Pengolahan Pangan dan Ilmu Pangan

Saturday, July 22, 2017

Laporan Praktikum Pengolahan Pangan Ekstraksi

EKSTRAKSI

A. Pre-lab

1. Apa yang dimaksud dengan ekstraksi? Jelaskan pula tujuan ekstraksi!
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campuranya dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Mukhiriani, 2014). Ekstaksi merupakan proses pemisahan zat aktif yang dapat larut dari bahan yang tdak dapat larut dengan pelarut cair. Tujuan dari proses ekstraksi itu sendiri adalah mendapatkan suatu zat aktif yang diinginkan seperti hasil dari ekstraksi itu sendiri merupakan berwujud seperti pasta kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani setelah pelarutnya diuapkan (Miryanti dkk, 2011).

2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi proses ekstraksi? Sebut dan jelaskan!
Menurut Treyball dalam Prasetyo dkk, (2012) faktor yang mempengaruhi ekstraksi yaitu :
a.    Ukuran partikel padatan: sampel padatan yang memiliki luas permukaan besar akan meningkatkan kinerja proses ekstraksi dan juga waktu yang diperlukan menjadi lebih singkat serta hasil ekstraksi lebih besar.
b.    Pelarut: pelarut ynag digunakan memiliki sifat tertentu. Seperti kepolaran dan selektifitas. Pelarut yang memiliki kepolaran yang sama dengan bahan dapat melarutkan solute dengan baik. Dengan tingkat kelarutan yang tinggi, hanya sedikit pelarut yang diperlukan. Pelarut diharapkan memiliki selektifitas yang tinggi, sehingga hanya akan melarutkan senyawa-senyawa tertentu yang ingin di ekstrak atau sedikit mungkin melarutkan senyawa pengotor, sehingga pemisahan dari campurannya dapat lebih sempurna.
c.    Suhu: suhu yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap ekstraksi karena adanya peningkatan kecepatan difusi, peningkatan kelarutan dari larutan, dan penurunan viskositas pelarut. Dengan viskositas pelarut yang rendap, kelarutan yang dapat dicapai lebih besar.
d.    pH: rentang pH ynag digunakan harus disesuaikan dengan kestabilan bahan yang akan diekstrak.
e.    Porositas dan difusivitas: struktur dari bahan perlu diperhatikan, dimana bahan yang akan diekstrak memiliki pori atau tidak. Struktur yang berpori memungkinkan terjadinya difusi internal solut dari permukaan padatan ke poro-pori padatan tersebut. Semakin besar difusivitas bahan padatan maka semakin cepat pula difusi internal yang terjadi dalam padatan tersebut.
f.     Pengadukan: Pengadukan diperlukan untuk meningkatkan dufusi eddy sehingga perpindahan massa dari permukaan padatan ke pelarut dapat meningkat. Pengadukan akan mencegah terbentuknya suspensi atau bahkan endapan serta efektif untuk membentuk suatu lapisan interphase.
g.    Waktu ekstraksi: semakin lama waktu ekstraksi, makam semakin lama waktu kontak antara pelarut dan solut sehingga perolehan ekstrak akan semakin besar.
h.    Mode operasi: pemilihan mode operasi dalam pelaksanaan ekstraksi padat-cair pun perlu dipertimbangkan karena menentukan keberhasilan pemisahan yang dapat berlangsung.
3. Ada berapakah metode ekstraksi yang dapat dilakukan pada bahan pangan. Sebut dan jelaskan!
A.    Maerasi: Maerasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Maerasi adalah proses pengekstrakan siplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maerasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Dasar dari maerasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh (Istiqomah, 2013).
B.    Perkolasi: Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna (Exhaustiva extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekar berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maerasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus- menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Istiqomah, 2013).
C.    Soxhlet: soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi secara kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Bahan akan ditempatkan dalam selongsong yang dibuat dari kertas saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks (Istiqomah, 2013)..
D.    Refluks: refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk poses ekstraksi sempurna (Istiqomah, 2013).
E.    Destilasi uap: destilasi uap merupakan senyawa kandungan menguap dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secar akontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Istiqomah, 2013).
F.    Ekstrak biologi: metode ekstraksi yang menggunakan mikroorganisme untuk menarik komponen tertentu dari bahan yang akan diekstrak (Miryanti dkk, 2011).
G.    Mekanis: ekstraksi secara mekanis merupakan cara pemisahan suatu komponen dari suatu sistem bahan dengan menggunakan gaya mekanis. Pada ekstraksi secara mekanis tidak menggunakan penambahan pelarut (Miryanti dkk, 2011).



