EKSTRAKSI
A. Pre-lab
1. Apa
yang dimaksud dengan ekstraksi? Jelaskan
pula tujuan ekstraksi!
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campuranya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai (Mukhiriani, 2014). Ekstaksi merupakan proses
pemisahan zat aktif yang dapat larut dari bahan yang tdak dapat larut dengan
pelarut cair. Tujuan dari proses ekstraksi itu sendiri adalah mendapatkan
suatu zat aktif yang diinginkan seperti hasil dari ekstraksi itu sendiri
merupakan berwujud seperti pasta kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani setelah pelarutnya
diuapkan (Miryanti dkk, 2011).
|
2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi proses ekstraksi? Sebut dan jelaskan!
Menurut Treyball
dalam Prasetyo dkk, (2012) faktor yang mempengaruhi ekstraksi yaitu :
a.
Ukuran partikel
padatan: sampel padatan yang memiliki luas permukaan besar akan meningkatkan
kinerja proses ekstraksi dan juga waktu yang diperlukan menjadi lebih singkat
serta hasil ekstraksi lebih besar.
b.
Pelarut: pelarut ynag
digunakan memiliki sifat tertentu. Seperti kepolaran dan selektifitas.
Pelarut yang memiliki kepolaran yang sama dengan bahan dapat melarutkan solute dengan baik. Dengan tingkat
kelarutan yang tinggi, hanya sedikit pelarut yang diperlukan. Pelarut
diharapkan memiliki selektifitas yang tinggi, sehingga hanya akan melarutkan
senyawa-senyawa tertentu yang ingin di ekstrak atau sedikit mungkin
melarutkan senyawa pengotor, sehingga pemisahan dari campurannya dapat lebih
sempurna.
c.
Suhu: suhu yang tinggi akan
berpengaruh positif terhadap ekstraksi karena adanya peningkatan kecepatan
difusi, peningkatan kelarutan dari larutan, dan penurunan viskositas pelarut.
Dengan viskositas pelarut yang rendap, kelarutan yang dapat dicapai lebih
besar.
d.
pH: rentang pH ynag
digunakan harus disesuaikan dengan kestabilan bahan yang akan diekstrak.
e.
Porositas dan
difusivitas: struktur dari bahan perlu diperhatikan, dimana bahan yang akan diekstrak
memiliki pori atau tidak. Struktur yang berpori memungkinkan terjadinya
difusi internal solut dari permukaan padatan ke poro-pori padatan tersebut.
Semakin besar difusivitas bahan padatan maka semakin cepat pula difusi
internal yang terjadi dalam padatan tersebut.
f.
Pengadukan: Pengadukan diperlukan
untuk meningkatkan dufusi eddy
sehingga perpindahan massa dari permukaan padatan ke pelarut dapat meningkat.
Pengadukan akan mencegah terbentuknya suspensi atau bahkan endapan serta
efektif untuk membentuk suatu lapisan interphase.
g.
Waktu ekstraksi: semakin lama waktu
ekstraksi, makam semakin lama waktu kontak antara pelarut dan solut sehingga
perolehan ekstrak akan semakin besar.
h.
Mode operasi: pemilihan mode operasi
dalam pelaksanaan ekstraksi padat-cair pun perlu dipertimbangkan karena
menentukan keberhasilan pemisahan yang dapat berlangsung.
|
3. Ada berapakah metode ekstraksi yang dapat dilakukan
pada bahan pangan. Sebut dan jelaskan!
A.
Maerasi: Maerasi merupakan
cara ekstraksi yang paling sederhana. Maerasi adalah proses pengekstrakan
siplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maerasi bertujuan untuk menarik
zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.
Dasar dari maerasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang
rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan
kandungan dari sel yang masih utuh (Istiqomah, 2013).
B.
Perkolasi: Perkolasi adalah
ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna (Exhaustiva
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prinsip perkolasi
adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian
bawahnya diberi sekar berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan,
tahap maerasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak), terus- menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali
bahan (Istiqomah, 2013).
C.
Soxhlet: soxhlet adalah
ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan
alat khusus sehingga terjadi ekstraksi secara kontinu dengan jumlah pelarut
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Bahan akan ditempatkan
dalam selongsong yang dibuat dari kertas saring, melalui alat ini pelarut
akan terus direfluks (Istiqomah, 2013)..
D.
Refluks: refluks adalah
ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses sampai 3-5 kali
sehingga dapat termasuk poses ekstraksi sempurna (Istiqomah, 2013).
E.
Destilasi uap: destilasi uap
merupakan senyawa kandungan menguap dengan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel
secar akontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau
memisah sebagian (Istiqomah, 2013).
F.
Ekstrak biologi: metode ekstraksi yang
menggunakan mikroorganisme untuk menarik komponen tertentu dari bahan yang
akan diekstrak (Miryanti dkk,
2011).
G.
