XIII. PEMBUATAN ROTI
A. Pre-lab
1.
Jelaskan prinsip pembuatan
roti?
Menurut Koswara (2009) prinsip roti adalah
pencampuran bahan dengan ragi dan bahan tambahan lainnya sehingga terjadinya
pembentukan adonan ditandai dengan pengembahan adonan serta dilakukan pemanggangan. Prinsip pembuatan roti adalah mencampur bahan
seperti susu, telur, gula, air, dan mentega hingga homogen (terbentuk adonan)
kemudian diberi ragi sehingga
adonan mengembang dan asam pada roti dapat hilang. Bahan dasar untuk
mengembangkan roti didapat dari enzim amilase yang memecahkan pati menjadi
maltosa. Maltosa merupakan senyawa yang nantinya dapat digunakan untuk
membentuk gas karbondioksida dan etanol oleh ragi sehingga roti dapat
mengembang (Tirthasari, 2014).
|
2.
Apakah
fungsi yeast dalam pembuatan roti?
Khamir/yeast dalam pembuatan roti merupakan bahan
dasar untuk membuat ragi. Khamir akan memfermentasi gula dimana gula tersebut
akan digunakan untuk mengembangkan adonan. Didalam ragi terdapat enzim
protease yang daoat diserap khamir untuk berreplikasi. Dengan fermentasi gula
akan dihasilkan gas karbondioksida. Akibat fermentasi tersebut dapat
menimbulkan komponen pembentuk flavor roti, diantaranya asam asetat, aldehid,
dan ester. Selain itu yeast juga berfungsi untuk memperlunak gluten dengan asam yang dihasilkan dan juga memberikan
rasa dan aroma pada roti (Koswara,
2009).
|
3.
Bagaimana
penggunaan yeast dapat mempengaruhi tekstur roti? Jelaskan mekanismenya!
Pada pembuatan
roti ditambahkan yeast dan akan terjadi fermentasi. Dimana proses fermentasi
ini akan menghasilkan gas. Gas yang dihasilkan terdispersi ke dalam adonan
dalam bentuk gelembung untuk menghasilkan pori yang halus seperti gabus
sehingga tekstur roti menjadi lembut. Gas yang terbentuk merupakan gas CO2.
Udara yang masuk ke dalam adonan dan terdispersi dalam bentuk gelembung yang
halus ketika tepung dan air dicampur dan diuleni. Gelembung udara yang
terperangkap berperan sebagai inti ynag menyerap gas CO2 yang terbentuk akan
mengembang membentuk struktur spon (Sinaga R, 2011).
Dalam
pembuatan roti, yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang. Yeast biasanya
ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk-aduk merata,
setelah itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Yeast merupakan
suatu mahluk hidup berukuran kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam pembuatan roti ini.
Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi yeast, khususnya gula,
maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan
senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh
adonan sehingga adonan menjadi mengembang dan dapat menjaga tektur roti
(Sukamto, 2013).
|
4.
Mengapa
membuat roti menggunakan tepung terigu protein tinggi?
Penggunaan tepung terigu berprotein tinggi
memerlukan air yang lebih banyak agar gluten yang terbentuk dapat menyimpan
gas sebanyak-banyaknya. Penggunaan tepung terigu berprotein tinggi untuk
mendapatkan volume yang besar namun kemngkinan roti menjadi alot maka harus
ditambahkan mentega ,gila dan kuning telur. Hal tersebut dikarenakan tepung
terigu berprotein tinggi mengandung gluten yang banyak (Suhaidi I, 2014). Karena dengan membuat roti menggunakan tepung terigu
protein tinggi dapat bahan menyerap air untuk mencapai konsistensi adonan
yang tepat. Selain itu penggunanaan tepung terigu protein tinggi memiliki
elastisitas sehingga dapat menghasilkan roti dengan tekstur lembut dan volume
besar. Sebaliknya jika menggunakan tepung terigu dengan protein rendah maka
kemampuan menyerap airnya akan menurun sehingga adonannya menjadi tidak
elastis dan menghasilkan tekstur yang tidak sempurna atau padat (Koswara,
2009).
|
5.
Apakah
fungsi dilakukan proofing dalam proses pembuatan adonan roti?
Menurut
Koswara (2009) proofing dapat
berfungsi sebagai:
a. Mendiamkan
adonan sehingga dapat terjadi proses fermentasi pada roti
b. Adonan dapat
mempunyai kelenturan dan ekstensibilitas yang baik
c. Adonan dapat
mengembang secara sempurna
Proses
proofing yang terlalu lama mengakibatkan roti menjadi bantat karena rusaknya
jaringan gluten yang diakibatkan oleh aktivitas mikroorganisme yang
berlebihan (over fermentasi)
(Kristian V, 2011).
|
6.
Apakah
fungsi penambahan garam dalam pembuatan roti?
Menurut Tirthasari (2014) fungsi penambahan garam dalam pembuatan roti
antara lain:
a. Mencegah
kerusakan bahan pangan
b. Mencegah
pertumbuhan mikroba psikrofilik
c. Menciptakan
cita rasa tertentu seperti gurih
d. Memperbaiki
tekstur
e. Memperpanjang
daya simpan
f. Mengontrol
waktu fermentasi
g. Penambahan
kekuatan glutein
Garam juga
dapat membantu mengatur kegiatan ragi dalam adonan yang sedang diragi dan
dengan demikian mengatur bentuk dan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan
dalam adonan yang diragi. Jumlah garam yang digunakan tergantung dari jenis
tepung yang akan dipakai. Garam juga memiliki astrigent effect, yakni memperkecil pori-pori roti (Putra GK,
2009).
|
7.
Apakah
perbedaan pembuatan roti manis dan roti tawar?
Roti tawar merupakan roti yang dibuat dengan sedikit gula atau bahkan
tidak ditambahkan gula sama sekali, biasanya penambahan gula pada roti tawar
hanya digunakan dalam percepatan proses fermentasi. Sedangkan roti manis
adalah roti yang memiliki cita rasa
manis yang menonjol, bertekstur empuk, diberi bermacam-macam isi, biasanya
memiliki bentuk yang bervariasi (Kristian V, 2011).
|
C. Tinjauan Pustaka
·
Roti dan Jenis Roti
Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu,
air dan ragi yang pembuatannya melalui tahap pengadonan, fermentasi (pengembangan), dan pemanggangan dalam oven (Putra GK,
2009. Prinsip pembuatan roti adalah mencampur bahan seperti
susu, telur, gula, air, dan mentega hingga homogen (terbentuk adonan) kemudian
diberi ragi sehingga adonan
mengembang dan asam pada roti dapat hilang. Bahan dasar untuk mengembangkan
roti didapat dari enzim amilase yang memecahkan pati menjadi maltosa. Maltosa
merupakan senyawa yang nantinya dapat digunakan untuk membentuk gas
karbondioksida dan etanol oleh ragi sehingga roti dapat mengembang (Tirthasari,
2014).
