waktu yang dibutuhkan untuk memekatkan larutan juga semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan panas. Perubahan konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan seperti viskositas dan konduktivitas panas larutan, terutama viskositas. Hal tersebut mengakibatkan turbulensi menurun yang menyebabkan koefisien perpindahan panas menurun. Selain itu konsentrasi larutan yang semakin pekat, konduktivitas panas akan semakin rendah, sehingga kemampuan perambatan panas menurun (Putri, E dan W.Hardani, 2014). Dengan begitu semakin tinggi konsentrasi, waktu yang dibutuhkan juga semakin lama. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu larutan maka waktu untuk menguapkan air pada bahan akan semakin lama karena molekul air terikat kuat oleh padatan yang terdapat pada larutan (Muchtadi, 2007). Kesalahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu evaporator yang belum bisa menguapkan secara sempurna, kesalahan praktikum dalam penimbangan atau kurang terikatnya molekul gula dengan air. Berdasarkan literatur semakin tinggi viskositas pada suatu larutan maka akan menghambat penguapan karena padatan yang terdapat pada larutan mengikat air sehingga waktu evaporasi semakin lama (Muchtadi, 2007).

4. Jelaskan pengaruh konsentrasi awal terhadap waktu evaporasi!
Pada larutan gula dengan konsentrasi yang semakin tinggi maka waktu yang dibutuhkan untuk memekatkan larutan juga semakin tinggi. Dari data tersebut terlihat konsentrasi tertinggi yaitu 20% membutuhkan waktu 25,51 menit untuk memekatkan larutannya. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan panas. Perubahan konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan seperti viskositas dan konduktivitas panas larutan, terutama viskositas. Hal tersebut mengakibatkan turbulensi menurun yang menyebabkan koefisien perpindahan panas menurun. Selain itu konsentrasi larutan yang semakin pekat, konduktivitas panas akan semakin rendah, sehingga kemampuan perambatan panas menurun (Putri, E dan W.Hardani, 2014). Menurut Triwulandari dan R. Zawawi (2010) waktu evaporasi dipengaruhi juga oleh konsentrasi larutan atau banyaknya zat terlarut pada larutan akan mempengaruhi proses evaporasi. Semakin banyak zat terlarut dalam larutan, maka semakin banyak material yang harus dipanasi pada saat proses pemanasan pada dinding sehingga bagian film yang lebih tebal diperoleh distribusi termperatur yang lebih kecil dab laju aliran yang melambat. Sehingga waktu ynag ditempuh untuk memekatkan larutan akan lebih lama.

5. Bandingkan antara nilai brix terukur dan hasil perhitungan neraca massa apakah sudah sesuai? bahas dengan memberikan contoh salah satu sampel. Apabila tidak sesuai, berapakah nilai brix seharusnya? mengapa perbedaan tersebut terjadi?
Data hasil pengamatan derajat brix awal larutan gula  20% awal didapatkan 22% dan akhir (setelah evaporasi) menjadi 27,6%. Larutan gula  10% awal didapatkan 11,2% dan akhir (setelah evaporasi) menjadi 15%. Larutan gula  5% awal didapatkan 6,2% dan akhir (setelah evaporasi) menjadi 9%.
Berdasarkan perhitungan massa komponen padatan dengan penjelasan diatas didapatkan hasil larutan gula 20% menghasilkan padatan sebesar 0,2376 Kg, larutan gula 10% menghasilkan padatan 0,11592 Kg, sedangkan larutan gula 5% menghasilkan padatan sebesar 0,0626. Derajat brix menyatakan banyaknya gula yang terdapat dalam suatu larutan. 1 derajat brix sama dengan 1 gram gula yang terdapat pada 100 gram larutan, dan pengecekan deraja brix dilakukan untuk mengendalikan tingkat kemanisan pada minuman. Semakin kecil kandungan air bahan, maka derajat brix bahan akan semakin tinggi. Bila tingkat derajat brix terlalu tinggi maka tingkat kemanisan akan bertambah, (Santo, 2015). Pada perhitungan massa komponen nilai brix yang dilakukan diperoleh hasil larutan gula 20% menjadi 27,5%, yang artinya terdapat 27,5 gram gula dalam 100 gram atau ml larutan yang telah di evaporasi. Pada larutan gula 10% didapatkan hasil derajat brix menjadi 14,6% atau terdapat 16,6 gram gua dalam 100 gram atau ml larutan yang telah dievaporasi. Pada larutan gula 5% didapatakan derajat brix 8,8% setelah evaporasi atau terdapat 8,8 gram gula dalam 100 ml atau gram larutan.
Terdapat perbedaan nilai brix hasil pengamatan dengan perhitungan massa komponen nila brix. Pengamatan dilakukan dengan refraktometer dan perhitungan dilakukan dengan massa komponen nilai derajat brix. Perbedaan yang didapat tidak terlalu siginifikan pada konsentrasi larutan gula 20%, 10% dan larutan gula 5%. Refraktometer adalah sebuah alat teropong genggam yang memilii rentan pengukuran brix dari 0 sampai 90% dengan ketepatan pengukuran +/ 0,2 %. Keunggulan alat ini adalah praktis, handal dan tahan lama, tidak memerlukan baterai, penggunaan mudah, minim penggunaan, dan dapat dikalibrasi sendiri (Santo, 2015). Hasil yang didapatkan sudah dapat dikatakan sesuai antara nilai brix terukur dengan hasil perhitungan neraca massa. Jika terdapat perbedaan yang signifkan, contoh pada larutan 10% dengan nilai terukur 15% dan hasil perhitungan neraca massa 14,6% hal ini dapat diakibatkan evaporator yang belum bisa menguapkan secara sempurna, kesalahan praktikum dalam penimbangan atau kurang terikatnya molekul gula dengan air. Penggunaan refraktometer juga harus dikalibrasi setiap ingin digunakan, agar pengamatan terukur dapat terjaga keakuratan dan ketelitiannya, (Santo, 2015).