Mekanis: ekstraksi secara
mekanis merupakan cara pemisahan suatu komponen dari suatu sistem bahan dengan
menggunakan gaya mekanis. Pada ekstraksi secara mekanis tidak
menggunakan penambahan pelarut (Miryanti dkk, 2011).
|
B. Diagram alir/flowchart
- Proses ekstraksi pada suhu kamar
Sampel
Dihaluskan,
dan ditimbang 5 gr
Dimasukkan
dalam erlemeyer
Ditambahkan
air 200 ml
Erlemeyer
digoyang – goyangkan
Disaring
Dilakukan
analisa awal, yang meliputi warna, berat dan viskositas
Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 200 ml
Di shaker (khusus suhu ruang)
Dilakukan
analisa setiap 10 menit sampai viskositas konstan

Hasil
- Proses
ekstraksi pada suhu tinggi (>30°C)
sampel
Dihaluskan,
dan ditimbang 5 gr
Dimasukkan
dalam erlemeyer
Ditambahkan
air 200 ml
Erlemeyer
digoyang – goyangkan
Disaring
Dilakukan
analisa awal, yang meliputi warna, berat dan viskositas
Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 200 ml
Di shaker watterbatch (khusus suhu 50°C dan 90°C)
Dilakukan
analisa setiap 10 menit sampai viskositas konstan
C. Tinjauan Pustaka
1. Cincau Hitam
Cincau
hitam (Mesona palustris BI.) yang
sering dikenal sebagai janggelan merupakan salah satu tanaman yang termask
dalam suku Labiate. Cincau hitam
memiliki kandungan senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya seperti
antioksidan, flavonoid, alkaloid, fenol, dan alin-lain. Kandungan senyawa
bioaktif dari cincau hitam tersebut mampu menjadikan cincau hitam sebagai salah
satu dari makanan fungsional (Wahyono dkk,
2015).
Ciri-ciri
tanaman ini adalah berbatang kecil dan ramping, pada ujung batang tumbuh
batang-batang kecil, ada yang tumbuh menjalar ke tanah dan ada pula ynag tegak.
Tanaman ini memiliki bentuk daun yang lonjong dan berujungruncing. Bagian
tanaman cincau hitam ynag mempunyai kegunaan adalah bagian daun dan bagian
batangnya yang dapat menghasilkan ekstrak gel cincau yang lebih banyak. Tanaman
cincau ynag telah dipanen seanjutnya dikeringkan dengan cara menghamparkannya
di atas permukaan tanah, sehingga warnanya berubah menjadi coklat tua. Tanaman
yang telah kering ini merupakan baan baku utama pembuatan cincau hitam atau
dapat disebut dengan siplisia cincau hitam (Rein W dan Tri D, 2014).
2. Penentuan viskositas Relatif
(Cara dan Rumus)
Viskositas adalah karakteristik dari
makromolekul ynag berhubungan langsung dengan kemampuan untuk mengalir, dan
tidak langsung berhubungan dengan ukuran dan bentuk molekul. Viskositas
berhubungan dengan konsistensi yang merupakan suatu benda untuk melawan
perubahan bentuk (deformasi) bila suatu bahan mendapat gaya gesekan. Gesekan
yang dihasilkan dari perubahan bentuk cairan yang disebabkan karena adanya
resistensi yang berlawanan dinamakan sheering
stress. Gaya ynag diberikan pada suatu bentuk atau deformasi disebut
sebagai aliran (Nasrudin dkk,
2010).
Rumus
dari viskositas relatif menurut Nasrudin dkk,
(2010) adalah:

Keterangan:
η = viskositas cairan
yang akan diukur (gr s/cm3)
η0 = viskositas cairan pembanding biasanya air (gr
s/cm3)
t = waktu yang dibutuhkan cairan untuk melewati dua tanda
pada viskometer (s)
ρ = densitas cairan yang
akan diukur (gr/ml)
t0 = waktu
yang dibutuhkan cairan pembanding untuk melewati dua tanda pada viskometer (s)
ρ0 = densitas cairan pembanding (gr/ml)
ANALISA PROSEDUR
Hal yang pertama dilakukan adalah persiapan alat dan
bahan. Peralatan yang dibutuhkan adalah shaker
(tanpa waterbath) untuk mengekstraksi
sampel pada suhu ruang, waterbath diset
suhu 50oC untuk mengekstraksi sampel pada suhu 50oC, waterbath diset suhu 90oC untuk
mengekstraksi sampel pada suhu 90oC, color reader untuk mengukur warna bahan, timbangan analitik untuk
menimbang bahan, beaker glass alat
gelas untuk menampung sampel saringan, erlenmeyer alat gelas sebagai wadah
sampel, pipet ukur 10ml digunakan untuk mengukur volume analisa berat, pipet
volume 10,0ml digunakan untuk analisa kekentalan (viskositas), pipet filler
(bulb) digunakan untuk memipet cairan dari pipet ukur dan pipet volume,
saringan untuk menyaring sampel, dan timer
atau stopwatch untuk menghitung waktu analisa.