B. Diagram alir/flowchart

  1. Proses ekstraksi pada suhu kamar

 

Sampel

 

Dihaluskan, dan ditimbang 5 gr

 

Dimasukkan dalam erlemeyer

 

Ditambahkan air 200 ml

 

Erlemeyer digoyang – goyangkan

 

Disaring

 

Dilakukan analisa awal, yang meliputi warna, berat dan viskositas

 


Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 200 ml


Di shaker (khusus suhu ruang)

Dilakukan analisa setiap 10 menit sampai viskositas konstan
 

Hasil






















  1. Proses ekstraksi pada suhu tinggi (>30°C)


sampel

 

Dihaluskan, dan ditimbang 5 gr

 

Dimasukkan dalam erlemeyer

 

Ditambahkan air 200 ml

 

Erlemeyer digoyang – goyangkan

 

Disaring

 

Dilakukan analisa awal, yang meliputi warna, berat dan viskositas

 


 Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 200 ml


 Di shaker watterbatch (khusus suhu 50°C dan 90°C)

Dilakukan analisa setiap 10 menit sampai viskositas konstan







C. Tinjauan Pustaka
1. Cincau Hitam
Cincau hitam (Mesona palustris BI.) yang sering dikenal sebagai janggelan merupakan salah satu tanaman yang termask dalam suku Labiate. Cincau hitam memiliki kandungan senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya seperti antioksidan, flavonoid, alkaloid, fenol, dan alin-lain. Kandungan senyawa bioaktif dari cincau hitam tersebut mampu menjadikan cincau hitam sebagai salah satu dari makanan fungsional (Wahyono dkk, 2015).
Ciri-ciri tanaman ini adalah berbatang kecil dan ramping, pada ujung batang tumbuh batang-batang kecil, ada yang tumbuh menjalar ke tanah dan ada pula ynag tegak. Tanaman ini memiliki bentuk daun yang lonjong dan berujungruncing. Bagian tanaman cincau hitam ynag mempunyai kegunaan adalah bagian daun dan bagian batangnya yang dapat menghasilkan ekstrak gel cincau yang lebih banyak. Tanaman cincau ynag telah dipanen seanjutnya dikeringkan dengan cara menghamparkannya di atas permukaan tanah, sehingga warnanya berubah menjadi coklat tua. Tanaman yang telah kering ini merupakan baan baku utama pembuatan cincau hitam atau dapat disebut dengan siplisia cincau hitam (Rein W dan Tri D, 2014).

2. Penentuan viskositas Relatif (Cara dan Rumus)
Viskositas adalah karakteristik dari makromolekul ynag berhubungan langsung dengan kemampuan untuk mengalir, dan tidak langsung berhubungan dengan ukuran dan bentuk molekul. Viskositas berhubungan dengan konsistensi yang merupakan suatu benda untuk melawan perubahan bentuk (deformasi) bila suatu bahan mendapat gaya gesekan. Gesekan yang dihasilkan dari perubahan bentuk cairan yang disebabkan karena adanya resistensi yang berlawanan dinamakan sheering stress. Gaya ynag diberikan pada suatu bentuk atau deformasi disebut sebagai aliran (Nasrudin dkk, 2010).
  Rumus dari viskositas relatif menurut Nasrudin dkk, (2010) adalah:
Keterangan:
η = viskositas cairan yang akan diukur (gr s/cm3)
η0 = viskositas cairan pembanding biasanya air (gr s/cm3)
t = waktu yang dibutuhkan cairan untuk melewati dua tanda pada viskometer (s)
ρ = densitas cairan yang akan diukur (gr/ml)
t0 = waktu yang dibutuhkan cairan pembanding untuk melewati dua tanda pada viskometer (s)
ρ0 = densitas cairan pembanding (gr/ml)