Menurut Yogha
(2010) karateristik roti yang baik adalah sebagai berikut:
a)
Strukturnya lembut
b)
Memiliki warna kuning kecoklatan
c)
Warna kulit merata
d)
Bentuk simetris
e)
Kulit roti yang tipis, renyah, dan bersih
f)
Memiliki butiran yang remah
g)
Tekstur yang lembut, halus, dan elastis
h)
Memiliki aroma yang khas
i)
Terbebas dari kontaminan
Dilihat dari
cara pengolahan akhirnya roti dapat dibedakan menjadi roti kukus, roti
panggang, dan roti goreng. Berdasarkan jenis rasanya roti dapat dibedakan menjadi dua
yaitu roti tawar dan roti manis. Roti tawar merupakan roti yang dibuat dengan
sedikit gula atau bahkan tidak sama sekali. Biasanya penggunaan gula pada roti
tawar hanya digunakan dalam percepatan proses fermentasi. Sedangkan roti manis
merupakan roti yang memiliki cita rasa manis yang menonjol, bertekstur empuk,
diberi bermacam-macam isi, dan biasanya memiliki bentuk yang bervariasi
(Kristian V. 2011).
·
Tepung Ubi Jalar
Kuning
Tepung ubi jalar kuning adalah tepung berbahan baku ubi jalar kuning atau
hasil pengolahan umbi ubi jalar kuning. Ubi jalar kuning merupakan jenis ubi
jalar yang warna daging umbinya kuning, kuning muda atau putih
kekuning-kuningan. Keunggulan dari ubi jalar kuning ini adalah mengandung
betakaroten yang tinggi. Betakaroten yang ada dalam ubi jalar dapat mengurangi
sekitar 40% resiko terkena penyakit jantung, memberi perlindungan atau pencegahan
terhadap kanker, penuaan dini, penurunan kekebalan, penyakit jantung, stroke,
katarak, sengatan cahaya matahari, dan gangguan otot. Warna kuning dari ubi
jalar ini dapat berfungsi sebagai pewarna alami yang berasal dari umbi-umbian. Pengolahan
ubi jalar menjadi tepung dapat menghasilkan suatu bentuk olahan produk pangan
yang berbeda (diversifikasi product) sehingga mudah diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Daging ubi jalar putih
dan ungu biasanya lebih padat dan kering, sedangkan daging ubi jalar oranye dan kuning lebih lunak dan
mengandung kadar air tinggi. Keunggulan ubi
jalar dibandingkan umbi lainnya adalah warna daging umbinya yang beragam. Daging ubi jalar yang berwarna kuning,
oranye, hingga jingga menunjukkan kandungan
senyawa karetonoid yang bisa mencapai 86-90% pada ubi jalar (Enggarini, 2015).
·
Klasifikasi tepung terigu berdasarkan kandungan
protein
Menurut Muko AM (2014) tepung terigu dibagi menjadi
tiga jenis berdasarkan kandungan protein,
yaitu:
1. Tepung terigu dengan kandungan protein tinggi (Hard
Flour).
Tepung ini
memiliki kandungan protein antara 12%-14% yang sangat baik untuk pembuatan
aneka macam roti dan cocok untuk pembuatan mie, karena memiliki tingkat
elastisitas dan kekenyalan yang kuat sehingga mie yang dihasilkan tidak mudah
putus.
2. Tepung terigu dengan kandungan protein sedang (Medium
Flour).
Tepung ini
biasanya disebut dengan all purpose flour karena memiliki kandungan protein
antara 10%-11,5% ayng cocok digunakan untuk pembuatan aneka cake, mie basah,
pastry, dan bolu.
3. Tepung
terigu dengan kandungan protein rendah (Soft Flour).
Tepung terigu
dengan kandungan protein 8%-9,5% ini tidak memerlukan tingkat kekenyalan namun
tingkat kerenyahan sehingga cocok untuk pembuatan cookies, wafer, dan aneka
gorengan.
·
Metode Pembuatan Roti
1. Metode adonan langsung (Straight Dough)
Metode straight
dough merupakan metode pembuatan roti yang paling sederhana karena dilakukan
dalam satu alur proses yaitu dengan langsung mencampur semua bahan sehingga
menjadi suatu adonan yang kemudian diuleni sampai kalis dan setelah itu
difermentasi beberapa lama untuk menghasilkan volume adonan yang mengembang.
Keuntungan dari metode ini adalah empunyai toleransi yang baik terhadap waktu
aduk, dan waktu produksi lebih pendek dibandingkan dengan metode sponge dough. Kerugian dari metode ini
adalah metode ini mempunyai kedap waktu fermentasi serta kesalahan tidak dapat
dikoreksi apabila kesalahan terjadi pada proses pengandukan (Kristian V, 2011)
2. Metode Biang (Sponge Dough)
Metode sponge dough diperlukan pembagian bahan
dalam dua bagian, yaitu bahan untuk membuat sponge
atau biang dan bahan untuk membuat dugh. Bahan utama sponge adalah ±70% terigu dari keseluruhan terigu dalam resep,
ragi, dan air sedangkan sisanya adalah bahan yang digunakan untuk membuat dough. Pada tahap pertama dilakukan
dengan membuat sponge terlebih dahulu yaitu dengan mencampur semua bahan sponge, diuleni, kemudian difermentasi
beberapa saat. Sponge merupakan agen
perfermentasi pada camporan adonan akhir karena adanya yeast yang berkembang biak didalamnya. Selanjutnya sponge dicampur
dengan bahan pembuat dough sehingga menjadi adonan akhir yang kemudian diuleni
sampai khalis dan difermentasi kembali untuk mengembangkan volume adonan dan
menciptakan flavor yang khas (Kristian V, 2011). Keuntungan dari metode ini
adalah daya tahan roti yang lebih lama dibandingkan metode lain, volume roti
lebih besar, aroma roti yang lebih harum, dan toleransi yang baik terhadap
waktu fermentasi. Kerugian dari metode ini adalah sedikitnya toleransi waktu
pada proses pengadukan, peralatan yang dibutuhkan lebih banyak, dan waktu yang
dibutuhkan lebih lama (Kristian V, 2011).
3. Metode Short-Time Breadmaking
Metode ini dilakukan
dengan cara seluruh bahan diaduk dibawa pada kondisi vakum sebagian, dan
selanjutnya diproses dengan no-fermentation time atau proses langsung juga
dengan waktu fermentasi yang sesingkat mungkin atau ditiadakan sama sekali. Keuntungan dari metode ini adalah waktu yang
dibutuhkan lebih singkat, kehilangan berat pada waktu fermentasi lebih sedikit,
dan memerlukan peralatan yang lebih sedikit. Kerugian dari metode ini adalah
kurangnya toleransi waktu fermentasi (Enggarini, 2015).