Bahan yang digunakan adalah cincau kering (daun dan
ranting), air, plastik untuk analisa berat dan warna, alumunium foil untuk
menutup erlenmeyer. Persiapan bahan cincau kering (daun dan ranting) ditimbang
sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam plastik yang sudah diketahui beratnya,
kemudian dihancurkan menjadi bagian–bagian kecil (tetapi tidak sampai halus
sekali). Penimbangan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu untuk
ekstraksi suhu ruang, suhu 50oC, dan suhu 90oC. Lalu sampel
yang sudah dihancurkan, dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml (masing – masing
erlenmeyer diberi tanda dengan kertas label) dan ditambahkan air sebanyak 200ml
atau sampai sampel terendam semuanya dan dihomogenkan. Selanjutnya masing –
masing sampel dilakukan analisa awal (sebelum ekstraksi) yang sebelumnya masing
– masing sampel disaring sebanyak ½ volume larutan sampel ke dalam beaker glass 250 ml dengan menggunakan saringan (ampas
dalam saringan dibalikkan kembali ke dalam erlenmeyer). Analisa awal yang
dilakukan yaitu yang pertama analisa berat dengan menggunakan timbangan
analitik, dengan cara memipet hasil saringan sebanyak 10ml dengan menggunakan
pipet ukur 10ml lalu dimasukkan ke dalam plastik yang telah diketahui beratnya,
setelah itu ditimbang dan dicatat hasilnya dengan mengurangi berat plastik,
lalu dilanjutkan dengan analisa warna dengan menggunakan color reader, dicatat semua hasil pengamatan awal dalam data hasil
praktikum dan sampel analisa awal (di dalam plastik) dimasukkan kembali ke
dalam erlenmeyer awal. Analisa yang kedua yaitu kekentalan (viskositas) dengan
cara memipet hasil saringan sebanyak 10,0ml dengan menggunakan pipet volume
10,0ml lalu ditahan bagian ujung bawah pipet dengan jari dan bulb (pipet
filler) dilepaskan, setelah itu untuk mengetahui viskositasnya dilepaskan jari
pada ujung pipet dan dengan bersamaan dihitung waktunya dengan stopwatch hingga cairan dalam pipet
volume habis (tempat tampungan beaker
glass tempat saringan), dicatat waktu yang diperoleh dalam data hasil
praktikum dan sampel dalam beaker glass dimasukkan
kembali ke dalam erlenmeyer awal. Masing – masing sampel dilakukan 3 proses
ekstraksi, yaitu pada suhu ruang dengan menggunakan shaker (tanpa waterbath)
dengan kecepatan 180rpm, suhu 50oC dengan menggunakan waterbath shaker diatur suhu 50oC
dengan kecepatan diset pada titik ke-4, dan suhu 90oC dengan
menggunakan waterbath shaker diatur
suhu 90oC dengan kecepatan diset pada titik ke-4. Proses ekstraksi
berlangsung selama 60 menit (dibatasi waktunya) atau sampai diperoleh
viskositas kontan, dimana pada setiap 10 menit dilakukan pengamatan seperti
cara analisa awal (analisa berat, analisa warna, dan analisa viskositas) hingga
diperoleh viskositas konstan dan dicatat semua hasil analisa dalam data hasil
praktikum.
D. Tabulasi Data dan Pembahasan Hasil Praktikum
Data Hasil
Pengamatan
waktu (menit)
|
T= Suhu ruang
|
T=50°C
|
T=90°C
|
|||
warna
|
viskositas
|
warna
|
viskositas
|
warna
|
viskositas
|
|
0
|
L= 44,63
a= -0,967
b= +10,133
|
t2= 23.80 s
µ2= 1,066
cp
|
L= 16.9
a= +0.87
b= +15.93
|
t2= 19.52 s
µ2= 0.454
cp
|
L= 28.83
a= -1.13
b= +5.56
|
t2= 19.29 s
µ2= 0.862
cp
|
10
|
L= 33,7
a= +6,07
b= +14,5
|
t2= 23.52 s
µ2= 1,059
cp
|
L= 34.5
a= +10.7
b= +16.7
|
t2= 18.53 s
µ2= 0.8435
cp
|
L= 30.73
a= -1.03
b= -8.9
|
t2= 17.46 s
µ2= 0.777
cp
|
20
|
L= 3,6
a= +6,6
b= +11,8
|
t2= 21.44 s
µ2= 0.967 cp
|
L= 39.3
a= +14.73
b= +23.6
|
t2= 19.24 s
µ2= 0.8605 cp
|
L= 25.6
a= -1.3
b= +2.67
|
t2= 21.85 s
µ2= 0.984 cp
|
30
|
L= 28,1
a= +3,7
b= +0,86
|
t2= 21.50 s
µ2= 0.974 cp
|
L= 25.43
a= -0.5
b= +3.23
|
t2= 21.74 s
µ2= 0.967 cp
|
L= 24.83
a= +5
b= +4.17
|
t2= 22.29 s
µ2= 1.0032 cp
|
40
|
L= 26,7
a=+0,56
b= +4,26
|
t2= 22.05 s
µ2= 0.995 cp
|
L= 22.47
a= -0.67
b=+7.57
|
t2= 21.1 s
µ2= 0.932
cp
|
L= 25.8
a= +0.1
b= +3.57
|
t2= 22.47 s
µ2= 1,004 cp
|
50
|
|
|
L= 26.3
a= +2.00
b= +3.8
|
t2= 21.87 s
µ2= 0.9741 cp
|
|
|
60
|
|
|
L= 26.13
a= +2.56
b= +3.3
|
t2= 21.28 s
µ2= 0.9488 cp
|
|
|
|
Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum pada ekstraksi dengan kondisi suhu ruang, nilai
kecerahan semakin lama semakin menurun. Hal ini dapat dilihat pada nilai L
hasil pengukuran dengan color reader.