C.1.2. Evaporasi  atmosferik
Data hasil pengamatan
Bahan
massa
brix
volume
Awal
akhir
awal
akhir
awal
akhir
larutan gula 20%
1079 gr
639 gr
21%
63
1000 mL
560 mL
larutan gula 10%
1032 gr
695 gr
11.8%
18
1000 mL
670 mL
larutan gula 0,05%
1007 gr
594 gr
6%
10.2
1000 mL
585 mL

Bahan/t(menit)
Suhu (°C)
ΔT
(°C)
0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
larutan gula 20%
28
34
44.5
51
83.5
89
94
92
93
93
93
65ºC
larutan gula 10%
24
53
72
83
91
91
91.5
91.5
91.5
91.5
91.5
67.5
larutan gula 0,5%
27
54
76
89
93
94
93.5
92
93
93.5
93
66ºC

Data hasil perhitungan atmosferik
Bahan
Massa total
Massa komponen
Air
Padatan
Feed
Produk
Uap
Feed
Produk
Uap
Feed
Produk
Uap
larutan gula 20%
1.079
0.638
0.441
0.852
0.412
0.441
0.226
0.226
0
larutan gula 10%
1.032
0.695
0.337
0.910
0.572
0.337
0.122
0.122
0
larutan gula 0,05%
1.007
0.594
0.413
0.947
0.348
0.413
0.060
0.060
0

Perhitungan massa total:
·         Larutan gula 20%   
    














1. Jelaskan bagaimana menghitung dan menggunakan data massa air dari sampel yang diuapkan untuk menentukan (melengkapi) neraca massa!
Pada evaporasi atmosferik dilakukan pengukuran suhu dan massa setiap 3 menit sekali. Data yang didapat dari evaporasi atmosferik adalah massa total yaitu feed (mf) dan produk (mp). Setelah itu dicari massa total uap dengan cara menghitung selisih dari feed (mf) dan produk (mp). Hal selanjutnya yang dilakukan adalah dengan mencari konsentrasi dari larutan yang sudah dipekatkan dengan manggunakan rumus sebagai berikut Mf.xf=mv.xv+mp.xp (Elisa,2009). Keterangan dari rumus tersebut adalah:
Mf = massa bahan masuk cair (kg)
Mv = massa uap air (kg)
M= massa produk pekat (kg)
X= komponen padatan bahan masuk cair (kg)
X= komponen padatan uap air (kg)
Xp  =komponen padat pekat (kg)
            Dari perhitungan tersebut apabila dimasukan angka dari setiap komponen, maka akan dihasilkan konsentrasi akhir produk (xp). Dalam perhitungan untuk mengetahui konsentrasi akhir produk, konsentrasi padatan (xv) dianggap 0 (nol). Hal tersebut dikarenakan uap tidak memiliki padatan, sehingga konsentrasinya dianggap 0(nol). Apabila sudah diketahui konsentrasi padatan dari produk akhir, maka selanjutnya adalah melengkapi tabel yang masih dalam keadaan kosong. Kemudian mencari massa air dengan menghitung selisih dari massa padatan total (Mf) dengan massa padatan komponen (mf.xf). Mencari massa uap air dengan menghitung selisih massa uap total (mv) dan massa uap padatan (mv.xv). Mencari massa produk dengan menghitung selisih massa produk total (mp) dan massa produk padatan (mp.xp).
Contoh soal lainnya mengenai neraca massa menurut Elisa (2009) sebagai berikut:
Proses produksi jam buah dilakukan dengan cara memekatkan larutan gula 42% sebanyak 50 kg , menjadi 50%. Berapa jam buah yang dihasilkan untuk tiap 50 kg bubur buah?
Dari soal tersebut diketahui:
Mf= 50kg
Xf= 42% atau 0,42
Xp= 50% atau 0,5
Ditanyakan berapa massa jam buah yang dihasilkan (Mp)
Text Box: Massa masuk=Massa Keluar
Mf=Mv+Mp
50 kg= 8kg + 42kg
Text Box: Mf=Mv-Mp
50kg=Mv-42  kg
Mv= 8kg
Dari soal tersebut kita dapat memakai rumus sama seperti diatas yaitu,
 Mf.xf=mv.xv+mp.xp 
50.0,42=Mv.0+Mp.0,5
      Mp=42 kg