4. Sistem no time dough
Metode ini mempunyai keuntungan waktu
produksi jauh lebih pendek,tidak memerlukan ruangan untuk fermentasi,
kehilangan berat karena fermentasi lebih sedikit, tidak memerlukan banyak mixer
dan pekerja, dan pemeliharaan alat lebih ringan. Sedangkan kerugiannya aroma
roti tidak ada, shelf life lebih pendek, dan memakai lebih banyak bread
improver (Koswara, S. 2009).
DHP PEMBUATAN
ROTI
1. Pengamatan volume
pengembangan
Jenis Roti
|
Volume
|
Pengembangan
|
|
Sebelum
|
Sesudah
|
||
Roti
Tawar
|
100
|
400
|
300%
|
Roti
Tawar Ubi
|
40
|
140
|
250%
|
Roti
Manis
|
50
|
120
|
140%
|
Roti
Manis Ubi
|
60
|
60
|
0
|
Perhitungan:
2. Pengamatan Kualitas Crumb
Jenis Roti
|
Kualitas Crumb
|
|
Sebelum
|
Sesudah
|
|
Roti
Tawar
|
-
|
0,2
- 0,6 cm
|
Roti
Tawar Ubi
|
-
|
0,1
– 0,7 cm
|
Roti
Manis
|
-
|
0,2
– 0,6 cm
|
Roti
Manis Ubi
|
-
|
0,15
– 0,7 cm
|
3. Pengamatan Analisa Tekstur
Sensoris
Jenis Roti
|
Tekstur
|
|
Sebelum
|
Sesudah
|
|
Roti
Tawar
|
Empuk
|
Sedikit
empuk
|
Roti
Tawar Ubi
|
Empuk
, kalis
|
Empuk
|
Roti
Manis
|
Empuk
, kalis
|
Roti
empuk, kulit keras
|
Roti
Manis Ubi
|
Empuk
, kalis
|
Empuk
|
PEMBAHASAN
1. Pengamatan volume
pengembangan
Berdasarkan hasil praktikum pembutaan roti, volume roti tawar sebelum pembuatan 100 ml
dan setelahnya 400 ml, kemudian didapati volume pengembangan sebesar 300%, sedangkan roti tawar dengan penambahan
substitusi tepung ubi, volume
sebelum pembuatan 40 ml dan setelahnya 140 ml, kemudian
didapati volume pengembangan sebesar 250%. Pada roti manis, volume sebelum pembuatan 50 ml
dan setelahnya 120 ml, kemudian didapati volume pengembangan sebesar 140%,
sedangkan roti manis dengan penambahan substitusi
tepung ubi volume sebelum
pembuatan 60 ml dan setelahnya 60 ml, kemudian
didapati volume pengembangan sebesar 0%. Jika diurutkan dari volume pengembangan terbesar adalah
roti tawar, roti tawar ubi, roti manis dan
roti manis ubi. Hasil % pengembangan pada roti didapatkan dari
.

Menurut Koswara,
(2009), mutu roti yang baik meliputi volume roti yang besar, bentuk yang
simetris, warna kerak roti tawar yang baik meliputi volume roti yang besar,
bentuk yang simetris, warna kerak roti yang coklat kekuningan, tekstur kerak
yang tipis dan kering, serta sifat sifat bagian bagian roti yang meliputi
butiran dan tekstur. Butiran yang baik adalah butiran dengan sel yang halus,
seragam yang panjang-panjang, sedangkan tesktur yang baik adalah yang halus
lembut dan elastis. Selain itu struktur remah harus rata, warna remah terang,
beraroma harum gandum dan ragi dengan rasa dan daya simpan yang baik.
Pada roti manis dengan subtitusi ubi tidak terjadi
penambahan volume. Pati dan serat makanan dapat menurunkan
kemampuan jaringan gluten yang terbentuk dalam memerangkap udara (Hardoko, 2010). Tepung ubi
ungu memiliki kandungan serat yang tinggi yaitu 4,72% sedangkan teung terigu
sekitar 2-2,5%, sehingga dengan adanya substitusi semakin tinggi kadar air yang
dapat diikat, dan pada proses
pemanggangan air menguap dan adonan mengalami kehilangan air. Hal tersebut
menyebabkan lapisan gluten merangkap dan memisahkan gas satu sama lain denga
membentuk lapisan pelindung menjadi buih kemudian menjadi tegar dan adonan mengembang, tetapi karena
tepung ubi ungu tiak terdapat gluten yang mempunyai viskositas, extensbility
dan elastisitas rendah sehingga adonan tidak mengembang menjadi besar (Fauzan
M, 2013).
2. Pengamatan Kualitas Crumb
Pengamatan
kualitas crum roti dilakukan setelah roti dipanggang,
dimana pengamatannya dengan cara membelah roti menjadi dua bagian, kemudian
diukur crumb menggunakan penggaris. Crumb adalah remah pada roti, dimana
mutu gluten pada tepung mempengaruhi mutu dari crumb. Pada roti tawar crumb
sebesar 0,2-0,6 cm. Kualitas crumb berhubungan dengan pengembangan
volume. Tingginya volume pengembangan pada roti tawar disebabkan karena
tingginya kandungan protein didalam gluten yang ada pada tepung terigu. Gluten
berfungsi untuk menyetarakan keseragaman bentuk atau pori-pori terhadap roti
manis yang dihasilkan. Sehingga gas CO2 yang terperangkap pada
adonan dipengaruhi oleh kemampuan gluten menahan gas, dimana gluten yang tinggi
akan mampu menahan gas dalam jumlah yang tinggi (Sarofa, et all, 2014). Roti tawar ubi memiliki
kualitas crumb 0,1-0,7 cm dimana
hasil tersebut lebih besar dibandingkan dengan roti tawar. Pada roti tawar ubi
memiliki gluten dalam jumlah sedikit, dan seharusnya mengalami penurunan
pengembangan volume. Sehingga hasil kualitas crumb pada praktikum
kali ini tidak sesuai dengan literatur.
Hal tersebut terjadi dikarenakan jumlah gluten yang yang sedikit mengakibatkan
ketidakseragaman pada crumb, sehingga
bisa saja pada saat pengukuran didapatkan crumb
yang berukuran besar dan pada roti tawar didapatkan crumbh yang ukurannya lebih kecil.