Pada menit ke-0 didapatkan nilai L= 44,63; a= -0,967; b= +10,133. Menit ke-10
memiliki nilai L=33,7; a= +6,07; b= +14,5. Menit ke-20 nilai L= 31,6; a= +6,6;
b= +11,8. Menit ke-30 nilai L= 28,1; a= 3,7; b= +0,86 dan menit ke-40 memiliki
nilai L= 26,7; a= +0,56; b= +4,26. Berdasarkan hasil tersebut menandakan bahwa
semakin lama waktu ekstraksi maka tingkat kecerahan warna pelarut semakin
gelap, karena terlarutnya senyawa fenolik dalam pelarut sehingga warna larutan
semakin berkurang tingkat kecerahannya (Maslukhah, Yulina
Lailatul, dkk, 2016). Sedangkan, dari hasil perhitungan viskositas setiap 10
menit, menunjukan penurunan dari menit ke-0 sampai dengan menit ke-20 dan naik
kembali hingga menit ke-40. Pada menit ke-0 dihasilkan viskositas sebesar 1,066
cp, menit ke-10 sebesar 1,059 cp, menit ke-20 sebesar 0,967 cp, menit ke-30
sebesar 0,974 cp dan menit ke-40 sebesar 0,995 cp. Dari hasil tersebut
kesetimbangan sudah terjadi pada menit ke-20 dengan viskositas sebesar 0,967
cp. Terjadinya fluktuasi dapat disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya
suhu yang kurang optimum, waktu kontak yang tidak maksimal, jenis dan jumlah
pelarut yang kurang sesuai (Maslukhah, Yulina Lailatul, dkk, 2016). Dalam hal
ini faktor yang sangat berpengaruh adalah suhu ekstraksi, karena viskositas
larutan tinggi hanya pada awal saja, sedangkan pada menit selanjutnya mengalami
penurunan. Jadi ekstraksi dengan menggunakan suhu ruang kurang optimum.
Pada ekstraksi dengan
menggunakan suhu 500C, tidak didapatkan kesetimbangan hingga menit
ke-60. Tingkat kecerahan hasil ekstraksi menunjukan fluktuatif, yaitu
peningkatan intensitas kecerahan sampai menit ke-20 dan mengalami penurunan
hingga menit ke-40 dan mengalami peningkatan kembali sampai menit ke-60. Pada menit ke-0 didapatkan nilai L= 16,9; a= +0,87; b=
+15,93. Menit ke-10 memiliki nilai L=34,5; a= +10,7; b= +16,7. Menit ke-20
nilai L= 39,3; a= +14,73; b= +23,6. Menit ke-30 nilai L= 25,43; a= -0,5; b=
+3,23, menit ke-40 memiliki nilai L= 22,47; a= -0,67; b= +7,57, menit ke-50 L=
26,3; a= +2; b= +3,8 dan menit ke-60 memiliki nilai L= 26,13; a= +2,56; b=
+3,3. Berdasarkan hasil perhitungan viskositas, pada menit ke-0 dihasilkan
viskositas sebesar 0,454 cp, menit ke-10 sebesar 0,8435 cp, menit ke-20 sebesar
0,8605 cp, menit ke-30 sebesar 0,967 cp, menit ke-40 sebesar 0,932 cp, menit
ke-50 sebesar 0,9741 cp dan menit ke-60 sebesar 0,9488 cp. Dari hasil tersebut
terjadi peningkatan viskositas dari menit ke-0 hingga menit ke-30, lalu
mengalami penurunan pada menit ke-40 dan meningkat kembali pada menit ke 50,
namun menurun sebesar 0,03 cp pada menit ke-60. Belum terjadinya kesetimbangan
dapat disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya perbedaan perlakuan
pengukuran sehingga menghasilkan angka yang bias, suhu yang tidak stabil serta
waktu kontak yang terlalu lama. Waktu ekstraksi yang berlebihan tidak akan bisa
mengekstrak senyawa fenolik yang lebih banyak, karena kesetimbangan akhir dapat
dicapai antara konsenstrasi zat terlarut dalam matriks tanaman dan pelarutnya
pada waktu tertentu Semakin lama waktu ektraksi maka kontak antara pelarut
dengan bahan yang diekstrak akan semakin lama sehingga dari keduanya akan
terjadi pengendapan masa secara difusi sampai terjadi keseimbangan konsentrasi
di dalam dan di luar bahan yang diekstraksi (Wahyuni D,T dan Simon B,W, 2015).