ANALISA PROSEDUR
Hal yang pertama dilakukan adalah persiapan alat dan bahan. Peralatan yang dibutuhkan adalah shaker (tanpa waterbath) untuk mengekstraksi sampel pada suhu ruang, waterbath diset suhu 50oC untuk mengekstraksi sampel pada suhu 50oC, waterbath diset suhu 90oC untuk mengekstraksi sampel pada suhu 90oC, color reader untuk mengukur warna bahan, timbangan analitik untuk menimbang bahan, beaker glass alat gelas untuk menampung sampel saringan, erlenmeyer alat gelas sebagai wadah sampel, pipet ukur 10ml digunakan untuk mengukur volume analisa berat, pipet volume 10,0ml digunakan untuk analisa kekentalan (viskositas), pipet filler (bulb) digunakan untuk memipet cairan dari pipet ukur dan pipet volume, saringan untuk menyaring sampel, dan timer atau stopwatch  untuk menghitung waktu analisa.
Bahan yang digunakan adalah cincau kering (daun dan ranting), air, plastik untuk analisa berat dan warna, alumunium foil untuk menutup erlenmeyer. Persiapan bahan cincau kering (daun dan ranting) ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam plastik yang sudah diketahui beratnya, kemudian dihancurkan menjadi bagian–bagian kecil (tetapi tidak sampai halus sekali). Penimbangan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu untuk ekstraksi suhu ruang, suhu 50oC, dan suhu 90oC. Lalu sampel yang sudah dihancurkan, dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml (masing – masing erlenmeyer diberi tanda dengan kertas label) dan ditambahkan air sebanyak 200ml atau sampai sampel terendam semuanya dan dihomogenkan. Selanjutnya masing – masing sampel dilakukan analisa awal (sebelum ekstraksi) yang sebelumnya masing – masing sampel disaring sebanyak ½ volume larutan sampel ke dalam beaker glass  250 ml dengan menggunakan saringan (ampas dalam saringan dibalikkan kembali ke dalam erlenmeyer). Analisa awal yang dilakukan yaitu yang pertama analisa berat dengan menggunakan timbangan analitik, dengan cara memipet hasil saringan sebanyak 10ml dengan menggunakan pipet ukur 10ml lalu dimasukkan ke dalam plastik yang telah diketahui beratnya, setelah itu ditimbang dan dicatat hasilnya dengan mengurangi berat plastik, lalu dilanjutkan dengan analisa warna dengan menggunakan color reader, dicatat semua hasil pengamatan awal dalam data hasil praktikum dan sampel analisa awal (di dalam plastik) dimasukkan kembali ke dalam erlenmeyer awal. Analisa yang kedua yaitu kekentalan (viskositas) dengan cara memipet hasil saringan sebanyak 10,0ml dengan menggunakan pipet volume 10,0ml lalu ditahan bagian ujung bawah pipet dengan jari dan bulb (pipet filler) dilepaskan, setelah itu untuk mengetahui viskositasnya dilepaskan jari pada ujung pipet dan dengan bersamaan dihitung waktunya dengan stopwatch hingga cairan dalam pipet volume habis (tempat tampungan beaker glass tempat saringan), dicatat waktu yang diperoleh dalam data hasil praktikum dan sampel dalam beaker glass dimasukkan kembali ke dalam erlenmeyer awal. Masing – masing sampel dilakukan 3 proses ekstraksi, yaitu pada suhu ruang dengan menggunakan shaker (tanpa waterbath) dengan kecepatan 180rpm, suhu 50oC dengan menggunakan waterbath shaker diatur suhu 50oC dengan kecepatan diset pada titik ke-4, dan suhu 90oC dengan menggunakan waterbath shaker diatur suhu 90oC dengan kecepatan diset pada titik ke-4. Proses ekstraksi berlangsung selama 60 menit (dibatasi waktunya) atau sampai diperoleh viskositas kontan, dimana pada setiap 10 menit dilakukan pengamatan seperti cara analisa awal (analisa berat, analisa warna, dan analisa viskositas) hingga diperoleh viskositas konstan dan dicatat semua hasil analisa dalam data hasil praktikum.


D. Tabulasi Data dan Pembahasan Hasil Praktikum

Data Hasil Pengamatan
waktu (menit)
T= Suhu ruang
T=50°C
T=90°C
warna
viskositas
warna
viskositas
warna
viskositas
0
L= 44,63
a= -0,967
b= +10,133
t2= 23.80 s
µ2= 1,066 cp
L= 16.9
a= +0.87
b= +15.93
t2= 19.52 s
µ2= 0.454 cp
L= 28.83
a= -1.13
b= +5.56
t2= 19.29 s
µ2= 0.862 cp
10
L= 33,7
a= +6,07
b= +14,5
t2= 23.52 s
µ2= 1,059 cp
L= 34.5
a= +10.7
b= +16.7
t2= 18.53 s
µ2= 0.8435 cp
L= 30.73
a= -1.03
b= -8.9
t2= 17.46 s
µ2= 0.777 cp
20
L= 3,6
a= +6,6
b= +11,8
t2= 21.44 s
µ2= 0.967 cp
L= 39.3
a= +14.73
b= +23.6
t2= 19.24 s
µ2= 0.8605 cp
L= 25.6
a= -1.3
b= +2.67
t2= 21.85 s
µ2= 0.984 cp
30
L= 28,1
a= +3,7
b= +0,86
t2= 21.50 s
µ2= 0.974 cp
L= 25.43
a= -0.5
b= +3.23
t2= 21.74 s
µ2= 0.967 cp
L= 24.83
a= +5
b= +4.17
t2= 22.29 s
µ2= 1.0032 cp
40
L= 26,7
a=+0,56
b= +4,26
t2= 22.05 s
µ2= 0.995 cp
L= 22.47
a= -0.67
b=+7.57
t2= 21.1 s
µ2= 0.932 cp
L= 25.8
a= +0.1
b= +3.57
t2= 22.47 s
µ2= 1,004 cp
50