Hasil pada roti manis kulitas crumbnya adalah 0,2-0,6 cm sama dengan roti tawar. Pada roti
manis ubi sebesar 0,15-0,7 cm. Hasilnya masih sama
seperti roti tawar dimana crumb pada
roti yang disubstitusi ubi memiliki crumb
lebih besar. Menrut Hardoko et all
(2010) roti yang disubstitusi dengan tepung ubi memiliki keseragaman pori-pori
yang berbeda, oleh karena itu perlu ditambahkan emulsifier. Ubi tidak memiliki
gluten sehingga kemampuan dalam menahan gas CO2 saat fermentasi berkurang.
Terbentunknya pori-pori pada roti juga dipengaruhi oleh knoking down, dimana adonan menjadi relaks kembali sehingga timbul
gas yang baru (Krisnawati R, 2014). Hasil kualitas crumb pada roti manis pun tidak sesuai dengan litelatur.
Hasil pengamatan kualitas crumb secara penampakan atau sensori tidak dilakukan.
Keseragaman roti itu sendiri dipengaruhi oleh gluten, dimana gluten mampu
menahan gas CO2 dalam jumlah yang tinggi (Sarofa, et all,2014). Faktor yang mempengaruhi
adanya ketidak seragaman pori-pori adalah pada proses pemipihan (penekanan
dengan roll kayu). Proses pemipihan
tersebut dimaksudkan untuk pengeluaran gas dan penangkapan udara luar, sehingga
pada proses proofing dapat
menghasilkan gas yang optimal. Proses penekanan yang kurang baik dapat
menyebabkan gas yang tererangkap dalam adonan yang kurang merata sehingga pada
proses pemanggangan terbentuk pori-pori yang tidak seragam (Widodo T et all, 2014).
3. Pengamatan Analisa Tekstur Secara Sensoris
Dari data yang didapatkan tekstur roti tawar sebelum
dipanggang adalah empuk dan setelah
dipanggang menjadi sedikit empuk atau terjadi
pengurangan tingkat keempukan. Pada roti tawar Ubi, sebelum dipanggang mempunyai tekstur
yang empuk dan kalis, tetapi setelah dipanggang tekstur menjadi empuk tetapi
kalis menjadi hilang. Hasil ini juga sama dengan roti manis Ubi, sebelum
dipanggang mempunyai tekstur yang empuk dan kalis, tetapi setelah dipanggang
tekstur menjadi empuk tetapi kalis menjadi hilang. Pada roti manis tanpa
penambahan ubi, sebelum dipanggang mempunya tekstur yang empuk, dan kalis.
Setelah dipanggang hasil teksturnya berubah menjadi empuk, tetapi kulit roti
keras.
Roti yang
menggunakan tepung terigu berprotein tinggi akan menghasilkan tekstur roti yang
lembut atau lembut, hal tersebut
dikarenakan kandungan gluten yang terdapat didalamnya tinggi. Gluten memiliki
sifat yang elastis dan dapat mengembang, sehingga menmungkinkan adnan cepat
menahan gas. Sengan begitu roti memiliki rongga yang seragam dan menghasilkan
tekstur yang sangat lembut (Koswara S, 2009). Tekstur yang keras diakibatkan
dari adanya penurunan elastisitas sehingga pori-pori roti yang terbentuk lebih
sedikit dan menyebabkan roti menjadi
keras (Siregar, 2011).
Pada roti tawar manis memiliki tekstur yang empuk
sebelum dipanggang, dan kulit
keras setelah dipanggang. Tekstur lembut atau
empuk pada roti disebabkan oleh adanya penambahan bread improver, dimana bread improver dapat meningkatkan daya
tarik menarik antara butir-butir pati, sehingga sebagian besar gas yang
terdapat di dalam adonan dapat dipertahankan. Dengan demikian akan menghasilkan
adonan yang mengembang dan memiliki tekstur yang halus. Tekstur keras pada roti
ubi setelah dipanggang disebabkan karena kandungan serat pada adonan, sehingga
memberikan tingkat pengembangan adonan yang kecil. Selain itu, gluten pada roti
yang disubstitusi ubi memiliki jumlah yang sedikit, sehingga elastisitas yang
menyebabkan roti menjadi
empuk kurang dan akibatnya roti menjadi keras (Krisnawari R, 2014).
PERTANYAAN
1.
Apakah fungsi mensubstitusi roti dengan menambahkan ubi ?
Ubi memiliki antosianin yang mempunyai aktivitas sebagai antiokidan.
Sehingga roti yang dibuat dengan menambakan ubi memiliki antioksidan. Senyawa
antioksidan itu sendiri mampu menghambat, menunda, atau mencegah proses
oksidasi serta untuk kesehatan. Ubi juga memiliki
karbohidrat yang rendah dibandingkan dengan tepung terigu. dimana karbohidrat
pada ubi jalar sebesar 27,9% dan pada tepungterigu sebesar 85,26% namun
memiliki kalori yang setara. Ubi jalar juga memiliki serat yang tinggi sehingga
membantu pencernaan manusia. Sehingga fungsi dari penambahan tepung ubi ini
sebagai alternatif sumber karbohidrat yang dapat disubstitusikan pada roti yang
bernilai tambahn bagi kesehatan (Hardoko dkk,
2010).
Laju
perusakan sel radikal bebas dapat terjadi akibat nikotin,
polusi udara dan bahan kimia. Antiosianin sendiri tidak diketahui kebutuhan dan kecukupan dalam
sehari. Namun sebagai antioksidan bermanfaat
sebagai radikal bebas. Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu
menghilangkan, membersihkan, menahan pembentukan
ataupun memadukan efek spesies oksigen reaktif (Iriyanti, 2012).
Selain itu ubi juga dapat difermentasi dan
menghasilkan sorbitol yang dapat digunakan sebagai pengganti gula. Sorbitol
pada ubi berfungsi untuk menjadi pemanis ataupun pengikat air bebas. Semakin
tinggi penambahan sorbitol maka air bebas yang terikat juga semakin banyak
sehingga air yang diuapkan pada saat pengovenan juga sedikit karena antara
sorbitol dan air akan terjadi ikatan kovalen gugus O dan H sorbitol dan gugus O
dan H air (Monris, 2013).
2.
Bagaimana
perbedaan perubahan citarasa pada sampel roti yang ditambahkan dengan ubi atau
tanpa penambahan ubi?
Citarasa yang
muncul pada produk roti dengan penambahan ubi didapatkan dari gula, garam, dan
ubi itu sendiri. Rasa gurih didapatkan dari perpaduan garam dan gula, sedangkan
rasa manis didapat dari penggunaan gula yang tidak terlalu banyak. Sedangkan
rasa manis didapat dari peggunaan gula dan ubi jalar. Semakin tinggi kadar
karbohidrat pada ubi maka akan semakin manis juga rasanya. Rasa manis tersebut
dapat dirasakan hingga pengecapan terakhir (Indrawati, 2014). Roti dengan penambahan ubi memiliki cita rasa yang
manis, bahkan lebih manis dibandingkan dengan roti yang tidak di substitusi.