Pada ekstraksi
dengan menggunakan suhu 900C, didapatkan kesetimbangan konsentrasi
pada menit ke-40. Tingkat kecerahan hasil ekstraksi menunjukan fluktuatif,
yaitu peningkatan intensitas kecerahan sampai menit ke-10 dan mengalami
penurunan pada menit ke-20 sampai menit ke-30, lalu mengalami peningkatan
kembali pada menit ke-40. Pada menit ke-0
didapatkan nilai L= 28,83; a= -1,13; b= +5,56. Menit ke-10 memiliki nilai
L=30,73; a= -1,03; b= -8,9. Menit ke-20 nilai L= 25,6; a= -1,3; b= +2,67. Menit
ke-30 nilai L= 24,85; a= +5; b= +4,17 dan menit ke-40 memiliki nilai L= 25,8;
a= +0,1; b= +3,37. Berdasarkan hasil perhitungan viskositas, pada menit ke-0 dihasilkan
viskositas sebesar 0,862 cp, menit ke-10 sebesar 0,777 cp, menit ke-20 sebesar
0,984 cp, menit ke-30 sebesar 1,0032 cp, dan menit ke-40 sebesar 1,004 cp.
Berdasarkan hasil viskositas tersebut meskipun sempat mengalami penurunan pada
menit ke-10, namun terus meningkat pada menit kesepuluh selanjutnya hingga
menit ke-40 taerjadi kesetimbangan. Pada suhu 900C laju ekstraksi
berjalan sangat maksimum. Suhu tinggi pelarut dapat meningkatkan efisiensi dari
proses ekstraksi karena panas dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel,
meningkatkan kelarutan dan difusi dari senyawa yang diekstrak dan mengurangi
viskositas pelarut. Namun, disisi lain penggunaan suhu tinggi dapat
mengakibatkan beberapa komponen yang terdapat dalam bahan akan mengalami
kerusakan dan dapat mendegradasi senyawa polifenol jika waktu juga relatif lama
(Maslukhah, Yulina Lailatul, dkk, 2016). Jenis dan jumlah pelarut juga
berpengaruh pada hasil ektraksi, karena pemilihan pelarut berdasarkan prinsip
kelarutan yaitu like dissolve like,
yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa yang polar sedangkan pelarut non
polar akan melarutkan senyawa yang bersifat non polar (Winarno, 2008). Pelarut
yang dipakai dalam praktikum kali ini adalah air, semakin banyak jumlah pelarut
yang digunakan, maka semakin banyak pula hasil yang didapatkan, karena
distribusi partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga memperluas permukaan
kontak. Selain air juga dapat digunakan pelarut seperti, etanol, methanol,
aseton, dan etil asetat (Maslukhah, Yulina Lailatul, dkk, 2016).
Pertanyaan
- Jelaskan
bagaimana mendapatkan
kesetimbangan ekstraksi!
Untuk mendapatkan kesetimbangan dalam proses
ekstraksi ketika zat terlarut sudah sepenuhnya larut dan konsentrasi larutan
seragam (Prasetyo dkk, 2012). Menentukan kesetimbangan juga
dipengaruhi oleh lamanya waktu ekstraksi. Pada keadaan setimbang, ynag
mempunyai nilai sama adalah potensial kimia dari kedua fase, bukan konsentrasi,
sehingga transfer solute menjadi
terhenti. Lamanya waktu akan menghasilkan kenaikan jumlah komponen yang
dihasilkan, akan tetapi setelah mencapai waktu optimal jumlah komponen yang
diekstrak mengalami penurunan. Walaupun waktu ditambahkan kembali, komponen
dari bahan tidak akan terksekstrak lagi karena komponen dalam bahan baku
tersebut jumlahnya terbatas. Disamping itu dengan penambahan waktu akan terjadi
dekomposisi dari komponen-komponen yang tidak dikehendaki (Bangkit dkk, 2012).
- Berapakah parameter kepekatan
(L,a,b) dan viskositas larutan ekstrak pada kondisi
setimbang!