L= 26.3
a= +2.00
b= +3.8
t2= 21.87 s
µ2= 0.9741 cp


60


L= 26.13
a= +2.56
b= +3.3
t2= 21.28 s
µ2= 0.9488 cp


Contoh Perhitungan





Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum pada ekstraksi dengan kondisi suhu ruang, nilai kecerahan semakin lama semakin menurun. Hal ini dapat dilihat pada nilai L hasil pengukuran dengan color reader. Pada menit ke-0 didapatkan nilai L= 44,63; a= -0,967; b= +10,133. Menit ke-10 memiliki nilai L=33,7; a= +6,07; b= +14,5. Menit ke-20 nilai L= 31,6; a= +6,6; b= +11,8. Menit ke-30 nilai L= 28,1; a= 3,7; b= +0,86 dan menit ke-40 memiliki nilai L= 26,7; a= +0,56; b= +4,26. Berdasarkan hasil tersebut menandakan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka tingkat kecerahan warna pelarut semakin gelap, karena terlarutnya senyawa fenolik dalam pelarut sehingga warna larutan semakin berkurang tingkat kecerahannya (Maslukhah, Yulina Lailatul, dkk, 2016). Sedangkan, dari hasil perhitungan viskositas setiap 10 menit, menunjukan penurunan dari menit ke-0 sampai dengan menit ke-20 dan naik kembali hingga menit ke-40. Pada menit ke-0 dihasilkan viskositas sebesar 1,066 cp, menit ke-10 sebesar 1,059 cp, menit ke-20 sebesar 0,967 cp, menit ke-30 sebesar 0,974 cp dan menit ke-40 sebesar 0,995 cp. Dari hasil tersebut kesetimbangan sudah terjadi pada menit ke-20 dengan viskositas sebesar 0,967 cp. Terjadinya fluktuasi dapat disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya suhu yang kurang optimum, waktu kontak yang tidak maksimal, jenis dan jumlah pelarut yang kurang sesuai (Maslukhah, Yulina Lailatul, dkk, 2016). Dalam hal ini faktor yang sangat berpengaruh adalah suhu ekstraksi, karena viskositas larutan tinggi hanya pada awal saja, sedangkan pada menit selanjutnya mengalami penurunan. Jadi ekstraksi dengan menggunakan suhu ruang kurang optimum.
Pada ekstraksi dengan menggunakan suhu 500C, tidak didapatkan kesetimbangan hingga menit ke-60. Tingkat kecerahan hasil ekstraksi menunjukan fluktuatif, yaitu peningkatan intensitas kecerahan sampai menit ke-20 dan mengalami penurunan hingga menit ke-40 dan mengalami peningkatan kembali sampai menit ke-60. Pada menit ke-0 didapatkan nilai L= 16,9; a= +0,87; b= +15,93. Menit ke-10 memiliki nilai L=34,5; a= +10,7; b= +16,7. Menit ke-20 nilai L= 39,3; a= +14,73; b= +23,6. Menit ke-30 nilai L= 25,43; a= -0,5; b= +3,23, menit ke-40 memiliki nilai L= 22,47; a= -0,67; b= +7,57, menit ke-50 L= 26,3; a= +2; b= +3,8 dan menit ke-60 memiliki nilai L= 26,13; a= +2,56; b= +3,3. Berdasarkan hasil perhitungan viskositas, pada menit ke-0 dihasilkan viskositas sebesar 0,454 cp, menit ke-10 sebesar 0,8435 cp, menit ke-20 sebesar 0,8605 cp, menit ke-30 sebesar 0,967 cp, menit ke-40 sebesar 0,932 cp, menit ke-50 sebesar 0,9741 cp dan menit ke-60 sebesar 0,9488 cp. Dari hasil tersebut terjadi peningkatan viskositas dari menit ke-0 hingga menit ke-30, lalu mengalami penurunan pada menit ke-40 dan meningkat kembali pada menit ke 50, namun menurun sebesar 0,03 cp pada