Dari soal tersebut massa uap air tidak diketahui dan komponen uap air tidak diketahui. Pada proses ini tidak terdapat komponen padatan pada uap air (Xv) sehingga komponen padatan uap air (Xv) dianggap nol (0) karena tidak ada. Sehingga diketahui massa jam buah yang dihasilkan untuk setiap 50 kg bubur adalah 42 kg. Untuk mengetahui massa masuk sama dengan massa keluar dengan cara menghitung selisih dari massa produk awal (mf) dan massa produk akhir (mp) sehingga akan diketahui massa uap (mv), dengan begitu kita dapat mengetahui massa masuk sama dengan massa keluar, hal tersebut dilakukan karena neraca massa merupupakan kesetimbangan sehingga massa yang masuk akan sama dengan massa yang keluar.




2. Jelaskan bagaimana perbandingan konsentrasi (padatan) produk yang diperoleh pada setiap sampel!
Berdasarkan perhitungan massa komponen padatan dengan penjelasan diatas didapatkan hasil larutan gula 20% menghasilkan padatan sebesar 0,226 Kg, larutan gula 10% menghasilkan padatan 0,122 Kg, sedangkan larutan gula 5% menghasilkan padatan sebesar 0,060. Derajat brix menyatakan banyaknya gula yang terdapat dalam suatu larutan. 1 derajat brix sama dengan 1 gram gula yang terdapat pada 100 gram larutan, dan pengecekan deraja brix dilakukan untuk mengendalikan tingkat kemanisan pada minuman. Semakin kecil kandungan air bahan, maka derajat brix bahan akan semakin tinggi. Bila tingkat derajat brix terlalu tinggi maka tingkat kemanisan akan bertambah, (Santo, 2015). Pada perhitungan massa komponen nilai brix yang dilakukan diperoleh hasil larutan gula 20% menjadi 35,4%, yang artinya terdapat 35,4 gram gula dalam 100 gram atau ml larutan yang telah di evaporasi. Pada larutan gula 10% didapatkan hasil derajat brix menjadi 17,6% atau terdapat 17,6 gram gula dalam 100 gram atau ml larutan yang telah dievaporasi. Pada larutan gula 5% didapatakan derajat brix 10,1% setelah evaporasi atau terdapat 10,1 gram gula dalam 100 ml atau gram larutan.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sampel yang memiliki konsentrasi awal yang tinggi, maka konsentrasi akhir juga tinggi. Padatan terlarut pada sampel mempengaruhi konsentrasi akhir dari sampel. Menurut Putri, E dan W.Hardani (2014) Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan panas. Perubahan konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan seperti viskositas dan konduktivitas panas larutan, terutama viskositas. Hal tersebut mengakibatkan turbulensi menurun yang menyebabkan koefisien perpindahan panas menurun. Selain itu konsentrasi larutan yang semakin pekat, konduktivitas panas akan semakin rendah, sehingga kemampuan perambatan panas menurun. Selain itu menurut Mohrle dalam Meikapasa dan I. Gusti (2016) menyatakan bahwa gula memiliki sifat higroskopis sehingga mudah larut dalam air, adanya campuran pelarut air yang sebagian besar terkandung pada larutan menyebabkan peluang kelarutan gula semakin meningkat. Sehingga dari hasil yang didapat terlihat gula dengan konsentrasi tinggi memiliki nilai konsentrasi akhir yang tinggi pula. Dari data hasil praktikum dapat dilihat bahwa sampel dengan konsentrasi tinggi pada larutan awal memiliki konsentrasi akhir yang tinggi pula.