Pada suhu ruang, parameter viskositas kondisi setimbang
terjadi sampai menit ke-30 meskipun pada menit ke-0 sampai menit ke-30
mengalami penurunan, menit ke-0 adalah 1.066 cp, menit ke-10 adalah 1,059 cp,
menit ke-20 adalah 0.967 cp, menit ke-30 adalah 0.974 cp. Sedangkan pada menit
ke-40 adalah 0.995 cp mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil data, pada
parameter warna semakin lama waktu ekstraksi maka terjadi penurunan kecerahan
pada hasil ekstrak. Hal tersebut disebabkan ekstraksi yang terlalu lama juga
dapat berdampak negatif pada hasil ekstrak. Intensitas kecerahan
pada hasil ekstrak cincau hitam cenderung mengalami penurunan (gelap)
seiring dengan naiknya suhu ekstraksi
dan lama waktu ekstraksi. Kenaikan suhu dan lama pemanasan dapat menyebabkan
peningkatan kadar komponen hasil ekstraksi. Hal tersebut karena peningkatan
suhu dan lama pemanasan menyebabkan laju ekstraksi semakin tinggi. Tingginya
laju ekstraksi ini
diduga menyebabkan tingkat
kecerahan warna ekstrak daun cincau hitam menjadi lebih gelap
seiring peningkatan suhu dan lama waktu ekstraksi (Ibrahim AM, dkk, 2015).
Pada
suhu 50°C, parameter viskositas kondisi setimbang belum terjadi sampai menit
ke-60. Pada menit ke-0 sampai menit ke-30 mengalami peningkatan, menit ke-0
adalah 0.454 cp, menit ke-10 adalah 0,8435 cp, menit ke-20 adalah 0.8605 cp,
menit ke-30 adalah 0.967 cp. Sedangkan, pada menit ke-40 sampai menit ke-60
terjadi fluktuasi dengan nilai viskositas berturut-turut 0.932 cp, 0.9741 cp
dan 0.9488 cp. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi ekstraksi yaitu perbandingan simplisia cincau hitam dan pelarut
yang kurang tepat, proses difusi sel yang utuh, lama perendaman dan
pengembangan simplisia, kecepatan proses disolusi simplisia yang terintegrasi,
dan suhu serta pH interaksi senyawa terlarut dan tidak larut (Ibrahim AM, dkk,
2015). Oleh karena itu untuk warna paa menit ke-0 memiliki nilai L=16,9; a=
0,87; b= +15,93 kemudian mengalami peningkatan dan penurunan serta penningkatan
lagi. Hal tersebut disesbabkan oleh pengaruh pH ekstraksi dan sifat dari
senyawa pigmen yang terdapat pada daun cincau hitam (Neliyanti dan Nora
Idiawati, 2014). Menurut Winarno (2008), zat warna yang diperoleh dari tumbuhan
akan mengalami perubahan pada beberapa kondisi, tergantung dari jenis zat warna
(pigmen) yang terkandung dalam tumbuhan tersebut. . Pada suhu tinggi yang
terlalu lama, gel cincau yang dihasilkan tidak baik karena terjadi proses
kimiawi dalam daun yang merubah struktur polimer pembentuk gel (Adinda N,
2010). Pigmen yang rusak menyebabkan warna menjadi pucat dan
hilang akibat dari pigmen yang terdegradasi dan terpolimerisasi (Diniyah dkk,
2013).
Pada suhu 90°C, parameter viskositas kondisi setimbang
terjadi sampai menit ke- 40 dimana pada menit ke-0 nilai viskositas sebesar
0,862 cp dan menit ke-10 nilai viskositas mengalami penurunan menjadi 0,777 cp.
Namun, pada menit ke-20 sampai menit ke-40 mengalami peningkatan viskositas
yaitu pada menit ke- 20 sebesar 0,984 cp, menit ke-30 sebesar 1,0032 cp dan
menit ke-40 sebesar 1,004 cp. Pada parameter kepekatan warna kondisi setimbang
nilai L= 30,73; a= -1,03; b= -8,9.
Berdasarkan data hasil analisa terjadi penaikan dan penurunan pada parameter
warna hal tersebut dapat disebabkan oleh zat warna yang diperoleh dari tumbuhan
akan mengalami perubahan pada beberapa kondisi, tergantung dari jenis zat warna
(pigmen) yang terkandung dalam tumbuhan tersebut (Winarno, 2008). Menurut
Martua dkk (2015) semakin tinggi suhu dan waktu ekstraksi maka akan terjadi
penurunan kecerahan, dimana peningkatan suhu dan lama pemanasan menyebabkan
laju ekstraksi semakin tinggi dan peningkatan suhu juga dapat meningkatkan
kadar komponen hasil ektraksi.
- Jelaskan bagaimana pengaruh suhu ekstraksi terhadap
waktu yang diperlukan untuk mendapatkan ekstrak jenuh!
Berdasarkan hasil praktikum, semakin tinggi suhu
ekstraksi maka viskositas akan meningkat kemudian akan menurun. Pada suhu
ruang, penurunan viskositas terjadi pada menit ke-20. Pada suhu 500C
tidak terjadi kesetimbangan karena hasil viskositas yang fluktuatif sampai
menit ke-60. Pada suhu 900C kesetimbangan terjadi pada menit-40.