menit ke-60. Belum terjadinya kesetimbangan dapat disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya perbedaan perlakuan pengukuran sehingga menghasilkan angka yang bias, suhu yang tidak stabil serta waktu kontak yang terlalu lama. Waktu ekstraksi yang berlebihan tidak akan bisa mengekstrak senyawa fenolik yang lebih banyak, karena kesetimbangan akhir dapat dicapai antara konsenstrasi zat terlarut dalam matriks tanaman dan pelarutnya pada waktu tertentu Semakin lama waktu ektraksi maka kontak antara pelarut dengan bahan yang diekstrak akan semakin lama sehingga dari keduanya akan terjadi pengendapan masa secara difusi sampai terjadi keseimbangan konsentrasi di dalam dan di luar bahan yang diekstraksi (Wahyuni D,T dan Simon B,W, 2015).
  Pada ekstraksi dengan menggunakan suhu 900C, didapatkan kesetimbangan konsentrasi pada menit ke-40. Tingkat kecerahan hasil ekstraksi menunjukan fluktuatif, yaitu peningkatan intensitas kecerahan sampai menit ke-10 dan mengalami penurunan pada menit ke-20 sampai menit ke-30, lalu mengalami peningkatan kembali pada menit ke-40. Pada menit ke-0 didapatkan nilai L= 28,83; a= -1,13; b= +5,56. Menit ke-10 memiliki nilai L=30,73; a= -1,03; b= -8,9. Menit ke-20 nilai L= 25,6; a= -1,3; b= +2,67. Menit ke-30 nilai L= 24,85; a= +5; b= +4,17 dan menit ke-40 memiliki nilai L= 25,8; a= +0,1; b= +3,37. Berdasarkan hasil perhitungan viskositas, pada menit ke-0 dihasilkan viskositas sebesar 0,862 cp, menit ke-10 sebesar 0,777 cp, menit ke-20 sebesar 0,984 cp, menit ke-30 sebesar 1,0032 cp, dan menit ke-40 sebesar 1,004 cp. Berdasarkan hasil viskositas tersebut meskipun sempat mengalami penurunan pada menit ke-10, namun terus meningkat pada menit kesepuluh selanjutnya hingga menit ke-40 taerjadi kesetimbangan. Pada suhu 900C laju ekstraksi berjalan sangat maksimum. Suhu tinggi pelarut dapat meningkatkan efisiensi dari proses ekstraksi karena panas dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel, meningkatkan kelarutan dan difusi dari senyawa yang diekstrak dan mengurangi viskositas pelarut. Namun, disisi lain penggunaan suhu tinggi dapat mengakibatkan beberapa komponen yang terdapat dalam bahan akan mengalami kerusakan dan dapat mendegradasi senyawa polifenol jika waktu juga relatif lama (Maslukhah, Yulina Lailatul, dkk, 2016). Jenis dan jumlah pelarut juga berpengaruh pada hasil ektraksi, karena pemilihan pelarut berdasarkan prinsip kelarutan yaitu like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa yang polar sedangkan pelarut non polar akan melarutkan senyawa yang bersifat non polar (Winarno, 2008). Pelarut yang dipakai dalam praktikum kali ini adalah air, semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan, maka semakin banyak pula hasil yang didapatkan, karena distribusi partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga memperluas permukaan kontak. Selain air juga dapat digunakan pelarut seperti, etanol, methanol, aseton, dan etil asetat (Maslukhah, Yulina Lailatul, dkk, 2016).