Hal tersebut dikarenakan ubi jalar memiliki kandungan gula yang lebih tinggi
yaitu sekitar 4,2 gram dalam 100 gram sehingga ketika roti ditambahkan ubi rasa
roti menjadi lebih manis (Krisnawati R, 2014).
Pada roti
yang tidak ditambahkan ubi citarasa yang dimilki tawar dan manis. Lemak serta
garam pada roti dapat membuat rasa gurih. Kelompok gula pada umumnya dapat
memberi rasa manis, tetapi masing-masing bahan dalam komposisi gula ini
memiliki suatu rasa manis yang khas yang saling berbeda. Kekuatan rasa manis
yang ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis pemanis,
konsentrasi, suhu, serta sifat mediumnya (Siregar, 2011).
3.
Mengapa penambahan ubi
mempengaruhi:
a.
Volume
roti
Diketahui volume pengembangan roti ubi
disebabkan reaksi gliadin dan glutenin dengan air (hidrasi) akan membentuk
massa elastis yang sering disebut gluten yang sifatnya mengikat gas. Fungsi
gluten adalah menahan gas hasil fermentasi pada roti akibat penggunaan yeast.
Gluten juga memberikan volume roti atau menyebabkan hasil akhir roti
mengembang. Dalam
proses fermentasi pati akan di ubah oleh enzim menjadi gula maltosa yang
menghasilkan karbondioksida dan alkohol. Butiran pati sehingga tercampur akan berkoagulasi
kemudian secara berangsur-angsur adonan akan mengambang. Gluten secara bertahap
akan membungkus menyelimuti butiran pati yang telah mengembang pada tahap
gluten yang sehingga adonan bersifat elastis, tiap menahan udara /gas dalam
adonan, pati yang telah mengembang akan membentuk gel dan secara berangsur-angsur akan membentuk pasta (gelatinasi)
yang mengisi seluruh ruang yang telah diselimuti oleh gluten, sehingga pada
temperatur dan waktu tertentu jaringan akan mengeras.
Pada roti manis dengan subtitusi ubi tidk
terjadi penambahan volume. Pati dan serat makanan dapat
menurunkan kemampuan jaringan gluten yang terbentuk dalam memerangkap
udara (Hardoko, 2010). Tepung ubi ungu
memiliki kandungan serat yang tinggi yaitu 4,72% sedangkan teung terigu sekitar
2-2,5%, sehingga dengan adanya substitusi semakin tinggi kadar air yang dapat
diikat, dan pada proses pemanggangan air
menguap dan adonan mengalami kehilangan air. Hal tersebut menyebabkan lapisan
gluten merangkap dan memisahkan gas satu sama lain denga membentuk lapisan
pelindung menjadi buih kemudian menjadi tegar dan adonan mengembang, tetapi karena
tepung ubi ungu tiak terdapat gluten yang mempunyai viskositas, extensbility
dan elastisitas rendah sehingga adonan tidak mengembang menjadi besar (Fauzan
M, 2013).
b.
Kualitas
crumb
Penggunaan
tepung non terigu (bebas gluten) seperti
tepung ubi pada pembuatan roti memiliki kelemahan yaitu
rendahnya viskositas maksimum adonan karena kurangnya kemampuan pati dalam
mengikat air. Hal ini menyebabkan struktur adonan yang kurang kuat, yang
berdampak pada pengembangan yang tidak optimal dan pori-pori crumb yang tidak
seragam dan tidak halus karena rendahnya kemampuan penahanan gas. Penambahan
senyawa hidrokoloid dan enzim difungsikan untuk memperbaiki sifat rheologi dan
kestabilan adonan, menghasilkan sifat viskoelastis dan meningkatkan struktur
dan pengembangan adonan dengan pengikatan air dan pemerangkapan gas yang
optimal (Hartajanie, 2010).
Menurut Hardoko
dkk. 2010, kualitas crumb pada pada roti yang diberi tambahan tepung ubi, menjadi tidak
seragam hal tersebut dikarenakan pengembangan yang tidak sempurna. roti yang
disubstitusi dengan tepung ubi memiliki keseragaman pori-pori yang berbeda,
oleh karena itu perlu ditambahkan emulsifier. Ubi tidak memiliki gluten
sehingga kemampuan dalam menahan gas CO2 saat fermentasi berkurang.
c.
Tekstur
Ada sedikit perbedaan
hasil tekstur yang dihasilkan dari pengamatan sensoris praktikum dengan
literatur yang didapatkan. Hasil pengamtan sensoris roti dengan substitusi
tepung didapatkan hasil yang empuk pada roti tawar dan roti manis. Menurut Hartajanie (2010), penggunaan tepung ubi untuk
membuat roti tidak dapat membentuk tekstur yang baik. Hal tersebut dikarenakan
tidak adanya gluten yang dapat dimanfaatkan air untuk mempertahankan
konsistensi air serta adonan. Padahal dengan adanya gluten roti dapat
mengembang dan menciptaan tekstur yang empuk (Iriyanti, 2012). Sedangkan menurut Krisnawari
R,2014 tekstur keras pada roti ubi
disebabkan karena kandungan serat pada adonan, sehingga memberikan tingkat
pengembangan adonan yang kecil. Selain itu, gluten pada roti yang disubstitusi
ubi memiliki jumlah yang sedikit, sehingga elastisitas yang menyebabkan roti
emnjadi empuk kurang dan akibatnya roti menjadi keras.
4. Bagaimanakah
pengaruh perbedaan penambahan gula terhadap karakteristik roti yang dihasilkan?
Penambahan
gula berpengaruh
terhadap keempukan dari roti, serta gula juga memberikan rasa manis pada roti.
Penambahan gula pada roti juga membantu ragi dalam proses fermentasi sehingga
menghasilkan flavour yang khas.
Penambahan gula juga dapat menyebabkan warna yang lebih cokelat karena adanya
reaksi maillard (Koswara S, 2009).
Menurut Fajri (2015), gula digunakan sebagai
bahan pemanis pada roti. Gula yang paling sering digunakan yaitu sukrosa atau
gula pasir. Selain sebagai pemanis sukrosa juga berperan dalam penyempurnaan
mutu panggang, warna kerak, dan memungkinkan proses pematangan yang lebih
cepat, sehingga air lebih banyak dipertahankan dalam roti. Gula juga ditujukan
sebagai sumber karbon pertama dari sel kamir yang mendorong aktifnya
fermentasi. Gula yang dimanfaatkan oleh sel khamir, umumnya hanya gula-gula
sederhana. Glukosa atau fruktosa yang dihasilkan oleh pemecahan molekul komplek
menjadi sederhana. Sukrosa dan maltosa dapat dipecah menjadi gula sederhana
atau heksosa oleh enzim yang ada pada khamir, sedangkan pati atau dekstrin
tidak dapat langsung dipecah oleh ragi. Gula juga berfungsi sebagai pengempuk
dan menjaga kesegaran roti
karena sifat higroskopis (menahan air) sehingga dapat memperbaiki masa simpan
roti. Jadi semakin banyak
penambahan gula pada roti maka roti akan manis dan empuk.