Meskipun tidak terjadi penurunan, namun hasil viskositas sudah stabil dari
menit ke-30 sampai menit ke-40
Suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh
terhadap hasil ekstraksi. Semakin lama waktu ekstraksi menghasilkan kenaikan
jumlah komponen yang dihasilkan, akan tetapi setelah mencapai waktu optimal
jumlah komponen yang diekstrak mengalami penurunan. Walaupun waktu ditambahkan
kembali, komponen dari bahan tidak akan terksekstrak lagi karena komponen dalam
bahan baku tersebut jumlahnya terbatas (Bangkit dkk, 2012). Semakin lama waktu
ekstraksi, maka cairan komponen akan lebih banyak terekstrak. Dimana pada waktu
yang lama, kontak antara solvent dengan solut akan semakin lama sehingga proses
pelarutan simplisia daun cincau oleh solvent
akan terus terjadi sampai solvent
jenuh terhadap solut (Maulida dan Naufal, 2010). Namun, ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kestabilan ekstraksi yaitu perbandingan simplisia cincau hitam dan
pelarut yang kurang tepat, proses difusi sel yang utuh, lama perendaman dan
pengembangan simplisia, kecepatan proses disolusisimplisia yang terintegrasi,
dan suhu serta pH interaksi senyawa terlarut dan tidak larut (Aini, 2013).
- Jelaskan pengaruh lama ekstraksi terhadap hasil
ekstrak!
Semakin lama waktu ekstraksi, maka cairan
komponen akan lebih banyak terekstrak. Dimana pada waktu yang lama, kontak
antara solvent dengan solut akan semakin lama sehingga proses pelarutan
simplisia daun cincau oleh solvent
akan terus terjadi sampai solvent
jenuh terhadap solute (Maulida dan
Naufal, 2010). Mutu ekstraksi
juga dipengaruhi oleh kehalusan bahan, teknik ekstraksi, lama ekstraksi, jenis
pelarut, konsentrasi pelarut, proses penguapan pelarut, pemurnian dan
pengeringan. Rendemen yang dihasilkan akan meningkat selaras dengan peningkatan
waktu dan banyaknya jumlah pelarut yang digunakan. Semakin lama kontak bahan
baku dengan pelarut, maka akan semakin banyak senyawa yang berdifusi keluar
sel. Oleh karena itu, lama waktu ekstraksi berpengaruh terhadap jumlah hasil
ekstrak (Aini, 2013).
Semakin
lama waktu ekstraksi
maka viskositas akan meningkat sehingga kecerahan pada sampel akan turun
(gelap). Untuk lama waktu ekstraksi yang sama, semakin tinggi suhu, maka yield
ekstrak, TPC (Total phenolic content),
dan yield senyawa phenolic yang didapat juga semakin banyak. Hal ini diduga
disebabkan karena suhu yang tinggi akan menyebabkan kelarutan senyawa phenolic dalam pelarut semakin besar.
Dengan meningkatkan suhu, difusi yang terjadi juga semakin besar, sehingga
proses ekstraksi juga akan berjalan lebih cepat. Akan tetapi dalam meningkatkan
suhu operasi juga perlu diperhatikan, karena suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan kerusakan pada bahan yang sedang diproses (Ibrahim, dkk., 2015).
KESIMPULAN
Ekstraksi
merupakan proses pemisahan bahan dari campuranya dengan menggunakan pelarut
yang sesuai. Proses
ekstraksi memiliki dua bagian utama, yaitu pelarut dan bahan utama. Ekstraksi umum
dilakukan pada bahan rempah dan
herbal (spices and herbs) untuk
meningkatkan masa simpan senyawa aktif
dalam bahan tersebut. Tujuan dari ekstraksi adalah pemisahan dua atau lebih komponen dalam suatu
bahan untuk digunakan lebih lanjut, meningkatkan mutu, meningkatkan nilai jual,
difersifikasi produk, identifikasi senyawa yang belum diketahui dan untuk
menguji adanya senyawa tertentu.