3. Jelaskan bagaimana perbandingan waktu yang diperlukan untuk memekatkan setiap sampel hingga proses penguapan selesai!
Larutan gula 20% waktu pemekatan selama 30 menit, dengan jumlah uap air yang diuapkan setiap menit nya sebesar 14,7 gram/menit. Larutan gula 10% waktu pemekatan selama 30 menit. dengan dengan jumlah uap air yang diupakan sebesar 11,23 gram/menit.. Larutan gula 5% waktu pemekatan 30 menit dengan jumlah uapa air yang diuapkan sebesar 13,76 gram/ menit.  Hasil jumlah uap air yang diuapkan diperoleh dari masa total uap dari perhitungan massa total. . Harusnya lebih lama waktu untuk sampel larutan gula 10% daripada sampel larutan gula 5%. Menurut litelatur laju penguapan dipengaruhi oleh kadar air larutan dimana semakin rendah kadar air maka larutan menjadi semakin pekat sehingga laju penguapan akan semakin menurun, karena sukar untuk terbentuk uap (Jamaluddin, 2011).
Menurut Triwulandari dan R. Zawawi (2010) waktu evaporasi dipengaruhi juga oleh konsentrasi larutan atau banyaknya zat terlarut pada larutan akan mempengaruhi proses evaporasi. Semakin banyak zat terlarut dalam larutan, maka semakin banyak material yang harus dipanasi pada saat proses pemanasan pada dinding sehingga bagian film yang lebih tebal diperoleh distribusi termperatur yang lebih kecil dan laju aliran yang melambat. Sehingga waktu ynag ditempuh untuk memekatkan larutan akan lebih lama. Menurut literatur,  larutan gula dengan konsentrasi yang semakin tinggi maka waktu yang dibutuhkan untuk memekatkan larutan juga semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan panas. Perubahan konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan seperti viskositas dan konduktivitas panas larutan, terutama viskositas. Hal tersebut mengakibatkan turbulensi menurun yang menyebabkan koefisien perpindahan panas menurun. Selain itu konsentrasi larutan yang semakin pekat, konduktivitas panas akan semakin rendah, sehingga kemampuan perambatan panas menurun (Putri, E dan W.Hardani, 2014). Dengan begitu semakin tinggi konsentrasi, waktu yang dibutuhkan juga semakin lama. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu larutan maka waktu untuk menguapkan air pada bahan akan semakin lama karena molekul air terikat kuat oleh padatan yang terdapat pada larutan (Muchtadi, 2007). Kesalahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu evaporator yang belum bisa menguapkan secara sempurna, kesalahan praktikum dalam penimbangan atau kurang terikatnya molekul gula dengan air. Berdasarkan literatur semakin tinggi viskositas pada suatu larutan maka akan menghambat penguapan karena padatan yang terdapat pada larutan mengikat air sehingga waktu evaporasi semakin lama (Muchtadi, 2007).

4. Jelaskan pengaruh jenis larutan terhadap kenaikan suhu selama proses evaporasi!
            Seperti yang dijelaskan pada pertanyaan nomor 3, bahwa konsentrasi awal larutan terlalu pekat maka koefisien perpindahan panas semakin menurun. Perubahan konsentrasi mempengaruhi sifat fisik larutan, terutama konduktivtas larutan, yaitu viskositas. Hal ini mengakibatkan turbulensi (bilangan reynolds) menurun yang menyebabkan koefisien perpindahan panas menurun. Selain itu pada konsentrasi larutan yang semakin pekat, konduktivitas panas akan semakin rendah, sehingga kemampuan perambatan panas menurun dan menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk evaporasi lebih lama dibandingkan dengan larutan yang lebih encer (Novianti, 2009). Menurut litelatur laju penguapan dipengaruhi oleh kadar air larutan dimana semakin rendah kadar air maka larutan menjadi semakin pekat sehingga laju penguapan akan semakin menurun, karena sukar untuk terbentuk uap (Jamaluddin, 2011).