Pertanyaan
  1. Jelaskan bagaimana mendapatkan kesetimbangan ekstraksi!
Untuk mendapatkan kesetimbangan dalam proses ekstraksi ketika zat terlarut sudah sepenuhnya larut dan konsentrasi larutan seragam (Prasetyo dkk, 2012). Menentukan kesetimbangan juga dipengaruhi oleh lamanya waktu ekstraksi. Pada keadaan setimbang, ynag mempunyai nilai sama adalah potensial kimia dari kedua fase, bukan konsentrasi, sehingga transfer solute menjadi terhenti. Lamanya waktu akan menghasilkan kenaikan jumlah komponen yang dihasilkan, akan tetapi setelah mencapai waktu optimal jumlah komponen yang diekstrak mengalami penurunan. Walaupun waktu ditambahkan kembali, komponen dari bahan tidak akan terksekstrak lagi karena komponen dalam bahan baku tersebut jumlahnya terbatas. Disamping itu dengan penambahan waktu akan terjadi dekomposisi dari komponen-komponen yang tidak dikehendaki (Bangkit dkk, 2012).

  1. Berapakah parameter kepekatan (L,a,b) dan viskositas larutan ekstrak pada kondisi setimbang!
Pada suhu ruang, parameter viskositas kondisi setimbang terjadi sampai menit ke-30 meskipun pada menit ke-0 sampai menit ke-30 mengalami penurunan, menit ke-0 adalah 1.066 cp, menit ke-10 adalah 1,059 cp, menit ke-20 adalah 0.967 cp, menit ke-30 adalah 0.974 cp. Sedangkan pada menit ke-40 adalah 0.995 cp mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil data, pada parameter warna semakin lama waktu ekstraksi maka terjadi penurunan kecerahan pada hasil ekstrak. Hal tersebut disebabkan ekstraksi yang terlalu lama juga dapat berdampak negatif pada hasil ekstrak. Intensitas  kecerahan  pada hasil ekstrak cincau hitam cenderung mengalami penurunan (gelap) seiring dengan naiknya suhu  ekstraksi dan lama waktu ekstraksi. Kenaikan suhu dan lama pemanasan dapat menyebabkan peningkatan kadar komponen hasil ekstraksi. Hal tersebut karena peningkatan suhu dan lama pemanasan menyebabkan laju ekstraksi semakin tinggi. Tingginya laju  ekstraksi  ini  diduga  menyebabkan  tingkat  kecerahan  warna  ekstrak daun cincau hitam menjadi lebih gelap seiring peningkatan suhu dan lama waktu ekstraksi (Ibrahim AM, dkk, 2015).
Pada suhu 50°C, parameter viskositas kondisi setimbang belum terjadi sampai menit ke-60. Pada menit ke-0 sampai menit ke-30 mengalami peningkatan, menit ke-0 adalah 0.454 cp, menit ke-10 adalah 0,8435 cp, menit ke-20 adalah 0.8605 cp, menit ke-30 adalah 0.967 cp. Sedangkan, pada menit ke-40 sampai menit ke-60 terjadi fluktuasi dengan nilai viskositas berturut-turut 0.932 cp, 0.9741 cp dan 0.9488 cp. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi ekstraksi yaitu perbandingan simplisia cincau hitam dan pelarut yang kurang tepat, proses difusi sel yang utuh, lama perendaman dan pengembangan simplisia, kecepatan proses disolusi simplisia yang terintegrasi, dan suhu serta pH interaksi senyawa terlarut dan tidak larut (Ibrahim AM, dkk, 2015). Oleh karena itu untuk warna paa menit ke-0 memiliki nilai L=16,9; a= 0,87; b= +15,93 kemudian mengalami peningkatan dan penurunan serta penningkatan lagi. Hal tersebut disesbabkan oleh pengaruh pH ekstraksi dan sifat dari senyawa pigmen yang terdapat pada daun cincau hitam (Neliyanti dan Nora Idiawati, 2014). Menurut Winarno (2008), zat warna yang diperoleh dari tumbuhan akan mengalami perubahan pada beberapa kondisi, tergantung dari jenis zat warna (pigmen) yang terkandung dalam tumbuhan tersebut. . Pada suhu tinggi yang terlalu lama, gel cincau yang dihasilkan tidak baik karena terjadi proses kimiawi dalam daun yang merubah struktur polimer pembentuk gel (Adinda N, 2010). Pigmen yang rusak menyebabkan warna menjadi pucat dan hilang akibat dari pigmen yang terdegradasi dan terpolimerisasi (Diniyah dkk, 2013).
Pada suhu 90°C, parameter viskositas kondisi setimbang terjadi sampai menit ke- 40 dimana pada menit ke-0 nilai viskositas sebesar 0,862 cp dan menit ke-10 nilai viskositas mengalami penurunan menjadi 0,777 cp. Namun, pada menit ke-20 sampai menit ke-40 mengalami peningkatan viskositas yaitu pada menit ke- 20 sebesar 0,984 cp, menit ke-30 sebesar 1,0032 cp dan menit ke-40 sebesar 1,004 cp. Pada parameter kepekatan warna kondisi setimbang nilai L= 30,73;  a= -1,03; b= -8,9. Berdasarkan data hasil analisa terjadi penaikan dan penurunan pada parameter warna hal tersebut dapat disebabkan oleh zat warna yang diperoleh dari tumbuhan akan mengalami perubahan pada beberapa kondisi, tergantung dari jenis zat warna (pigmen) yang terkandung dalam tumbuhan tersebut (Winarno, 2008). Menurut Martua dkk (2015) semakin tinggi suhu dan waktu ekstraksi maka akan terjadi penurunan kecerahan, dimana peningkatan suhu dan lama pemanasan menyebabkan laju ekstraksi semakin tinggi dan peningkatan suhu juga dapat meningkatkan kadar komponen hasil ektraksi.