Menurut literatur lain, penambahan gula dalam pembuatan roti,
diantaranya berfungsi sebagai makanan ragi, memberi rasa, mengatur fermentasi,
memperpanjang umur roti, menambah kandungan gizi, membuat tekstur roti menjadi
lebih empuk, dan memberikan warna cokelat yang menarik pada roti (Sukamto,
2013). Penambahan gula yang semakin banyak akan menyebabkan warna dominan
cokelat yang disebabkan oleh reaksi karamelisasi.
5. Jelaskan
peranan gula dalam proses pembuatan roti!
Menurut Fajri (2015), gula digunakan
sebagai bahan pemanis pada roti. Gula yang paling sering digunakan yaitu
sukrosa atau gula pasir. Selain sebagai pemanis sukrosa juga berperan dalam
penyempurnaan mutu panggang, warna kerak, dan memungkinkan proses pematangan
yang lebih cepat, sehingga air lebih banyak dipertahankan dalam roti. Gula juga
ditujukan sebagai sumber karbon pertama dari sel kamir yang mendorong aktifnya
fermentasi. Gula yang dimanfaatkan oleh sel khamir, umumnya hanya gula-gula
sederhana. Glukosa atau fruktosa yang dihasilkan oleh pemecahan molekul komplek
menjadi sederhana. Sukrosa dan maltosa dapat dipecah menjadi gula sederhana
atau heksosa oleh enzim yang ada pada khamir, sedangkan pati atau dekstrin
tidak dapat langsung dipecah oleh ragi. Gula juga berfungsi sebagai pengempuk
dan menjaga kesegaranroti karena sifat higroskopis (menahan air) sehingga dapat
memperbaiki masa simpan roti.
Menurut Koswara, 2009 gula juga berperan
sebagai nutrisi (sumber karbon) ragi dalam proses fermentasi, sehingga ragi
dapat menghasilkan gas CO2 yang berpengaruh terhadap pengembangan
adonan. Gula juga berperan dalam pengempukan dan menjaga freshness roti karena sifatnya yang
higrokopis (menahan air) sehingga dapat memperbaiki masa simpan roti.
Menurut literatur lain gula sangat penting peranannya dalam pembuatan roti,
diantaranya sebagai menambah kandungan gizi, membuat tekstur roti menjadi lebih
empuk, dan memberikan warna cokelat yang menarik pada roti (Sukamto, 2013).
6. Manakah kualitas roti yang paling baik diantara keempat
jenis roti yang dibuat? Mengapa demikian?
Menurut Koswara, (2009), mutu roti yang baik
meliputi volume roti yang besar, bentuk yang simetris, warna kerak roti tawar
yang baik meliputi volume roti yang besar, bentuk yang simetris, warna kerak
roti yang coklat kekuningan, tekstur kerak yang tipis dan kering, serta sifat
sifat bagian bagian roti yang meliputi butiran dan tekstur. Butiran yang baik adalah
butiran dengan sel yang halus, seragam yang panjang-panjang, sedangkan tesktur
yang baik adalah yang halus lembut dan elastis. Selain itu struktur remah harus
rata, warna remah terang, beraroma harum gandum dan ragi dengan rasa dan daya simpan
yang baik.
Berdasarkan hasil
praktikum yang dilakukan pada pengamatan volume pengembangan roti, pengembangan
yang paling besar terdapat pada roti tawar sebesar 300%. Jumlah voulme sebelum
dipanggang 100 ml dan sesudah dipanggang menjadi 400 ml. Dari hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa, semakin besar jumlah volume awal bahan roti sebelum
dipanggang, maka semakin besar pula pengembangan yang terjadi setelah
dipanggang. Jumlah adonan yang diamati paling besar pada jenis roti tawar.
Selama fermentasi, pH akan turun dari 5.3
menjadi 4.5 karena terjadi pembentukan asam-asam seperti asam cuka oleh bakteri
asam asetat dan asam laktat. Penurunan pH ini akan mempengaruhi hidrasi dan
pengembangan gluten dan laju kegiatan enzim . Proses terpenting dalam pembuatan
roti tawar adalah pemanggangan. Melalui proses ini adonan roti diubah menjadi
produk yang ringan dan berongga, mudah dicerna dan aroma yang sangat
merangsang. Aktivitas biologis yang terjadi dalam adonan dihentikan oleh
pemanggangan disertai dengan hancurnya mikroorganisme dan enzim yang ada. Pada
saat yang sama substansi rasa terbentuk, meliputi karamelisasi gula,
pirodekstrin dan melanoidin sehingga menghasilkan produk dengan sifat
organoleptik yang dikehendaki (Koswara , 2009).
Pada pengamatan kualitas
crumb, sesudah dipanggang didapatkan ukuran antara jenis roti tawar sama dengan
roti manis yaitu berjumlah 0,2-0,6 cm. Pada roti tawar dengan substitusi tepung
didapatkan hasil kulitas crumb
selisih paling besar yaitu 0,1-0,7 cm kemudian diikuti roti manis dengan
substitusi tepung ubi sebesae 0,15-0,7cm. Seharusnya dilakukan pengamatan uji
sensori terhadap penampakan kulitas crumb roti agar diketahui lebih spesifik
seragam atau tidak kualitas crumb
dari keempat jenis roti yang dibuat pada praktikum. Berdasarkan data diatas
kualitas crumb yang baik terdapat
pada jenis roti tawar dan roti manis.
Mutu gluten tepung mempengaruhi mutu crumb
roti yang dihasilkan. Tetapi laju pengerasan (staling) roti tidak dipengaruhi oleh kandungan protein tepung.
Pati dalam tepung terigu dengan adanya panas dan air akan tergelatinisasi
yangberpengaruh pada pembentukan jaringan roti. Kandungan protein tepung terigu
yang digunakan dalam pembuatan roti tawar berkisar
antara 11 – 13%. Gluten akan menentukan mutu adonan, volume pengembangan adonan dan sangat
menentukan penampilan roti yang dihasilkan, khususnya dalam pembentukan struktur crumb. Sifat
elastis dari gluten terbentuk saat pengadukan adonan. Roti yang basi (stale) ditandai dengan perubahan flavor dan aroma, mengerasnya remah roti dan
masir pada lidah serta crumb roti melunak (Koswara, 2009).