5. Jelaskan hubungan tekanan terhadap suhu penguapan air!
Dari data yang didapatkan,  konsentrasi larutan 20% memiliki suhu ΔT sebesar 650C. Gula dengan konsentrasi larutan 10% memiliki suhu ΔT sebesar 67,50C. Gula dengan konsentrasi larutan 5% memiliki suhu ΔT sebesar 660C. Jenis larutan yang berbeda dapat menyebabkan kenaikan suhu selama proses evaporasi. Hal ini disebabkan oleh kuatnya ikatan antara molekul terlarut dengan padatan yang terdapat di dalam suatu larutan. Semakin besar konsentrasi suatu larutan maka ikatan yang terbentuk semakin kuat sehingga suhu yang dibutuhkan juga semakin tinggi. Selain itu viskositas suatu larutan yang rendah menyebabkan koefisien pindah panas pada bahan tinggi (Novianti, 2009). Sehingga suhu yang dibutuhkan untuk menguapkan air pada bahan yang koefisien pindah panasnya tinggi tidak terlalu tinggi. Berdasarkan literatur, semakin lama waktu pemanasan, semakin tinggi pula suhu, namun demikian suhu dapat bertahan di titik optimumnya sebelum mengalami penurunan suhu (Qin, 2015).
Gula memiliki sifat higroskopis sehingga mudah larut dalam air, adanya campuran pelarut air yang sebagian besar terkandung pada larutan menyebabkan peluang kelarutan gula semakin meningkat. Sehingga dengan kelarutan gula yang meningkat tentunya akan menyebabkan suhu evaporasi juga meningkat. Hal tersebut dikarenakan air yang terikat di dalam gula sehingga sulit diuapkan dan membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk melarutkannya (Mohrle dalam Meikapasa dan I. Gusti, 2016). Dari data yang didapat pada larutan gula dengan konsentrasi 20% memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan gula konsentrasi 10% dan 5%. Hal tersebut dikarenakan pada saat proses pengukuran suhu terjadi keterlambatan, sehingga larutan kontak dengan udara dan saat pengukuran suhu sudah mengalami penurunan. Serta pada evaporasi atmosferik juga panas yang diberikan tidak terkendali sehingga suhu dapat berbeda.
Menurut literatur laju penguapan dipengaruhi oleh kadar air larutan dimana semakin rendah kadar air maka larutan menjadi semakin pekat sehingga laju penguapan akan semakin menurun, karena sukar untuk terbentuk uap (Jamaluddin, 2011). Sehingga, semakin pekat suatu konsentrasi larutan, maka rasio jumlah air yang diuapkan per menit akan semakin sedikit. Perbedaan dari kedua perlakuan tersebut adalah pada jumlah raso air yang diuapkan lebih besar menggunakan evaporasi dengan metode vakum dibandingkan dengan evaporasi metode atmosfer. Hal tersebut dikarenakan pada evaporasi atmosfer, suhu yang diberikan kepada larutan tidak stabil, sehingga adanya naik turun suhu yang tidak terkendali menyebabkan adanya air yang belum teruapkan. Sedangkan pada evaporasi vakum, panas yang dihasilkan stabil, dan dengan adanya tekanan menyebabkan penguapan menjadi lebih cepat, dan jumlah air yang diuapkan juga menjadi lebih besar.





KESIMPULAN

Prinsip dari evaporasi adalah pemekatan dan mengurangi kadar air suatu bahan dengan menggunakan sumber panas. Hal tersebut meningkatkan kepadatan bahan pangan dan juga mengawetkan dengan mengurangi kadar air dalam bahan. Selama evaporasi berlangsung, panas sensibel dipindahkan dari uap panas ke bahan pangan untuk mencapai suhu titik didih. Panas laten penguapan kemudian disuplai dengan uap panas, untuk membentuk gelembung-gelembung uap.
Tujuan evaporasi adalah untuk memperpanjang umur simpan karena adanya pengurangan kadar air dalam bahan, untuk meningkatkan nilai jual, mengurangi volume produk, diversifikasi produk, dan pemekatan larutan. Faktor yang mempengaruhi evaporasi yaitu waktu, suhu, viskositas bahan, luas permukaan dan adanya kerak. Semakin lama waktu evaporasi maka kadar air yang menguap semakin banyak. Semakin tinggi suhu semakin cepat proses evaporasi berlangsung. Semakin tinggi viskositas bahan semakin lam evaporasi berlangsung. Semakin besar luas permukaan semakin cepat proses evaporasi. Adanya kerak dapat mengganggu hasil dari evaporasi. Data yang dihasilkan dari proses evaporasi ini adalah semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan kadar air dalam bahan maka massa dalam bahan juga berkurang. Semakin lamanya waktu maka suhu pemanasan juga meningkat untuk semua sampel.