  1. Jelaskan bagaimana pengaruh suhu ekstraksi terhadap waktu yang diperlukan untuk mendapatkan ekstrak jenuh!
Berdasarkan hasil praktikum, semakin tinggi suhu ekstraksi maka viskositas akan meningkat kemudian akan menurun. Pada suhu ruang, penurunan viskositas terjadi pada menit ke-20. Pada suhu 500C tidak terjadi kesetimbangan karena hasil viskositas yang fluktuatif sampai menit ke-60. Pada suhu 900C kesetimbangan terjadi pada menit-40. Meskipun tidak terjadi penurunan, namun hasil viskositas sudah stabil dari menit ke-30 sampai menit ke-40
Suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh terhadap hasil ekstraksi. Semakin lama waktu ekstraksi menghasilkan kenaikan jumlah komponen yang dihasilkan, akan tetapi setelah mencapai waktu optimal jumlah komponen yang diekstrak mengalami penurunan. Walaupun waktu ditambahkan kembali, komponen dari bahan tidak akan terksekstrak lagi karena komponen dalam bahan baku tersebut jumlahnya terbatas (Bangkit dkk, 2012). Semakin lama waktu ekstraksi, maka cairan komponen akan lebih banyak terekstrak. Dimana pada waktu yang lama, kontak antara solvent dengan solut akan semakin lama sehingga proses pelarutan simplisia daun cincau oleh solvent akan terus terjadi sampai solvent jenuh terhadap solut (Maulida dan Naufal, 2010). Namun, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan ekstraksi yaitu perbandingan simplisia cincau hitam dan pelarut yang kurang tepat, proses difusi sel yang utuh, lama perendaman dan pengembangan simplisia, kecepatan proses disolusisimplisia yang terintegrasi, dan suhu serta pH interaksi senyawa terlarut dan tidak larut (Aini, 2013).

  1. Jelaskan pengaruh lama ekstraksi terhadap hasil ekstrak!
Semakin lama waktu ekstraksi, maka cairan komponen akan lebih banyak terekstrak. Dimana pada waktu yang lama, kontak antara solvent dengan solut akan semakin lama sehingga proses pelarutan simplisia daun cincau oleh solvent akan terus terjadi sampai solvent jenuh terhadap solute (Maulida dan Naufal, 2010). Mutu ekstraksi juga dipengaruhi oleh kehalusan bahan, teknik ekstraksi, lama ekstraksi, jenis pelarut, konsentrasi pelarut, proses penguapan pelarut, pemurnian dan pengeringan. Rendemen yang dihasilkan akan meningkat selaras dengan peningkatan waktu dan banyaknya jumlah pelarut yang digunakan. Semakin lama kontak bahan baku dengan pelarut, maka akan semakin banyak senyawa yang berdifusi keluar sel. Oleh karena itu, lama waktu ekstraksi berpengaruh terhadap jumlah hasil ekstrak (Aini, 2013).
Semakin lama waktu ekstraksi maka viskositas akan meningkat sehingga kecerahan pada sampel akan turun (gelap). Untuk lama waktu ekstraksi yang sama, semakin tinggi suhu, maka yield ekstrak, TPC (Total phenolic content), dan yield senyawa phenolic yang didapat juga semakin banyak. Hal ini diduga disebabkan karena suhu yang tinggi akan menyebabkan kelarutan senyawa phenolic dalam pelarut semakin besar. Dengan meningkatkan suhu, difusi yang terjadi juga semakin besar, sehingga proses ekstraksi juga akan berjalan lebih cepat. Akan tetapi dalam meningkatkan suhu operasi juga perlu diperhatikan, karena suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada bahan yang sedang diproses (Ibrahim, dkk., 2015).










KESIMPULAN
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campuranya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi memiliki dua bagian utama, yaitu pelarut dan bahan utama. Ekstraksi umum dilakukan pada bahan rempah dan herbal (spices and herbs) untuk meningkatkan masa simpan senyawa aktif  dalam  bahan tersebut. Tujuan dari ekstraksi adalah pemisahan dua atau lebih komponen dalam suatu bahan untuk digunakan lebih lanjut, meningkatkan mutu, meningkatkan nilai jual, difersifikasi produk, identifikasi senyawa yang belum diketahui dan untuk menguji adanya senyawa tertentu.
Ekstraksi menggunakan metode maserasi dimana pada prinsipnya adalah pencapaian kesetimbangan konsentrasi, menggunakan pelarut yang direndamkan pada simplisia daun cincau hitam dalam suhu kamar. Saat maserasi berlangsung dapat dilakukan pengadukan secara konstan  maka disebut maserasi kinetik atau digesti. Pelarut yang digunakan adalah air. Perlakuan dilakukan pada suhu ruang, suhu 50 °C dan suhu 90°C. Waktu yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah 0, 10,20, 30, 40, 50 dan 60 menit. Semakin lama waktu kontak antara pelarut dan solut sehingga perolehan ekstrak akan semakin besar. Sedangkan pengaruh suhu dalam ekstraksi adalah semakin tinggi suhu maka ekstraksi akan semakin cepat dan memperoleh hasil yang lebih maksimal. Pada suhu kamar kondisi kesetimbangan pada waktu menit ke-20. Suhu 50°C belum terjadi kestimbangan hingga menit ke-60 karena peningkatan nilai viskositas pada menit ke-10 kemudian turun kembali sampai menit ke-40 dan menit selanjutnya masih terjadi fluktuasi nilai viskositas. Suhu 90°C terjadi kesetimbangan pada menit ke-40, meskipun pada menit ke-10 terjadi penurunan dan peningkatan kembali dan stabil hingga menit ke-40. Kesetimbangan pada proses ekstraksi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perbandingan simplisia cincau hitam dan pelarut yang kurang tepat, proses difusi sel yang utuh, lama perendaman dan pengembangan simplisia, kecepatan proses disolusisimplisia yang terintegrasi, dan suhu serta pH interaksi senyawa terlarut dan tidak larut.