Seharusnya pada pembuatan roti manis, baik
dengan substitusi tepung dapat menambah kualitas crumb yang baik, karena
kompisi pemanis atau gula mempengaruhi kualitas crumb. Menurut literatur, dalam
roti, pemanis (sweetener) berperan sebagai penyedia padatan yang dapat difermentasi membentuk senyawa warna kerak
(crust), membangkitkan rasa – aroma. Memperbaiki tekstur dan kelembutan remah (crumb), serta memperpanjang masa simpan karena sifatnya yang higroskopis.
Penggunaan pemanis cair dalam roti berkisar antara 7 – 16% (setara dengan 5 – 11.4% padatan) (Koswara, 2009).
Dari data yang didapatkan tekstur roti
tawar sebelum dipanggang adalah empuk dan setelah
dipanggang menjadi sedikit empuk atau terjadi
pengurangan tingkat keempukan. Pada roti tawar Ubi, sebelum dipanggang mempunyai tekstur
yang empuk dan kalis, tetapi setelah dipanggang tekstur menjadi empuk tetapi
kalis menjadi hilang. Hasil ini juga sama dengan roti manis Ubi, sebelum
dipanggang mempunyai tekstur yang empuk dan kalis, tetapi setelah dipanggang
tekstur menjadi empuk tetapi kalis menjadi hilang. Pada roti manis tanpa
penambahan ubi, sebelum dipanggang mempunya tekstur yang empuk, dan kalis.
Setelah dipanggang hasil teksturnya berubah menjadi empuk, tetapi kulit roti
keras.
Baik roti tawar maupun roti manis pada
dasarnya adalah tepung terigu. Komponen pentingnya yaitu glutenin dan gladin,
pada kondisi tertentu dengan air membentuk massa yang elastis dan ekstensibel memungkinkan
adonan menahan gas pengambang dan adonan dapat menggelembung seperti balon. Hal
inilah yang memungkinkan produk mempunyai struktur yang halus dan seragam serta
tekstur yang lembut dan elastis. Sebaliknya tepung terigu yang kecil kemampuannya
menyerap air, menghasilkan adonan yang kurang elastis sehingga menghasilkan
roti yang padat serta tekstur yang tidak sempurna. Tepung terigu demikian
disebut tepung lunak (soft wheat), mengandung protein sekitar 7,5-8 %,
bisa digunakan untuk
biskuit, bolu, kue kering,dan crakers (Koswara, 2009).
Pada praktikum hasil tekstur yang lebih baik didapatkan pada roti tawar dan
roti manis dengan substituti tepung ubi. Pada roti tawar dan roti manis,
didapatka hasil sensoris yang kurang empuk dan kulit roti yang keras. Hal ini
bisa saja terjadi karena proses pendinginan yang terjadi saat dilakukan uji
sensoris atau uji organoleptik. Menurut koswara (2009) Setelah roti tawar
keluar dari oven dan menjadi dingin, roti dapat menjadi cepat basi (stale)
yaitu hilangnya rasa lezat dan aroma kulit, kulit menjadi lembek dan alot, remah
roti menjadi kaku, keras dan meremah.
Secara keseluruhan roti
yang paling baik adalah roti tawar karena memilik volume pengembangan yang
paling besar, kemudian memiliki kualitas crumb yang seragam dan dari selisih
kualitas crumb nya kecil, dan empuk. Kemudian diikuti oleh Roti manis, roti
manis ubi, dan roti tawar ubi.
7.
Faktor-faktor
apa sajakah yang mempengaruhi kualitas roti?
Efek dari kondisi tepung terigu pada mutu
roti adalah terhadap volume, bentuk, warna kulit, struktur jaringan, aroma,
rasa dan tekstur roti. Sehingga faktor-faktor tepung harus diperhatikan dalam
pembuatan roti adalah mutu, warna, kekuatan,daya penyesuaian, daya serap air
dan keseragaman. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kualitas roti adalah kandungan protein pada terigu, jumlah
ragi yang ditambahkan, suhu pengovenan, lama pengovenan,
proses fermentasi, dan proses pengadukan. Dimana dari semua faktor tersebut
berperan penting dalam kualitas akhir roti (Koswara S, 2009).
Selain itu penggunaan
BTP juga harus diperhatikan. Menurut Koswara (2009), yang dimaksud dengan bahan
tambahan pada roti adalah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam adonan yang
jika dipakai pun tidak akan mengakibatkan terjadinya hasil yang kurang baik,
sedangkan jika dipakai dapat mempertinggi kualitas roti yang dihasilkan. Bahan
ini terdiri dari mineral yeast food (MYF), malt, emulsifier dan bahan
peningkat mutu adonan (doughimprover).
Lemak digunakan dalam
pembuatan roti sebagai shortening karena dapat memperbaiki
struktur fisik seperti volume, tekstur, kelembutan, dan flavor. Selain itu penambahan
lemak menyebabkan nilai gizi dan rasa lezat roti bertambah. Penambahan
lemak dalam adonan akan menolong dan mempermudah pemotongan roti, juga
dapat menahan air, sehingga masa simpan roti lebih panjang dan kulit roti
lebih lunak. Lemak berfungsi sebagai pengempuk dan memperbaiki struktur remah roti, menahan air
sehingga roti tampak segar (fresh). Shortening adalah lemak yang biasa dipakai pada
roti, istilah ini mengacu pada proses pembuatannya yaitu pemendekan rantai asam
lemak bahan baku yang dilanjutkan dengan penambahan monogliserida (intersesterifikasi)
sehingga dihasilkan lemak padat yang plastis dengan tekstur halus. Garam
memperbaiki pori-pori roti dan tekstur roti akibat kuatnya adonan, dan secara tidak langsung berarti
membantu pembentukan
warna. Lesitin
merupakan bahan penurun tegangan permukaan atau surfase active agent yang berfungsi
untuk mendorong pembentukan dan mempertahankan emulsi agar stabil. Terbatasnya
penggunaan lesitin pada pembuatan roti disebabkan karena baunya menyebabkan
roti kurang disenangi. Lesitin dapat meningkatkan toleransi terhadap fermentasi, menghasilkan
warna kerak lebih
seragam, kerak menjadi lebih empuk, tekstur roti menjadi lebih lunak dan butir remah
menjadi lebih seragam, serta masa simpan roti dapat lebih diperpanjang dengan
penghambatan pengerasan roti (Koswara, 2009).