Ekstraksi menggunakan
metode maserasi dimana pada prinsipnya adalah pencapaian kesetimbangan
konsentrasi, menggunakan pelarut yang direndamkan pada simplisia daun cincau
hitam dalam suhu kamar. Saat maserasi berlangsung dapat dilakukan pengadukan
secara konstan maka disebut maserasi
kinetik atau digesti. Pelarut yang digunakan adalah air. Perlakuan dilakukan
pada suhu ruang, suhu 50 °C dan suhu 90°C. Waktu yang digunakan untuk proses
ekstraksi adalah 0, 10,20, 30, 40, 50 dan 60 menit. Semakin
lama waktu kontak antara pelarut dan solut sehingga perolehan ekstrak akan
semakin besar. Sedangkan pengaruh suhu dalam ekstraksi adalah semakin tinggi
suhu maka ekstraksi akan semakin cepat dan memperoleh hasil yang lebih
maksimal. Pada suhu kamar kondisi kesetimbangan pada waktu menit ke-20. Suhu
50°C belum terjadi kestimbangan hingga menit ke-60 karena peningkatan nilai
viskositas pada menit ke-10 kemudian turun kembali sampai menit ke-40 dan menit
selanjutnya masih terjadi fluktuasi nilai viskositas. Suhu 90°C terjadi
kesetimbangan pada menit ke-40, meskipun pada menit ke-10 terjadi penurunan dan
peningkatan kembali dan stabil hingga menit ke-40. Kesetimbangan pada proses
ekstraksi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perbandingan
simplisia cincau hitam dan pelarut yang kurang tepat, proses difusi sel yang
utuh, lama perendaman dan pengembangan simplisia, kecepatan proses
disolusisimplisia yang terintegrasi, dan suhu serta pH interaksi senyawa
terlarut dan tidak larut.
DAFTAR PUSTAKA
Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Soklet Terhadap Kadar
Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus). Skripsi.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Miryanti, L. Sapei, K. Budiono, dan S.
Indra. 2011. Ekstraksi Antioksidan Dari Kulit
Buah Manggis (Garcinia mangostana L.).
Bandung: Universitas Katolik Parahyangan
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa
Aktif. Jurnal Kesehatan VII(2)
Nasrudin et all. 2010. Panduan
Praktikum Kimia Fisika IV. Surabaya: FMIPA Universitas Negeri Surabaya
Prasetyo S, H. Sunjaya, dan Y. Yanuar.
2012. Pengaruh Rasio Massa Daun Suji/Pelarut,
Temperatur dan Jenis Pelarut Pada Ekstraksi Klorofil Daun Suji Secara Batch
Dengan Pengontakan Dispersi. Bandung: Universitas
Katolik Prahayangan
Rein W dan Tri D. 2014. Jurnal Review: Potensi Cincau Hitam (Mesona
palustris BI.), Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius) dan Kayu Manis
(Cinnamomum burmannii) Sebagai Bahan Baku Minuman Herbal Fungsional.
Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 128-136
Wahyono H, L. Fitriani, dan T.Dewanti.
2015. Potensi Cincau Hitam (Mesona
palustris BI.) Sebagai Pangan Fungsional Untuk Kesehatan: Kajian Pustaka.
Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(3):
957-961
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Adinda
N. 2010. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan
Tepung Tapioka Terhadap Mutu Bubuk Cincau Hitam Instan. Medan: Universitas
Sumatera Utara
Aini, Syarifah. 2013. Ekstraksi Senyawa Kurkumin dari Rimpang Temulawak dengan Metode
Maserasi. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Bangkit, Tagora, R. Sirait, Iriany. 2012. Penentuan Konsisi Kesetimbangan Unit
Leaching Pada Produksi Eugenol Dari Daun Cengkeh. Jurnal Teknik Kimia
Universitas Sumatra Utara, Vol.1(1)
Diniyah, dkk. 2013. Ekstraksi
dan Karakterisasi Polisakarida Larut Air Dari Kulit Kopi Varietas Arabika
(Coffea Arabica) dan Robusta (Coffea canephora). Teknologi Pertanian.
14(2): 73-78
Ibrahim AM, Yunianta, dan Feronika Heppy S.
2015. Pengaruh Suhu Dan Lama Waktu
Ekstraksi Terhadap Sifat Kimia Dan Fisik Pada Pembuatan Minuman Sari Jahe Merah
(Zingiber Officinale Var. Rubrum) Dengan Kombinasi Penambahan Madu Sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan Argoindustri
3(2): 530-541
Martua
A, Yunianta, dan F.Heppy. 2015. Pengaruh
Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Sifat Kimia dan Fisik Pada Pembuatan
Minuman Sari Jahet Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) Dengan Kombinasi
Penambahan Madu Sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2):
530-541
Maslukhah,
Yulina Lailatul, dkk. 2016. Faktor
Pengaruh Ekstraksi Cincau Hitam (Mesona Palustris Bl) Skala Pilot Plant: Kajian
Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri 4(1): 245-252.
Maulida D dan Naufal Z. 2010. Ekstraksi Antioksidan ( Likopen ) Dari Buah
Tomat Dengan Menggunakan Solven Campuran, n–Heksana, Aseton, Dan Etanol.
Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro
Neliyanti dan Nora Idiawati. 2014. Ekstraksi Stabilitas Zat Warna Alami Dri
Buah Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin). Jurnal JKK 3(2): 30-37
Wahyuni D,T dan Simon Bambang W. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut Dan Lama Ekstraksi
Terhadap Ekstrak Karotenoid Labu Kuning Dengan Metode Gelombang Ultrasonik. Jurnal
Pangan dan Agroindustri 3(2): 390-401
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia
No comments:
Post a Comment