 DAFTAR PUSTAKA

Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Soklet Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus). Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Miryanti, L. Sapei, K. Budiono, dan S. Indra. 2011. Ekstraksi Antioksidan Dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Bandung: Universitas Katolik Parahyangan
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan VII(2)
Nasrudin et all. 2010. Panduan Praktikum Kimia Fisika IV. Surabaya: FMIPA Universitas Negeri Surabaya
Prasetyo S, H. Sunjaya, dan Y. Yanuar. 2012. Pengaruh Rasio Massa Daun Suji/Pelarut, Temperatur dan Jenis Pelarut Pada Ekstraksi Klorofil Daun Suji Secara Batch Dengan Pengontakan Dispersi. Bandung: Universitas Katolik Prahayangan
Rein W dan Tri D. 2014. Jurnal Review: Potensi Cincau Hitam (Mesona palustris BI.), Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius) dan Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Sebagai Bahan Baku Minuman Herbal Fungsional. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 128-136
Wahyono H, L. Fitriani, dan T.Dewanti. 2015. Potensi Cincau Hitam (Mesona palustris BI.) Sebagai Pangan Fungsional Untuk Kesehatan: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri  3(3): 957-961








DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Adinda N. 2010. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Tepung Tapioka Terhadap Mutu Bubuk Cincau Hitam Instan. Medan: Universitas Sumatera Utara
Aini, Syarifah. 2013. Ekstraksi Senyawa Kurkumin dari Rimpang Temulawak dengan Metode Maserasi. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Bangkit, Tagora, R. Sirait, Iriany. 2012. Penentuan Konsisi Kesetimbangan Unit Leaching Pada Produksi Eugenol Dari Daun Cengkeh. Jurnal Teknik Kimia Universitas Sumatra Utara, Vol.1(1)
Diniyah, dkk. 2013. Ekstraksi dan Karakterisasi Polisakarida Larut Air Dari Kulit Kopi Varietas Arabika (Coffea Arabica) dan Robusta (Coffea canephora). Teknologi Pertanian. 14(2): 73-78
Ibrahim AM, Yunianta, dan Feronika Heppy S. 2015. Pengaruh Suhu Dan Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Sifat Kimia Dan Fisik Pada Pembuatan Minuman Sari Jahe Merah (Zingiber Officinale Var. Rubrum) Dengan Kombinasi Penambahan Madu Sebagai  Pemanis. Jurnal Pangan dan Argoindustri 3(2): 530-541
Martua A, Yunianta, dan F.Heppy. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Sifat Kimia dan Fisik Pada Pembuatan Minuman Sari Jahet Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) Dengan Kombinasi Penambahan Madu Sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2): 530-541
Maslukhah, Yulina Lailatul, dkk. 2016. Faktor Pengaruh Ekstraksi Cincau Hitam (Mesona Palustris Bl) Skala Pilot Plant: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri 4(1): 245-252.
Maulida D dan Naufal Z. 2010. Ekstraksi Antioksidan ( Likopen ) Dari Buah Tomat Dengan Menggunakan Solven Campuran, n–Heksana, Aseton, Dan Etanol. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro
Neliyanti dan Nora Idiawati. 2014. Ekstraksi Stabilitas Zat Warna Alami Dri Buah Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin). Jurnal JKK 3(2): 30-37
Wahyuni D,T dan Simon Bambang W. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut Dan Lama Ekstraksi Terhadap Ekstrak Karotenoid Labu Kuning Dengan Metode Gelombang Ultrasonik. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2): 390-401
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia























No comments:

Post a Comment

Laporan Praktikum Pengolahan Pangan Blansir

I. BLANSING A. Pre-lab 1.      Apa yang dimaksud dengan blansing ? Jelaskan pula tujuan blansin...