KESIMPULAN
Prinsip
pembuatan adalah pengolahan makanan dengan pemanfaatan fermentasi yang
dilakukan oleh ragi dimana ragi tersebut akan merubah karbohidrat menjadi
karbondioksida dan alkohol. Serta proses pemanasan pada oven dengan suhu tinggi
sehingga menghasilkan tekstur dan aroma yang khas pada roti. Efek dari kondisi tepung terigu pada mutu roti adalah terhadap volume,
bentuk, warna kulit, struktur jaringan, aroma, rasa dan tekstur roti. Sehingga
faktor-faktor tepung harus diperhatikan dalam pembuatan roti adalah mutu,
warna, kekuatan,daya penyesuaian, daya serap air dan keseragaman.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas roti
adalah kandungan protein pada terigu, jumlah ragi yang ditambahkan, suhu pengovenan, lama pengovenan,
proses fermentasi, dan proses pengadukan. Dimana dari semua faktor tersebut
berperan penting dalam kualitas akhir roti. Selain itu penggunaan
BTP juga harus diperhatikan, yaitu bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam
adonan yang jika dipakai pun tidak akan mengakibatkan terjadinya hasil yang
kurang baik, sedangkan jika dipakai dapat mempertinggi kualitas roti yang
dihasilkan. Bahan ini terdiri dari mineral yeast food (MYF), malt,
emulsifier dan bahan peningkat mutu adonan (doughimprover).
Mutu roti yang baik
meliputi volume roti yang besar, bentuk yang simetris, warna kerak roti yang coklat
kekuningan, tekstur kerak yang tipis dan kering, serta sifat sifat bagian
bagian roti yang meliputi butiran dan tekstur. Butiran yang baik adalah butiran
dengan sel yang halus, seragam yang panjang-panjang, sedangkan tesktur yang
baik adalah yang halus lembut dan elastis. Selain itu struktur remah harus rata,
warna remah terang, beraroma harum gandum dan ragi dengan rasa dan daya simpan
yang baik. Dari hasil praktikum yang dilakukan didapatkan volume pengembangan yang
paling besar pada roti tawar (300%), dengan kualitas crumb (0,2-0,6 cm), dan
hasil tekstur setelah dipanggang empuk. Didapatkan hasil empuk, tetapi kulit
roti keras pada roti manis. Roti manis ubi memiliki pengembangan 0%, tetapi roti
tawar ubi memiliki pengembangan sebesar 250%. Kemudian hasil yang paling baik diikuti oleh roti manis, roti manis ubi, dan roti tawar
ubi.
DAFTAR
PUSTAKA
Enggarini Pratiwi P. 2015. Pembuatan Nastar Komposit Tepung Ubi Jalar Kuning (Ipomoea Batatas L) Varietas
Jago. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Kristian, V. 2011. Proses Pengolahan Roti di Perusahaan Roti
Matahari Pasuruan. Surabaya: Widya Mandala Catholic University
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. eBookPangan.com
Muko AM. 2014. Tepung Terigu. Diunduh pada
[http://eprints.ung.ac.id/1408/6/2012-2-1002-612309027-bab2-29012013111602.pdf],
tanggal 26 Mei 2017 jam 00:57
Putra, Galing K.
2009. Pengaruh Substitusi Tepung Tapioka dan Variasi Penambahan Lesitin
Terhadap Mutu Roti Tawar. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Sinaga R. 2011. Pengolahan Roti Tawar. Diunduh pada
[http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/25341/4/Chapter%20II.pdf],
tanggal 26 Mei 2017 jam 19:49
Suhaidi I. 2014. Pengolahan Berbagai Jenis Roti. Diunduh pada
[http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/41933/4/Chapter%20II.pdf], tanggal
26 Mei 2017 jam 24:00
Sukamto, NR. 2013. Efek Fortifikasi Minyak Ikan terhadap Kadar
Omega 3 dan Sifat Sensori Roti Tawar Selama Penyimpanan. Lampung: Unila
Tirthasari, M. 2014. Analisis Kandungan Komponen Makro Dalam Roti
Tawar dan Proses Pengolahannya hingga Menjadi Energi di Dalam Tubuh.
Pekanbaru: UIN Sultan Syarif Kasim
Yogha, S. 2010. Karateristik Roti. Jakarta: Universitas
Indonesia
DAFTAR
PUSTAKA TAMBAHAN
Fajri, KM. 2015. Pengolahan
Roti Manis di Unit Food and Beverage Department pada Grand Rocky Hotel. Bukit Tinggi: Politani Payakumbuh
Fauzan
M. 2013. Pengaruh Substitusi Tepung Ampas
Kelapa Terhadap Kandungan Gizi, Serat Dan Volume Pengembangan Roti. Skripsi.
Semarang: Universitas Diponegoro
Hardoko, L. Hendarto,
dan T. Marsillam. 2010. Pemanfaatan Ubi
Jalar Ungu (Ipomoea batatas L. Poir) Sebagai Pengganti Sebagian Tepung Terigu
dan Sumber Antioksidan Pada Roti Tawar. Jurnal Teknologi dan Industri
pangan XXI(1)
Hartajanie, L dan R Anjarsari. 2010. Peningkatan Kualitas Roti Non Terigu
Berbasis Tepung Ubi Kayu (Manihot Utilissima) Menggunakan Hidrokoloid dan
Enzim. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata
Indrawati, V dan R Krisnawati. 2014. Pengaruh Substitusi Puree Ubi Jalar Ungu
(Ipomea Batatas) terhadap Mutu Organoleptik Roti Tawar. Surabaya:
Universitas Surabaya
Iriyanti, Y. 2012. Subtitusi
Tepung Ubi Ungu dalam Pembuatan Roti Manis, Donat dan Cake Bread.
Yogyakarta: UNY
Krisnawati R. 2014. Pengaruh Substitusi Puree Ubi Jalar Ungu
(Ipomea Batatas) Terhadap Mutu Organoleptik Roti Tawar. Jurnal Boga. 3(1):
79-88
Monris, C. 2013. Pengaruh Berbagai Konsentrasi
Sorbitol terhadap Karateristik Sensoris, Kimia, dan Kapasitas Antioksidan Getuk
Ubi Jalat Ungu (Ipomoea batatas) Selama
Penyimpanan. Surakarta: UNS
Sarofa
U, Sri Djajati, dan Siti Nur 2014. Pembuatan
Roti Manis (Kajian Substitusi Tepung Terigu Dan Kulit Manggis Dengan Penambahan
Gluten). Jurnal Rekapangan 8(2): 171-178
Siregar S. 2011. Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu Dengan
Tepung Talas dan Karboksimetil Selulosa (CMC) Terhadap Mutu Roti Tawar.
Medan: Universitas Sumatera Utara
Widodo R, Setijanen
Djoko H, dan Dwi Agustiyah R. 2014. Aspek
Mutu Produk Roti Tawar Untuk Diabetesi Berbahan Baku Tepung Porang Dan Tepung
Suweg. Jurnal Agroknow 2(1): 1-12
No comments:
Post a Comment