 DAFTAR PUSTAKA

Agus M. Hani. 2012. Pengeringan Lapisan Tipis Kentang ( Solanum tuberosum. L) Varietas Granola. Skripsi. Makassar. Universitas Hasanuddin Makassar
Asep S. 2008. Uji Performansi dan Analisa Teknik Alat Evaporator Vakum. Skripsi. Bogor. Intstitut Pertanian Bogor
Effendi, M. 2015. Evaporasi: Satuan Operasi dan Proses. Malang: Universitas Brawijaya
Lukman, A. 2010. Pembuatan Evaporator Tipe Batch Untuk Memekatkan Larutan Zat Warna Umpan Spray Dryer. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Mathur, A. 2009. Waste Management in Electroplating Industry. New Delhi: Thapar University
Nisa, K. 2016. Evaporator - Prinsip Kerja dan Peralatan. Jogjakarta: UGM
Praptaningsih, Yulia. 2009. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember: Universitas Negeri Jember
Toledo, R.T. 2007. Fundamentals of Food Process Enginering. Third Edition. Springer, New York, USA
Utami T. 2014. Pengeringan Gabah Kering. Semarang: Universitas Diponegoro
Wolverinetube Inc. 2009. Chapter 14: Falling film Evaporation. Enginnering Thermal Innovation: Enginnering Data Book III





DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Elisa. 2009. Evaporator-Dasar Perancangan Alat. Diunduh pada tanggal 10 Mei 2017. Pukul 14.41. [elisa.ugm.ac.id/user/archive/.../0d52442 7701a5b501573d620e05d0b03pdf
Muchtadi, TR. 2007. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Novanti, J. 2009. Perancangan Dan Uji Coba Alat Evaporator Nira Aren. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan
Qin, Y. 2015. Micromanufacturing Engineering and Technology. New York: Elsevier
Putri E dan W. Hardani. 2014. Study Perpindahan Panas dan Massa Pada Evaporasi Nira di Dalam Falling Film Evaporator Dengan Adanya Aliran Udara. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Meikapasa dan I. Gusti. 2016. Karakteristik Total Padatan Terlarut (TPT), Stabilitas Likopen dan Vitamin C Saus Tomat Pada Berbagai Kombinasi Suhu dan Waktu Pemasakan. Ganec Swara 10(1)
Triwulandari dan R. Zawawi. 2010. Simulasi Proses Evaporasi Nira Dalam Falling Film Evaporator Dengan Adanya Aliran Udara. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jamaluddin. 2011. Pengaruh Suhu dan Tekanan Vakum Terhadap Penguapan Air, Perubahan Volume dan Rasio Densitas Keripik Buah Selama Dalam Penggorengan Vakum. Jurnal Teknologi Pertanian 12(2)
Santo. A. S. Siburian. 2015. Pengaruh Downtime Istirahat Shalat Jumat Terhadap Mutu Produk Original Love Juice di PT Hale International, Bogor-Jawa Barat. Tugas Akhir. Bogor (ID). Jurusan Supervisor Jaminan Mutu Pangan. Program Dioloma Institut Pertanian Bogor
Skogestad, S. 2009. Chemical and Energy Process Enginering. Boca Raton: taylor and Francis Group





















1 comment:

  1. Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.

    Salam,
    (Tommy.k)
    WA:081310849918
    Email: Tommy.transcal@gmail.com
    Management

    OUR SERVICE
    Boiler Chemical Cleaning
    Cooling tower Chemical Cleaning
    Chiller Chemical Cleaning
    AHU, Condensor Chemical Cleaning
    Chemical Maintenance
    Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
    Degreaser & Floor Cleaner Plant
    Oli industri
    Rust remover
    Coal & feul oil additive
    Cleaning Chemical
    Lubricant
    Other Chemical
    RO Chemical

    ReplyDelete

Laporan Praktikum Pengolahan Pangan Blansir

I. BLANSING A. Pre-lab 1.      Apa yang dimaksud dengan blansing ? Jelaskan pula tujuan blansin...